(8) STIGMA

1.8K 250 39
                                    

Sudah hampir pukul sebelas malam, Vegas belum juga bisa menutup matanya. Matanya terbuka lebar menatap langit-langit kamar. Karena merasa tidak kunjung mengantuk, Vegas beranjak dari kasurnya dan meraih senter.

Vegas memutuskan untuk keluar rumah berjalan-jalan sebentar, mungkin dia bisa langsung tidur nyenyak karena kelelahan setelah berkeliling.

Langkah kakinya berhenti tepat di depan danau.

Lagi-lagi ia melihat setitik cahaya yang membuatnya tertarik untuk melangkah kesana. Betulkan? Pasti laki-laki muda itu lagi.

Vegas jadi penasaran kenapa Pete selalu berdiri di dermaga kayu itu menatap ke dalam danau. Setiap malam dan setiap pagi. Vegas melangkah pelan menuju Pete setelah mematikan senternya.

Kali ini Pete membawa lentera kecil, dia taruh di atas kayu. Vegas ikut maju di sebelah Pete melihat ke dalam air, tidak ada apapun.

"Memangnya kelihatan sesuatu?"

"Ah!!" Teriak Pete, dia hendak berlari darinya.

Beruntung Vegas menarik Pete dan memeluknya, Pete hampir terjatuh. "Gila yaa, kamu bisa jatuh ke air!"

Pete melepaskan berusaha pelukan itu dan membungkuk padanya sebelum berjalan menjauh. Tentu Vegas menahannya.

"Pete, ayolah. Aku cuma mau mengajak bicara kok, kenapa harus terus menghindar sih!!"

Pete tersentak dengan suaranya. Pete melepaskan tangan Vegas dari cengkeramannya secara kasar lalu berlari pergi meninggalkannya.

~~~

Berkeliling tidak membuat Vegas dapat tertidur nyenyak, bahkan ia semakin tidak bisa tidur karena bertemu Pete malam itu. Vegas berbaring di atas sofa di ruang utama kantor polisi, menatap langit-langit kamar.

"Membosankan." Gumam Vegas, Pol yang sedang duduk mengetik laporan menoleh. Dia berdiri menghampiri Vegas sembari menarik kursi untuk duduk dihadapannya.

"Pak,"

"Hmm.." Jawab Vegas, tanpa melihat Pol yang sudah duduk di dekatnya. Ia sedang malas.

"Ini soal Pete."

Membuat Vegas bangkit dari tidurannya dan menatap Pol. "Apa?"

"Saat saya tanya soal Pete di desa sebelah, ada fakta lebih besar." Ucap Pol, membuat Vegas semakin serius mendengarkan. "Ternyata ibu Pete meninggal karena bunuh diri, dulu ibunya itu perempuan bayaran. Itulah kenapa Pete menjadi bahan bully di sekolahnya sejak SD."

"Para guru?"

"Tidak ada yang membela, malah ikut serta mencaci Pete. Dia 'kan anaknya pendiam, jadi, jika tidak tahu pelajaran tidak berani bertanya, makanya semakin membuat dia dicemooh semua anak-anak dan para guru."  Jelas Pol, Vegas meremas tangannya. "Bapaknya selain merantau di ibu kota, beliau juga sudah menikah lagi dan hanya mengirim uang jajan untuk Pete, sekedarnya."

"Bapak sepertinya tertarik oleh Pete, itulah kenapa saya mau mencaritahu ini lebih dalam dan menceritakan pada Bapak." Sambung Pol.

~~~

Vegas menghentikan mobilnya di perempatan jalan utama. Dia duduk di dasbor mobil sambil melamun, saat melihat Pete tengah berjalan membawa gulungan rumput di pundaknya, Vegas berlari dan berdiri di hadapan si cantik itu.

"Tolong jangan menghindar." Vegas memberikan peringatan lebih dulu. "Pete, apa kamu sedang kesulitan?"

Pete menggeleng.

"Jujur saja! Kamu datang ke dalam mimpiku dan meminta tolong." Pete menatapnya, mata abu-abu itu menyorot sendu. "Apa kamu butuh bantuanku? Katakan saja. Aku akan bantu."

Pete menunduk dan menggeleng lagi.

"Aku akan membantumu."

Pete menggeleng kuat, dia berjalan lagi melewati Vegas. Tapi tangan Vegas lebih kuat menahannya. "Jangan membuatku merasa terbebani, Pete."

Mata itu berubah menatapnya tajam, sangat tajam. "Tidak ada yang memintamu melakukan hal itu, pergilah sialan!"

Tangan Vegas terlepas, dia sangat kaget.

Next➡

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang