Bagian 5

5.1K 303 15
                                    

Author POV

Masa pendekatan ini bukanlah sekadar omongan belaka. Hampir setiap hari Adam menjemput dan mengantar Rani, terkadang mereka pun makan siang bersama. Sungguh, Rani masih selalu kaget tiap kali melihat wajah Adam muncul di depannya. Pria itu tidak pernah tersenyum, jarang berbicara, dan sangat menyebalkan. Rani sebenarnya tidak tahan lagi, dia ingin cepat-cepat menghindar tapi Adam selalu tahu rencananya.

Seperti siang hari ini, Rani diam-diam ingin pulang menaiki ojek online tapi kemudian Adam meneleponnya dan mengatakan bahwa dia sudah berada di parkiran gedung kampus. Pria itu selalu berhasil menggagalkan niat kabur Rani.

Sudah dua Minggu mereka seperti ini, Rani masih belum terbiasa. Orang tua Rani berpikir bahwa dia dan Adam sudah lumayan dekat padahal kenyataannya tidak sama sekali. Rani bahkan tidak tahu kenapa Adam masih mau saja mengantar jemputnya padahal Adam pasti tidak menyukai Rani.

Melangkah pasrah, Rani bergegas meninggalkan ruang perkuliahannya. Dia melihat Adam berdiri di pintu mobil sambil memainkan ponsel. Pria itu tampan, Rani tidak akan berbohong kepada dirinya sendiri bahwa dia terpesona melihat ketampanan Adam. Namun jika sudah berada di dekatnya, Adam menjelma seperti monster mengerikan. Rani tidak berani bersentuhan dengannya karena takut tercabik.

"Hemm, mas Adam udah lama di sini?"

"Masuklah." Adam tidak menanggapi ucapan Rani, dia masuk ke kursi pengemudi dan mulai menyalakan mobilnya. Rani mendengus kasar, dia seperti berbicara sendirian.

"Mas Adam nggak sibuk di kantor? Ini kan udah jam kantor?" tanya Rani hati-hati. Dia peduli dengan pekerjaan pria itu. Ini masih jam satu siang, harusnya waktu istirahat sudah berakhir kan? Adam pasti buru-buru untuk balik ke kantor.

Adam tidak mengatakan apapun. Rani melemaskan bahunya, dia duduk tenang sambil menatap keluar jendela yang menampilkan kesibukan kota Jakarta yang tidak ada habisnya. Wajah-wajah lelah di luar sana membuktikan betapa kerasnya hidup di kota padat seperti ini.

"Besok kita fitting baju pengantin. Mama aku yang temani kamu," ucap Adam tiba-tiba. Rani lekas menoleh, dia tidak tahu dengan hal itu. Sejak kapan memangnya keluarga mereka mulai merencanakan pesta?

"I-ini nggak terlalu cepet ya, mas?"

"Nggak ada yang cepat atau lambat. Tanggalnya sudah ditentuin," jawab Adam tanpa repot-repot menoleh lagi. Rani terdiam dengan wajah murung, sebentar lagi dia akan menikah dan statusnya masih berkuliah. Ini akan sangat merepotkan, belum lagi tahun depan Rani harus mengikuti kegiatan KKN. Bagaimana jadinya nanti itu?

Sesampainya di rumah Rani, gadis itu pun buru-buru meninggalkan mobil setelah berucap terima kasih. Namun sebelum benar-benar keluar mobil, Adam menahan lengan Rani.

"Besok jangan lupa, kamu nggak boleh pakek acara mau kabur segala. Paham?" tekan Adam. Suaranya yang berat dan penuh tuntutan itu membuat sekujur tubuh Rani merinding. Rani yakin sekali, cuma Adam satu-satunya lelaki yang sangat mengintimidasi. Wajar kalau tidak ada gadis yang mendekati Adam, perangainya seram sekali.

"I-iya, mas."

Gadis itu pun keluar dari mobil dan melangkah cepat-cepat ke dalam rumah. Bersama Adam hanya akan membuat Rani mati lebih cepat.

...

Kehebohan calon ibu mertuanya ini sungguh membuat kepala Rani pusing. Dia bukannya tidak senang, Rani bersyukur karena Tante Vania adalah calon mertua yang baik.

Hari ini Rani pergi ke sebuah butik yang menjual beragam gaun pengantin. Tempat ini lumayan terkenal karena desainnya yang indah dan modern, tentu saja harganya pun cukup mahal. Sudah empat kali Rani mencoba gaun-gaun putih yang menurutnya cantik tapi Vania masih merasa kurang.

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang