بسم الله الرحمن الرحيم
🌻
Pagi-pagi sekali, keenam pemuda yang usianya hampir sama itu sudah terlihat di beberapa rumah warga. Untuk menjalankan misinya, mereka terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mengunjungi rumah kepala adat setempat untuk melakukan wawancara. Satunya lagi mengunjungi rumah beberapa tokoh masyarakat untuk melakukan hal yang sama.
Aleena masuk kelompok pertama bersama Vio dan Hisyam. Sedangkan Erin, Fitrya dan Galang berada di kelompok kedua. Mereka berangkat dengan jalan kaki karena lokasi rumah-rumah yang akan mereka kunjungi tidak terlalu jauh.
Karena segala hal sudah mereka siapkan dengan matang jauh-jauh hari, kegiatan wawancara tersebut berjalan dengan lancar sehingga informasi dari penelitian itu sudah lebih dari cukup untuk dijadikan referensi skripsi. Demi memperluas wawasan, mereka juga melakukan interaksi langsung dengan masyarakat biasa serta beberapa lembaga sosial yang ada di desa itu.
Kegiatan tersebut selesai pada pukul empat sore. Sebelum balik ke penginapan, Aleena dan dua temannya memilih untuk mengisi perut mereka di salah satu warteg yang ada di sana setelah menunaikan sholat Ashar berjamaah.
Selain itu, mereka juga harus menunggu kelompok Erin selesai. Hisyam sudah memberitahu Galang agar dia dan yang lainnya menyusul ke tempat mereka sekarang.
"Tadi Galang chat, katanya sebentar lagi mereka ke sini." Hisyam memberitahu dua perempuan di depannya.
"Alhamdulilah ... jadi kita bisa makan bareng mereka dong," sahut Vio.
"Bisa, tapi kalau kalian keburu lapar, enggak apa-apa makan dulu saja," timpal Hisyam menampilkan senyum khasnya.
"Kita tunggu mereka saja, Syam." Aleena ikut menyahut. Hal itu membuat laki-laki itu mengangguk cepat.
"Oh, ya, Syam. Besok agendanya apa?" tanya Vio sambil menyeruput es tehnya.
Aleena yang tersadar akan hal itu ikut berpikir. "Kalau misalnya enggak ada, apa kita bisa balik besok?" usulnya tentu dengan beberapa pertimbangan.
Aleena berpikir, tugas mereka di tempat ini sudah selesai. Semua data dan informasi yang mereka butuhkan sudah didapatkan, lalu apa yang akan mereka lakukan di sini? Selain itu, Aleena juga sangat ingin pulang dan bertemu seseorang. Siapa lagi kalau bukan suaminya.
Mendengar dua pertanyaan itu, Hisyam terdiam sebentar. Mungkin laki-laki itu tengah memikirkan sesuatu untuk menjawab dua hal tadi.
"Insya Allah, besok kita bantu warga gotong royong bangun TPA di RT sebelah. Kata Pak Halim, pembangunan TPA itu sudah lima puluh persen. Mungkin kita bisa bantu supaya tempat mengaji itu bisa segera ditempati."
"Kalau gitu, aku setuju, sih," ujar Vio bersemangat. "Terus kira-kira baliknya kapan, Syam?"
"Insya Allah Sabtu atau enggak Ahad."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir untuk Arana [SELESAI] ✔️
Espiritual[SEKUEL BISMILLAH BERSAMAMU] *** Arana, dua insan yang dipersatukan takdir setelah mengalami luka dan keihklasan yang sama. Dua manusia yang merelakan takdir yang bukan milik mereka. Lalu membuka hati untuk menerima sosok yang sudah ditetapkan oleh...