Bagian 24

6.2K 390 39
                                    

Author POV

Seminggu tinggal di rumah barunya bersama Adam benar-benar sesuatu yang melegakan sekali. Rani menikmati keindahan rumah tangga yang menurutnya ini adalah versi paling sempurna. Sikap Adam yang perlahan-lahan mencair dengannya adalah yang paling penting. Rani senang sekali mengetahui bahwa Adam mau mengubah sikap demi kelangsungan pernikahan mereka. Tidak ada satu hari pun Adam mendiaminya seperti yang selalu pria itu lakukan. Rani mengajari Adam caranya untuk menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab.

Hari ini mereka berdua sepakat untuk mengabari keluarga besar mengenai kehamilan Rani. Perut Rani memang belum kelihatan besar, tapi ada sedikit tonjolan jika diperhatikan. Setiap kali Rani mandi, dia akan menatap perutnya terlebih dahulu sembari mendoakan yang terbaik untuk janinnya.

Meoww...

Suara kucing gemuk yang perlahan mendekat membuat Rani menoleh penuh senyum. Wanita itu duduk bersimpuh sambil mengusap-usap kepala Snow yang semakin menggeliat manja di dekatnya. Adam baik sekali karena membawa Snow ke rumah mereka. Rani baru tahu kalau Adam juga menyukai kucing.

"Kamu tinggal di rumah dulu ya, Snow? Mami sama papi kamu mau pergi bentar, hihi."

Agak menggelikan menyebut panggilan itu, ya tapi Adam juga tidak mempermasalahkan sebutan apapun. Rani pikir mungkin dengan adanya panggilan manis seperti itu akan berdampak baik bagi pernikahannya ini.

Rani menoleh saat mendengar suara langkah kaki dari tangga. Wanita itu tidak bisa lepas memandang kepada sang suami yang sangat menawan mengenakan pakaian apapun. Padahal Adam cuma memakai celana training panjang dan baju santai, tapi dia tetap membuat hati Rani berdebar-debar indah.

"Kita ke rumah mama sama papa sekarang ya, mas?" tanya Rani dan Adam mengangguk. Pria itu ikut berpamitan dengan Snow. Kehadiran kucing gemuk ini seperti menarik semua energi negatif di rumah. Adam jadi sering tersenyum jika melihat kucing gempal ini.

Keduanya berangkat menuju rumah keluarga Adam terlebih dahulu karena memang jaraknya tidak begitu jauh. Rani semakin tidak sabar melihat reaksi mereka akan kehamilan ini.

Sesampainya di sana, Rani lebih dulu turun. Dia berjalan duluan ke rumah mertuanya dengan senyuman di bibir. Wanita itu mengetuk pintu lalu masuk ke dalam rumah. Vania menyambutnya dengan penuh riang. Mereka berdua berpelukan layaknya ibu dan anak kandung. Satu hal yang selalu Rani syukuri, dia memiliki mertua baik hati yang tidak pernah sekalipun mencelanya.

"Tumben nggak ngabarin mau ke rumah? Udah pada sarapan belum?" tanya Vania. Rani mengangguk kecil, dia melirik suaminya yang baru saja masuk rumah. Wajah tampan Adam entah kenapa kerap membuat Rani rindu walaupun baru terpisah beberapa menit.

"Ada yang mau diomongin ma, hehe. Papa mana ya ma?" tanya Rani. Dia duduk di sofa ruang tengah tepat di samping mama mertuanya.

"Ada tuh, lagi mandi. Mau ngomongin apa nih? Mukanya pada seger banget," goda Vania. Adam yang duduk tidak jauh dari mereka lantas berdeham, sebenarnya bingung juga bagaimana menyampaikannya. Sebelum berangkat ke sini, Rani meminta Adam yang menyampaikan perihal kehamilan ini. Rani ingin selalu melibatkan suaminya dalam setiap momen agar hubungan mereka semakin erat. Sejak Adam mau belajar untuk mencintai Rani, pria itu selalu menurut.

"Bukan obrolan berat. Kami bawa berita bahagia, Rani sedang hamil. Usia kehamilan--"

"HAMIL?! Ya ampun, akhirnya!?" Belum selesai Adam berbicara, Vania langsung saja mendekap sang menantu dengan penuh rasa syukur. Sudah lama Vania ingin mendengar kabar melegakan ini sampai rasanya dia ingin menitikkan air mata. Vania tahu kehidupan rumah tangga Adam dan Rani pastilah tidak semulus yang diharapkan, maka dari itu dia tidak sabar menunggu kabar kehamilan. Bagi Vania, kehadiran seorang anak mampu melekatkan hubungan suami dan istri. Dia belajar dari pengalamannya sendiri bersama sang suami.

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang