(15) STIGMA

1.7K 231 29
                                    

"Itu siapa, Pete?"

Vegas duduk di balok kayu di dermaga. Duduk menatap Pete yang menatap air danau, dia jadi memiliki jadwal seperti Pete, duduk di dermaga pada malam hari. Mereka berpisah di kantor polisi sore tadi, Pete menolak untuk diantar pulang.

Lalu mereka kembali bertemu di sini-di dermaga.

Pete tidak menjawab pertanyaannya.

"Teman sekolahmu?"

Pete masih tidak menjawab. Membuat Vegas bangkit dan duduk di sebelah Pete di lantai dermaga, melipat kedua kakinya, "hmm?"

"Tidak tahu,"

"Tidak kenal?"

"Iya."

Vegas masih nyaman menatap Pete. "Apa kamu pernah dinakali disekolah, Pete. Kamu seperti takut berteman sama orang."

"Tidak butuh teman."

"Kenapa?"

"Teman itu jahat."

Vegas menatap datar. "Jadi kamu anggap aku apa?"

"Pak Polisi."

Vegas tertawa kecil. "Lucu sekali."

Pete tidak menanggapi, Vegas mencubit pipi Pete, membuat laki-laki itu menoleh padanya.

"Polisi itu bekerjanya apa?"

"Eum, apa ya? Kami kan aparat negara, memberikan keamanan, memberikan perlindungan, menegakkan hukum," ucap Vegas. Entahlah, Pete mengerti atau tidak.

"Ka-kalau saya cerita, apa bi-bisa dibantu?"

"Kamu ada masalah?"

Pete menggeleng. "Mereka! me-mereka itu bermasalah. Ke-kenapa saya disalahkan? Ibu tidak salah, dia yang bersalah, Ne-nenek juga."

"Hei, hei, Pete tenanglah." Vegas maju, meminta Pete menatapnya. Mata abu-abu itu berair, Pete menangis. Vegas langsung memeluknya, erat. "Tenang Pete."

"Semua jahat!! Dia jahat! Jangan percaya, dia bohong!"

"Tenang Pete." Vegas mengelus punggung Pete dengan lembut. "Dia siapa Pete?"

Pete mengeratkan pelukan, tidak ingin menjawab pertanyaannya.

Tidak bersuara. Mereka saling diam, membiarkan waktu terus berjalan, tidak perduli bagaimana angin dingin semakin dalam menusuk tulang.

Vegas dan Pete masih berpelukan, dengan Pete yang duduk di pangkuan Vegas.

Vegas menatap ke arah danau, sedangkan Pete menatap ke arah belakangnya, memeluk erat dan bersandar pada bahunya. Vegas mengelus lembut punggung Pete.

"Pete, mau menginap di rumahku?"

~~~

"Kamu lapar? Aku bisa buatkan mie instan." Tawar Vegas, mendapat gelengan dari Pete yang duduk di pinggiran ranjang.

Vegas menaruh pakaiannya di sisi ranjang, di sebelah Pete. "Pakai ini saja, bajumu kotor Pete. Biar kamu tidur dengan nyaman, bawa pakaian kotormu ke belakang."

Vegas melangkah keluar, membiarkan Pete mengganti pakaian dengan miliknya. Vegas yang sedang menyeduh kopi, menoleh ke arah pintu yang terbuka. Pete keluar mengenakan celana dan kaos kebesaran miliknya, memeluk pakaian kotornya.

Vegas menghampiri. "Sini, biar dicuci, besok pagi langsung kering. Aku ada mesin cuci."

Pete masuk lagi ke dalam kamarnya, diikuti Vegas setelah menunggu pakaian Pete yang selesai dicuci lalu dijemur, membawa kopi ke dalam kamar dan meraih laptopnya. Mulai mengerjakan laporan mingguan, sesekali melirik Pete yang terus bergerak kemungkinan tidak nyaman.

Vegas menaruh laptop dari pangkuannya, dia berbaring menatap Pete yang sudah menutup matanya. Bergelung pada selimut tebalnya.

"Pete."

Mata Pete terbuka lebar, benarkan Pete tidak bisa tidur.

"Tidak nyaman ya?"

Pete menggeleng. Mata mereka saling memandang.

"Mau, berpelukan?" Vegas merentangkan tangannya, membuat Pete bergerak pelan masuk ke dalam pelukan. Vegas menarik selimut lebih naik.

Tangan Vegas tidak berhenti memberi tepukan pada punggung Pete, dan tangan lainnya mengelus lembut pada bagian kepala Pete. Vegas memudurkan diri untuk menatap wajah Pete dari dekat, Vegas ingin berteriak karena bisa memeluk laki-laki cantik itu! Vegas tersenyum, Pete tidur begitu tenang, wajahnya menenangkan.

Mata Pete terbuka, Vegas kaget, netra abu-abu sangat menghipnotisnya.

"Tidak bisa tidur?"

Pete tidak menjawab, hanya menatap Vegas saja.

Sialnya, mata Vegas malah menatap bibir tipis itu. Vegas mendekat kesana dan mengecup bibir itu, menghisapnya lembut, mengeratkan pelukannya seakan tidak membiarkan Pete pergi ke manapun malam ini.

Next➡

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang