Bagian 1

10.6K 411 49
                                    

Author POV

"Terima kasih telah datang kemari!" ucap seorang gadis dengan senyum lebar si bibirnya ketika selesai melayani pelanggan yang datang untuk membeli roti di toko roti milik keluarganya ini.

Hari begitu terik, tapi tidak menghentikan kerja kerasnya di tempat ini. Baginya, menjadi orang yang sukses adalah sesuatu yang membanggakan sehingga ia ingin suatu saat orang-orang menatapnya penuh rasa bangga terlebih lagi orang tuanya.

Gadis itu menghela napas panjang, dia menutup mesin kasir dengan rapat-rapat lalu kakinya bergerak untuk menyusun beberapa roti tawar yang tidak terlalu rapi di etalase. Dia menikmati pekerjaan sampingan ini karena rasa bosannya bisa hilang ketika dia bekerja ditambah biasanya di hari Sabtu dan Minggu seperti ini, tidak ada jadwal perkuliahan yang padat seperti hari lainnya.

"Stok roti keju udah mau habis, ini mesti dicatat lagi nih mana yang udah kosong biar bisa ditambah," gumamnya sendirian sembari mengeluarkan buku catatan kecil dari saku apron yang dia kenakan.

Kling!

"Dek! Dek Rani!" Suara pintu kaca yang dibuka bersamaan dengan suara perempuan dewasa lantas terdengar di telinga gadis bernama Rani itu. Dia lekas menoleh, alisnya bertaut melihat kedatangan salah satu kakak iparnya yang terlihat panik.

"Mbak Santi? Kenapa mbak, kok kayak dikejer setan?" tanya Rani penasaran.

Santi memegang pergelangan tangan adik iparnya. Dia kelihatan sangat panik sekali. "Papa, dek! Sakitnya kumat terus masuk IGD! Kita buru nyusul ke sana," jelasnya.

Seketika Rani pun merasa sangat terkejut dan panik. Dengan langkah gemetar dia meletakkan catatan kecil beserta apron dari tubuhnya kemudian buru-buru dia menutup toko sebelum pergi bersama saudari iparnya menuju sebuah rumah sakit di mana Papa Rani kini tengah dirawat.

Selama beberapa tahun terakhir ini, Rani tahu kalau papanya sudah sering sakit-sakitan tapi sebenarnya Rani sendiri tidak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh papanya itu. Selama ini papanya selalu berkata bahwa penyakit yang dideritanya hanya sebuah penyakit kecil, tidak membahayakan dan semacamnya padahal Rani tahu bahwa bukan seperti itu keadaannya. Papanya ini adalah tipe orang yang suka menolak kenyataan. Dia selalu berkata baik-baik saja meskipun tubuhnya dipenuhi sakit yang tidak tertahankan.

Sesampainya di rumah sakit, Rani dan Santi langsung menemui sang papa yang sudah dipindahkan ke ICU. Wajah Rani sudah dipenuhi air mata, dia lekas mendekap ibunya dan melanjutkan tangis di sana. Papanya bahkan sampai masuk ICU, keadaannya sudah begitu parah padahal tadi pagi Rani berjumpa dengan papanya dalam keadaan sehat-sehat saja.

"Papa kenapa, ma? Papanya Rani baik-baik aja kan?" isak tangis Rani tidak bisa ditahan lagi ketika dia bertanya. Ibunya cuma bisa menenangkan sang putri bungsu sambil mengusap-usap punggungnya. Rani adalah anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara dan dia merupakan anak bungsu. Oleh karena itu, mama dan papa Rani sangat menyayangi dan memanjakan Rani setiap hari.

Melihat putri kesayangannya yang menangis tersedu-sedu karena papanya masuk ICU, tak bisa menahan desakan kesedihan pula di mata sang ibu.

"Kita berdoa aja ya, nak? Kita berdoa semoga papa lekas sembuh," jawab mamanya Rani dengan penuh kesedihan walaupun dia tahu bahwa suaminya kemungkinan bisa saja berpulang karena penyakit yang dideritanya ini sudah semakin parah dan menggerogoti tubuhnya sampai dokter pun memberikan penjelasan yang mengarah pada kematian.

Rani duduk di atas kursi tunggu dengan tatapan kosong. Matanya sembab akibat menangis terlalu lama dan dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Sudah cukup lama dia di sini menunggui papanya yang masih belum boleh ditemui oleh pihak keluarga.

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang