"Biar aku saja yang pergi ke kota. Rasanya bosan berada di sini." Vegas menawarkan diri. Dia meraih beberapa dokumen di atas meja milik Pol, "Kalian bisa catat apa saja yang kalian butuhkan, biar aku membelikan di kota."
Pol dan Big saling pandang, hingga Pol yang memiliki mulut ceplas-ceplos langsung bertanya. "Betul nih, Pak?"
"Iya. Anggap saja traktiran untuk merayakan bahwa kita menjadi rekan kerja saat ini, 'kan?" Ucap Vegas membuat Big tersenyum senang mendengarnya. Pria itu bisa mengirit sedikit.
"Iya sih, Pak. Dulu juga saat Pak Arm bertugas di sini, beliau mengajal kami makan-makan di desa sebelah." Pol berseru mengingat atasannya terdahulu membayar apa saja yang dia dan Big beli. "Ada tempat makan yang enak dan lumayan terkenal, Pak."
"Itu lain kali saja." Jawab Vegas. "Kali ini ... saya belikan apa saja kebutuhan kalian."
"Terima kasih, Pak!" Big dan Pol memberikan hormat padanya.
"Aku menginap ya, sekalian menunggu kartu tanda penduduknya jadi, daripada harus berulang-aling pulang dan pergi." Ujar Vegas lagi sebelum benar-benar keluar dari kantor. Dia masih berdiri di ambang pintu. Melihat keduanya mengangguk, Vegas bergegas keluar—pulang untuk mempersiapkan apa saja yang akan dia bawa besok.
~~~
Vegas menghentikan kemudinya saat melihat Pete tengah memunguti buah mangga di tanah. Vegas keluar—menghampiri Pete dan membantu memasukkan buah Mangga itu ke dalam keranjang.
"T-terima kasih."
Vegas tersenyum. "Pete, bicaramu memang gagap atau kamu sedang gugup?"
Pete tidak menjawab, dia bergerak mengangkat keranjang dan mulai melangkah menjauh.
Vegas menahannya. "Biar aku saja."
"Tidak! Terima kasih."
"Ayolah, naik mobil biar lebih mudah." Vegas mencoba melakukan tawar-menawar dengan Pete. "Berat kalau kamu harus menggendongnya."
Pete tidak menjawab.
"Seharusnya kamu mau, anggap saja ini sebagai perminta maafmu sudah berkata kasar kemarin." Vegas seperti sedang mencoba memanipulasi Pete. Laki-laki itu mengangguk setelah menunduk lama, membuat Vegas tersenyum dan membawa keranjang masuk ke dalam bagasinya. Lalu meminta Pete untuk duduk di depan—di sebelahnya.
Dalam perjalanan singkat itu, keduanya tidak berbincang. Vegas memaklumi privasi Pete yang diam dan tidak ingin di ganggu, sudah bagus laki-laki itu mau duduk di sebelahnya.
Mobil yang dikendarai Vegas masuk ke dalam area rumah Pak Korn, karena Pete bilang buah itu adalah milik Pak Korn.
Saat memasuki pelataran rumah kepala desa itu, Vegas menatap Pak Korn dan istri yang menyambut mereka dengan senyum merekah. Vegas menghentikan kemudi tidak jauh dari keduanya, dia keluar setelah Pete keluar dengan terburu-buru.
"Wahh, kok bisa sama Nak Vegas?" Tanya ibu kades. Berlari menghampiri Pete dan membantu untuk menarik lebih dekat ke arah pintu.
"Iya, tadi bertemu di jalan Bu." Balas Vegas.
"Mau mampir sebentar Nak Vegas? Kalau Pete masih ada pekerjaan." Ucap Pak Korn, Vegas menggeleng dan mengucapkan terima kasih sembari melangkah menuju mobilnya.
Sebelum membawa kemudi untuk keluar dari pelataran rumah Pak Korn, mata Vegas dan mata Pete saling menatap. Namun, Pete yang lebih dulu mengalihkan pandangannya.
"Dia bersikap seakan tidak butuh pertolongan. Akan tetapi, sorotan matanya terus memberikan tanda kalau dia membutuhkan itu." Gumam Vegas sambil memutar kemudi—keluar dari halaman rumah Pak Korn.
Next➡
KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA [END]
Mystery / ThrillerVegas adalah aparat negara yang mendadak dipindah tugaskan ke Desa terpencil. Selama bertugas, ia mendapatkan sebuah kasus pembunuhan. Vegas berusaha memecahkan kasus itu. [Sorry, this is BxB] [Complete since : 1 March 2023] © intanksm98