Bagian 27

4.8K 373 33
                                    

Author POV

Suasana rumah duka tampak dipenuhi dengan para kerabat dan tetangga sekitar yang mengenal baik mendiang papanya Rani. Orang-orang berdatangan silih berganti untuk turut berdukacita pada keluarga yang ditinggalkan. Rumah keluarga Rani tidak berhenti ramai bahkan setelah jenazah dikebumikan sore tadi.

Sebagai seorang menantu yang berbakti, Adam sama sekali tidak melewatkan setiap momen. Dia ikut langsung mengurus jenazah papa mertuanya bahkan ikut mengantarkannya ke liang lahat. Semuanya Adam lakukan atas dasar bakti dan sungguh, dia sedih sekali. Adam sempat menangis, dia bisa merasakan perihnya hati ketika ditinggal oleh orang yang paling disayang. Melihat Rani menangis keras sampai matanya sembab membuat Adam sangat terpukul. Tidak sekalipun dia meninggalkan istrinya. Adam selalu setia menemani Rani bahkan dia meminta mamanya untuk turut menyemangati Rani.

Hari sudah malam, satu persatu tamu pelayat pun pulang. Adam dan keluarganya masih ada di sini. Mereka membantu segala urusan dan tidak membiarkan keluarga yang ditinggalkan merasa sedih terus-menerus.

Di jam sepuluh malam itu, Adam masuk ke kamar Rani setelah memastikan pelayat sudah pulang dan keadaan rumah kondusif. Matanya memandang sendu kepada sang istri yang berbaring menyamping dengan mata terpejam.

Rani kelelahan, dia lelah menangisi kepergian papanya. Sebelum papa Rani dikuburkan, Rani bahkan sampai pingsan dan membuat keluarga mereka khawatir karena keadaan Rani yang sedang hamil. Adam benar-benar terpukul melihat keadaan istrinya yang seperti itu. Inilah yang dia takutkan, melihat Rani dengan kesedihannya karena ditinggalkan orang yang paling disayanginya.

Perlahan Adam duduk di pinggir kasur, dia menatap wajah polos Rani yang tertidur lelap. Matanya masih terlihat sembab, ada bekas jejak air mata di pipinya yang menandakan bahwa Rani tadi sempat menangis sebelum tertidur.

Adam menyentuh pipi sang istri yang terasa hangat. Rasa bersalah di dalam hati Adam semakin terasa menguak melihat kondisi mental Rani yang sedang turun sekali.

"Tidur yang nyenyak, Ran," bisik Adam. Perlahan bibirnya mendekat lalu dikecupnya lembut sudut bibir Rani. Adam menarik selimut sampai sebatas leher sang istri dan dia pun membiarkan Rani istirahat.

Adam kembali ke ruang tengah rumah ini, dilihatnya keluarganya masih berkumpul di sana. Ada Vania yang sedang merangkul Winda, mamanya Rani, dua wanita berumur itu juga sama-sama terlihat sedih.

"Pa, nggak istirahat?" tanya Adam kepada papanya yang duduk berbincang dengan kakak ipar Adam. Ketiga pria dengan umur yang berbeda itu lantas menatap Adam. Wajah Adam terlihat sangat lelah, mereka tahu bahwa Adam pun merasa begitu kehilangan belum lagi ada Rani yang harus selalu disemangati olehnya.

"Kamu aja duluan istirahat. Kasihan Rani sendirian," jawab Erick sambil menepuk pundak kanan putranya. Kedua kakak Rani pun mengatakan hal yang sama, Adam harus selalu bersama Rani agar wanita itu tidak merasa sedih. Pikiran stres bisa mengkhawatirkan untuk ibu hamil seperti Rani.

"Iya, Dam. Mending kamu istirahat juga, biar urusan sisanya kakak sama yang lain urusin," sahut Frans. Adam lantas mengangguk, dia berpamitan dengan semua anggota keluarganya lalu diapun masuk ke kamar Rani. Adam mencuci tangan dan kakinya, dia mengganti pakaian barulah setelah itu dirinya naik ke atas tempat tidur. Adam berbaring menyamping menghadap sang istri, tangannya terulur pelan untuk menyentuh pipi Rani. Wanita ini membuat Adam tidak bisa berhenti memikirkannya. Melihat Rani dalam kondisi seperti ini, Adam semakin kacau. Dia kerap menyalahi dirinya sendiri dan berharap bisa menukar semua kesedihan Rani dengan jutaan kebahagiaan.

Tubuh Rani sedikit menggeliat, Adam langsung merapatkan dirinya lalu membiarkan sang istri mendekapnya begitu erat. Adam mengusap punggung Rani, kasihan dia karena harus menanggung kesedihan di tengah rasa bahagia karena kehamilan. Adam tahu kalau istrinya jadi begitu tertekan.

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang