Bagian Dua Puluh Sembilan

2.2K 123 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

بسم الله الرحمن الرحيم

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌻

"Siapa, Kak?" tanya Aleena sedikit penasaran karena wajah Zulfa yang kebingungan.

Setelah menghela napas panjang, perempuan bercadar itu menoleh ke arahnya. Menatap Aleena seakan meminta maaf padanya.

"Arjun telpon, Na."

Benar saja. Air muka Aleena berubah drastis. Ada sesuatu yang baru saja menembus ke hatinya. Tajam dan cukup menusuk. Bagaimana mungkin laki-laki yang ia cintai itu bisa menghubungi perempuan lain? Sementara dirinya sendiri tidak pernah ditelpon sebanyak itu akhir-akhir ini.

Aleena ingin sekali mengeluarkan sesuatu yang sekarang sudah memenuhi dadanya, tapi ia tahan. Segala pikiran negatif pun sedang berusaha ia ubah. Mungkin saja, Arjun tidak sengaja memencet nomor Zulfa bukan? Atau bisa saja ada urusan penting yang harus disampaikan.

"Angkat saja, Kak," ucap Aleena seolah tidak apa-apa. Namun Zulfa masih diam sampai beberapa detik lamanya. "Mungkin ada hal penting yang mau dia omongin."

Melihat pikiran positif yang terpancar dari mata Aleena, akhirnya Zulfa mengangguk dan lekas mengangkat telpon yang berusaha masuk sejak tadi.

"Assalamualaikum, Ar. Kenapa?" sapa Zulfa sengaja mengaktifkan mode loudspeaker agar Aleena juga bisa mendengar.

"Wa'alaikumussalam, Fa. Maaf kalau aku mengganggu waktu kamu."

Takut berbasa-basi di depan Aleena, Zulfa langsung menanyakan alasan laki-laki itu meneleponnya di situasi seperti ini. Aleena yang mendengar percakapan itu hanya bisa diam dan menyimak. Sebenarnya, ia bisa saja mencari alasan untuk pergi dari sana, tapi ia merasa tidak enak jika meninggalkan tamunya.

Mungkin karena sempat melamun dan memikirkan sesuatu, Aleena tidak sadar jika telpon perempuan di depannya sudah selesai. Aleena sedikit menyesal karena tidak mendengar apa yang mereka katakan tadi. Namun, di sisi lain, ia bersyukur karena gemuruh di dadanya sudah mulai mereda.

Mengingat waktu yang hampir larut, Zulfa lantas berpamitan pada Aleena dan Kunna. Seperti kebiasaannya, Aleena tidak akan menutup pintu rumah sebelum tamunya benar-benar pergi. Itulah yang dilakukannya sekarang. Berdiri di bibir pintu sembari memandangi punggung Zulfa yang sudah menghilang di balik gerbang rumahnya.

"Kak Zulfa wanita yang solehah, cantik, berpendidikan. Tidak heran jika banyak yang menaruh rasa padanya. Termasuk Arjun dulu," gumam Aleena kembali menghela napas panjang.

"Kak Aleena juga cantik, kok. Baik lagi," sahut seseorang dari belakang.

Perempuan itu membalikkan badan dan tersenyum pada Adit yang sudah berdiri di belakangnya. Entah sejak kapan anak itu ada di sana.

"Kenapa belum tidur? Besok, kan, sekolah," kata Aleena menutup pintu dan mengajak adiknya masuk karena angin malam terasa sangat dingin.

"Adit nunggu Kakak. Ini." Adit mengangkat buku tulis yang ia pegang. "PR Adit belum selesai, Kak."

Takdir untuk Arana [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang