Bagian 11

4.9K 373 118
                                    

Author POV

Adam terpaksa ikut menginap di rumah Rani karena istrinya ini menolak untuk pulang dengan alasan masih merindukan orang tuanya. Ini sama sekali tidak ada di dalam rencana, tiba-tiba saja Adam berada di sini dan ikut menginap. Belum lagi papa mertuanya banyak sekali bertanya entah tentang pekerjaan ataupun rencana Adam di masa depan.

Sebenarnya Adam tidak masalah sama sekali, papa mertuanya sangat baik dengan memperlakukan dirinya seperti anak sendiri. Hanya saja, Adam tidak terbiasa berbicara panjang dengan orang lain. Dia selalu merasa risih dan gelisah.

"Sering-seringlah nginep di sini, ya? Papa sama mama sepi soalnya, kalo ada kalian kan jadi rame," ucap papanya Rani di pagi hari itu sebelum anak dan menantunya pamit pulang. Adam mengangguk sopan, dia mengecup punggung tangan kedua mertuanya. Papa Rani terlihat sangat pucat, bisa dilihat bahwa penyakitnya masih mendiami tubuh tua itu dan bisa saja kembali menyerang. Adam mendengar cerita dari mamanya Rani bahwa penyakit papa Rani memang sedang memburuk akhir-akhir ini.

"Nanti Rani balik ke sini lagi kok, pa. Rani juga sepi nggak ada papa sama mama," balas Rani dengan raut sedihnya. Gadis itu tidak bohong, dirinya begitu rindu bisa tinggal dengan orang tuanya lagi.

"Segerakan punya anak, biar makin berwarna. Papa jamin deh nggak bakal sepi," cetus sang papa. Pipi Rani sedikit merona, dia spontan melirik Adam yang ternyata ikut menatapnya seolah mengerti dengan kecanggungan ini.

Mereka tidak pernah berhubungan intim, Adam tidak pernah meminta haknya kepada Rani lantas bagaimana mau punya anak?

"Kami usahakan di waktu yang tepat, Pa."

Rani lekas menoleh menatap suaminya. Tidak pernah dia duga Adam malah memberi respon seperti itu. Kalimatnya mengindikasikan bahwa mereka akan punya anak dan itu artinya Adam memberikan harapan semu kepada orang tua Rani. Tanggapan pria itu membuat hati Rani kembali terasa nyeri. Adam bahkan tega memberikan harapan palsu kepada orang tua Rani.

"Iya, papa sama doakan biar cepat diberi kepercayaan dari Tuhan. Kami yakin kalian adalah calon orang tua yang baik," balas papanya Rani. Adam hanya tersenyum sopan, sedikit ada rasa bersalah di hatinya karena memberikan harapan seperti itu. Orang tua Rani selalu ingin yang terbaik, tapi Adam mengecewakan mereka dengan menyakiti Rani.

Selepas berbincang sambil bersiap-siap, Adam dan Rani pun lekas pamit pulang. Waktu sudah cukup mepet sedangkan Adam harus masuk pagi. Pekerjaan di kantornya bukanlah sesuatu yang mudah, terkadang ada saja masalah yang membuat kepala terasa ingin pecah.

"Kamu kuliah?" tanya Adam yang sedang fokus menyetir. Rani yang duduk di sebelahnya menoleh sedikit, dia memerhatikan lengan Adam yang terlihat sempurna ditambah ada urat-urat samar di kulitnya. Jujur saja, Adam laki-laki yang melebihi standar pria tampan.

"Uhm, harusnya ada tapi kebetulan dosen hari ini berhalangan hadir."

"Hmm."

Terjadi keheningan lagi, Rani kembali melirik Adam. Dia jadi kepikiran soal obrolan mereka kemarin tentang Rani yang bersedia menjadi wanita yang diharapkan Adam.

Tidak ada maksud lain dari perkataan Rani, dia berucap begitu karena dia tulus melakukannya. Sekarang tugas paling penting adalah menjadi istri yang berbakti, Rani tengah mencobanya. Namun Rani penasaran, kira-kira apa yang dipikirkan oleh Adam?

"Mas?"

"Apa?"

"Yang kemarin itu... Kamu sungguhan kan? Maksud aku, kita bisa mencoba dari awal sebagai pasangan yang menikah," tanya Rani setengah ragu. Jemarinya bertaut gugup dan rasanya dia jadi sakit perut karena takut mendengar jawaban Adam.

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang