Bagian Dua Puluh Empat

1.6K 109 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

بسم الله الرحمن الرحيم

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌻
...

Hening masih menyergap dalam ruangan serba putih itu. Tidak ada suara selain bunyi dari alat penampil denyut jantung di sampingnya. Rasa was-was dan takut seringkali mendatangi hati. Takut jika garis bergelombang dari alat tersebut tiba-tiba berubah menjadi garis lurus.

Bagaimana tidak khawatir? Sudah memasuki Minggu ketiga, sejak laki-laki dengan beragam alat medis menempel di tubuh itu menutup matanya. Tanpa ada tanda akan terbuka sedikit pun.

"Astagfirullah ...," lirihnya demi menghilangkan prasangka yang seharusnya tidak boleh ada di pikirannya.

Selama menemani sosok yang masih terbaring lemah itu, ia sudah berjanji untuk tetap bersikap optimis. Jangan sampai ada kata tidak mungkin dalam hatinya. Hatinya sudah berjanji untuk percaya pada takdir. Yakin jika takdir pasti membawa laki-laki itu kembali sembuh seperti sedia kala.

Demi menyuburkan rasa yakinnya, Aleena tidak pernah absen membacakan surah-surah favorit Arjun sekaligus membaca surah yang pernah dihafal olehnya. Bahkan ia dengan sukarela dan tanpa pamrih mengajak sosok itu berbicara. Meski akhirnya akan tetap sama, laki-laki itu sama sekali tidak membuka matanya.

"Jun, bangun dong ...," pintanya penuh harap. Kedua tangannya masih menggenggam erat jemari dingin yang terbebas dari selang infus.

"Kamu nggak capek apa tiduran terus, hm?" lanjutnya mencoba menerbitkan senyum di wajah pucatnya. "Udah hampir sebulan kamu nggak simak hafalanku, Jun. Udah lama kamu nggak jamaah sama aku. Udah lamaaa banget."

Perempuan itu mendongakkan kepalanya agar bendungan air di pelupuk matanya tidak tumpah lagi. "Jun, bangun yuk! Aku janji enggak akan bolos setoran lagi. Aku janji bakal nurutin semua perintah kamu. Aku-"

Aleena bersusah payah menahan air matanya, tapi gagal. Bulir-bulir asin itu sudah berjatuhan membasahi wajahnya untuk ke sekian kali. Ia sangat tidak bisa menahan rasa sakitnya ketika melihat Arjun hanya terbaring tanpa ada tanda-tanda akan bangun. Seolah laki-laki itu sudah menemukan tempat ternyaman di alam lain, sampai-sampai dokter belum bisa memastikan kesembuhannya.

 Seolah laki-laki itu sudah menemukan tempat ternyaman di alam lain, sampai-sampai dokter belum bisa memastikan kesembuhannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Takdir untuk Arana [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang