Bagian 2

5.7K 324 53
                                    

Author POV

Banyak yang berkata bahwa anak adalah salinan orang tua mereka. Biasanya sifat-sifat yang berasal dari ayah dan ibu, juga akan diturunkan kepada anak mereka. Entah itu sifat baik atau buruknya.

Adam adalah contohnya. Dia memiliki sifat cuek yang dia turunkan dari sang papa dan sifat keras kepala dari sang mama. Bukankah itu perpaduan yang pas untuk membuat kesabaran seseorang habis? Ya begitulah, Adam sering membuat orang kesal karena sikapnya yang jelek sekali. Walaupun begitu, dia orang yang sangat bertanggung jawab dan penuh prinsip sehingga orang-orang di sekitarnya tetap mau berteman dan baik kepadanya. Jika diperhatikan lagi, wajah tampan Adam lah yang membuat dia banyak didekati. Beruntung dia tampan, jadi sifatnya masih dimaafkan.

Pria berusia 26 tahun itu menghela napas panjang begitu sampai di rumah keluarganya, tempat dia dibesarkan. Pagar rumah terbuka otomatis ketika mobil yang dikendarainya sampai lalu Adam pun lekas masuk dan memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah.

Baru beberapa detik dia keluar dari mobil, tiba-tiba saja sang mama menggelayuti lengannya tanpa bilang-bilang. "Mama, apaan sih!"

"Ck, kamu nih kayak ketemu orang asing aja deh. Ini mama kamu loh, bang. Dua hari nggak pulang kan bikin mama kangen sama anak mama ini," balas Vania sambil mencubit gemas pipi putranya. Adam kembali berdecak, mamanya selalu saja bertingkah seperti ini.

"Ini Adam pulang, ma."

"Iya, tapi dipaksa dulu," balas Vania tidak suka. Wanita itu mengendus tubuh Adam dan menyadari putranya ini sudah mandi.

"Kamu pulang ke apartemen dulu ya?" tebaknya dan Adam hanya mengangguk. Vania menghela napas panjang, Adam sudah jadi anak yang sangat mandiri. Dia bahkan pulang dulu ke apartemennya seolah datang ke sini hanya ingin berkunjung saja.

"Ya udah ayo masuk. Papa nungguin di dalem," ajak Vania. Adam mengekori mamanya masuk ke dalam rumah.

Rumah mereka terlihat sepi, sepertinya adik-adiknya sedang bepergian. "Fira sama Kayla mana?" tanya Adam.

"Fira lagi nonton ke bioskop bareng pacarnya kalo Kayla udah tidur," jawab Vania. Adam melirik jam di dinding yang baru menunjukkan pukul tujuh malam, tapi adik bungsunya sudah tidur. Dibandingkan Shafira yang gemar sekali pergi ke sana kemari, Mikayla adalah tipe perempuan pendiam yang lebih suka membaca buku saja di kamar.

Adam mengikuti langkah kaki mamanya sampai masuk kamar utama. Di situ dia melihat sang papa sedang menonton berita di televisi kamar. Seperti anak berbakti pada umumnya, Adam meraih punggung tangan papanya lalu dikecupnya pelan.

"Jadi apa yang mau diomongin?" tanya Adam langsung. Tentunya dia pulang karena ingin memenuhi permintaan sang mama yang ingin membicarakan sesuatu dengannya. Jadi, Adam ingin dengar sekarang.

"Ish... Duduk dulu, bang. Kamu kayak buru-buru banget deh," ucap Vania sembari menyuruh putranya duduk di pinggir ranjang.

Vania dan Erick saling melirik lalu Vania pun segera menyusun kata untuk memberitahu Adam mengenai rencana pernikahan itu.

"Kamu inget kan sama Rani? Anak temen papa yang dua hari lalu kenalan sama kamu? Papanya Rani pengen banget liat si Rani nikah karena dia takut nggak sempat buat nikahin putrinya."

"Terus?" tanya Adam dengan alis yang menyatu. Tiba-tiba perasaannya jadi tidak enak. Adam merasa bahwa ada sesuatu yang berkaitan dengan dirinya dan ini bukan pertanda baik.

"Jadi, mama sama papa pikir kita bisa jodohin kamu sama Rani karena--"

"Nggak. Adam nggak setuju," potong Adam dengan cepat. Dia menatap tidak suka kepada mama dan papanya, kenapa mereka selalu membuat keputusan yang tidak Adam sukai?

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang