(22) STIGMA

1.6K 228 9
                                    

Big dan Pol mendengus kesal, menatap Vegas yang duduk menatap catatan mereka. Keduanya sudah berusaha bertanya pada semua warga desa Ban Rai. Sayangnya malam itu adalah malam di mana pesta diadakan, jadi banyak warga yang pergi meninggalkan rumah dan berkumpul di satu tempat-di lapangan desa.

Hanya ada catatan bahwa salah satu warga melihat laki-laki memegang sebuah balok besar di depan rumah makan milik keluarga Kimhan. Tapi warga tersebut tidak melihat wajahnya dan lagi tidak benar-benar ingat apa dia memang melihat itu atau tidak, mengingat kondisinya yang sedang mabuk berat.

Vegas masih membuka lembar demi lembar kertas di hadapannya, sembari memijit kepala yang mendadak pusing.

"Ba-bagaimana Pak?"

Vegas menatap kedua rekan kerjanya, Big terlihat menyikut perut Pol untuk tidak bertanya-tapi terlambat.

Vegas mendengus, dia berdiri meraih topi kerjanya. "Bagaimana lagi, kita ikut caramu."

"Eeh-"

"Tanya warga sekitar dulu, siapa yang meninggalkan desa dan siapa yang tinggal." Ucap Vegas, diangguki oleh keduanya.

Mereka bertiga memutuskan untuk berkeliling desa Ban mai, menggunakan mobil milik Vegas dengan Big yang menyetir.

~~~

"Para laki-laki semua meninggalkan desa, hanya para perempuan dan anak-anak yang kecil. Lalu Pak kepala desa dan ibu, dan Pete. Dia tidak pernah pergi kemanapun," ucap Pria yang duduk di pinggiran sawah. Pria lainnya mengangguk setuju.

"Apa kemungkinan Pete? Kimhan adalah orang yang sama seperti Macau, bahkan kudengar ibu kepala sekolah itu, bisa jadi Pete." Ucap seorang wanita yang duduk berkipas dengan topi besarnya. "Tapi Pete tidak mungkin melakukan itu. Hih, katanya posisinya sangat mengerikan, pasti balas dendam."

Big berdehem. "Kami masih mencaritahu soal itu."

"Bisa jadi dia. Meskipun Kimhan anak yang tampan dan manis, tapi kelakuannya sangat buruk. Kalau benar Pete, jangan hukum dia, kasihan." Ucap wanita lainnya, para warga mengangguk semua.

"Kejahatan tetaplah kejahatan, siapapun itu harus membayar perbuatannya," ucap Big. "Maaf, ada yang melihat Pete?"

"Jam segini pasti di rumah Pak kepala desa, coba saja ke sana."

Big mengangguk dan membungkuk kecil sebelum meninggalkan tempat, diikuti Vegas dan Pol. Mereka kembali masuk ke dalam mobil menuju kediaman Kepala desa.

Saat memasuki pelataran rumah, terlihat Pak Korn dan dua warga serta Pete tengah menanam bunga. Mereka berempat menatap ke arah mobil yang mereka tumpangi. pak Korn datang menghampiri saat Vegas dan dua rekan turun menghampiri.

"Eh, tumben datang bertiga, pakai seragam lagi. Ada apa?" Tanya Pak Korn secara to the point.

"Selamat pagi Pak." Vegas membungkuk, diikuti Pol dan Big.

"Eh iya pagi," Pak Korn tersenyum.

"Begini Pak," Big maju. "Bapak sudah mendengar tentang kematian Kimhan?"

"Kimhan?" Mata Pak Korn melebar, "dia teman Macau, anak pemilik rumah makan geprek enak itu. Meninggal? Kenapa?"

"Ada yang membunuh?"

"Heh? Kok ...."

"Kami sudah bertanya pada seluruh warga Ban Rai dan hasilnya nihil, hanya mengatakan melihat seorang laki-laki memegang balok berdiri di depan sana tapi tidak jelas. Kami sudah berkeliling memastikan siapa laki-laki itu, tidak ketemu. Kami memutuskan pencarian didesa kita." Jelas Big, membuat Pak Korn tampak kaget.

"Dan saat sudah mencaritahu di desa kita, hanya ada Pete dan Bapak serta ibu di desa ini, saya dan Pol berjaga dikantor. Pak Vegas ikut ke desa sebelah." Sambung Big.

Salah satu pria berdiri. "Jangan menuduh Pete,"

"Kami tidak menuduh Pak, hanya mencaritahu keberadaan Pete semalam." Pol menghampiri Pete, "halo Pete."

Pete hanya menunduk.

"Pete ada di danau semalam," pria di sana masih mencoba melindungi Pete, "saya lihat sendiri. Saat saya pulang dan melihat Pete berada di sana."

"Jam?"

"Sekitar jam sebelas."

"Setelah itu kamu ke mana, Pete?"

"Ya pasti pulang-"

"Pak tenang." Pak Korn menghampiri pria itu, mencoba mengelus lengannya. "Biarkan Polisi bertanya. Pete jawablah dengan jujur, Nak."

"Pulang."

"Ke rumahmu?"

Pete menggeleng. Pete mengangkat kepalanya, menatap Vegas, membuat semua ikut menatapnya.

Vegas mendengus. "Kan sudah aku bilang, Pete bersamaku."

"Jam berapa Bapak pulang?" Tanya Pol,

Big berdecak. "Kamu mencurigai Pak Vegas, Pol."

Vegas mengangkat tangannya. Menatap Pol tajam. "Tidak apa Big, hal itu wajar. Aku pulang pukul sebelas tiga puluh."

"Bapak lewat mana? Semalam saya bergadang, merokok di depan."

Vegas memukul kepala Pol dengan buku kecil di tangannya. "Bergadang apanya, aku mampir dan kalian tidur di sofa ya. Lalu menurutmu, siapa yang menaruh dua burger dan satu botol cola besar di meja?"

Ucapan Vegas membuat Big terkekeh melihat Pol yang melebarkan matanya.

Pria lain berdiri. "Saya melihatnya, Pak Vegas pulang lebih dulu dari yang lain."

"Pete, kenapa kamu tidur di rumah Pak Vegas?" Pak Korn menghampiri Pete, Vegas melihat tubuh Pete menciut dan remasan pada lengannya. "Kamu kan punya tempat tinggal sendiri."

"Sa-saya..."

"Pete itu kecanduan game di komputer kantor Pak." Potong Vegas. "Saya memiliki game lebih banyak di laptop. Jadi saya membawa Pete tinggal di rumah malam itu saat tidak sengaja melihat Pete masih berada di danau, saya sudah jelaskan pada Pol dan Big. Tapi mereka menginginkan penyelidikan untuk Pete."

"Pak-"

Vegas menatap Pol. "Kamu yang paling bersemangat tentang pembunuhan ini Pol," Vegas mengangkat ponselnya dan dia serahkan pada Pol.

"Begini lagi." Decak Pol, membuat Big maju dan membaca pesan yang ada diponsel Vegas.

Pesan mengenai penutupan penyelidikan ini.

Vegas menatap Pak Korn. "Maaf Pak sebelumnya, bapak terlihat baru tahu soal kematian Kimhan, lalu kenapa ada laporan kalau bapak mengatakan untuk menutup kasus kematian Kimhan agar tidak membuat nama desa Ban Rai dan Ban Mai malu."

"Aa sebentar," Pak Korn menghampiri Vegas. "Saya tidak mengatakan apapun, saya bahkan baru tahu kematian Kimhan dari kalian."

Big menyerahkan ponsel milik Vegas, dalam pesan itu mengatakan bahwa Pak Korn menolak adanya penyelidikan, pesan yang dikirim kekantor kota lalu atasan mengirimnya pada Vegas sebagai kepala kantor polisi desa.

Next➡

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang