Bagian 26

5.1K 333 13
                                    

Author POV

Selang dua hari kemudian, tepatnya hari Sabtu, Adam akhirnya memutuskan untuk menemui Marcel. Dia tidak boleh lengah dengan keadaan, jadi Adam harus bergerak cepat. Jadi hari ini dia akan menyelesaikan semuanya.

"Mas, aku hari ini mau ke rumah sakit buat jenguk papa. Aku nyetir mobil sendiri ya, mas?" ucap Rani di pagi hari itu. Adam tengah memakai kausnya, pria itu menoleh menatap Rani yang masih mengenakan handuk setelah dari kamar mandi.

"Aku anter aja," balas Adam. Rani menekukkan bibirnya, Adam tidak pernah lagi membiarkan dia mengendarai mobil sendiri. Adam beralasan bahwa mereka harus hemat bensin, tapi Rani tahu kalau suaminya itu pasti khawatir.

"Tapi kan kata kamu mau pergi? Aku ke rumah sakit nanti siang soalnya."

"Iya, aku anter kamu dulu," putus Adam. Rani menghela napas pasrah, kalau begitu terserah Adam saja. Lagipula, Rani senang jika bisa terus berdua-duaan dengan suaminya ini.

"Ehm, mau nggak minggu depan kita nonton? Aku pengen banget ke bioskop, udah lama nggak nonton di sana," ajak Rani penuh harap. Adam sejujurnya tidak suka pergi nonton di bioskop karena terlalu ramai, tapi wajah polos Rani begitu menggemaskan sehingga dia tidak tega jika menolak begitu saja.

Dulu dia juga sering mengalah demi Ella, itu karena Adam begitu mencintainya sehingga tidak mau sampai membuat perempuan itu kecewa. Apakah itu berarti sudah ada rasa cinta di dalam hati Adam untuk Rani? Adam merasakan sesuatu yang menggelitik tiap kali dia berdekatan dengan Rani.

"Hmm, nanti aku beli tiketnya buat Minggu depan," jawab Adam.

Senyum Rani makin mengembang, dia kemudian menempeli suaminya seraya mencium pipi Adam berulang kali. "Makasih ya, sayang! Aku seneng banget!"

Deg! Deg! Deg!

Jantung Adam rasanya ingin meloncat akibat berdetak sangat kuat. Cara Rani menunjukkan kecintaannya sungguh membuat Adam tidak kuat menampung semuanya. Kenapa baru sekarang Adam menyadari cinta itu?

"Kok diem doang? Mas Adam nggak suka ya dipanggil sayang?" tanya Rani. Melihat tidak ada reaksi dari suaminya membuat dia mengira bahwa Adam tidak suka sesuatu yang menggelikan seperti itu.

"Bukan gitu, kamu suka tiba-tiba."

Rani kembali tersenyum, itu berarti Adam menyukai panggilan sayang. Rani akan membiasakan memanggil Adam dengan sebutan sayang agar pria itu semakin luluh kepadanya. Rani sudah tidak sabar mendengarkan kata cinta dari bibir suaminya ini, tapi Rani tidak akan memaksa. Dia mau semuanya terasa tulus tanpa ada pemaksaan, jadi biarlah waktu yang menjawab.

"Kayaknya sifat asli mas Adam mulai keliatan, ya?" goda Rani. Dia masih senantiasa menempeli Adam padahal tubuhnya hanya terbalut handuk yang bisa kapan saja lepas. Kedua tangan Rani telah melingkari leher Adam, membuat posisi mereka berdua begitu dekat. Di jarak sedekat ini, mereka bisa saja berciuman.

"Sifat asli apa?"

"Hmm, apa ya? Mesumnya mungkin?" canda Rani sembari tertawa. Adam tidak akan menyangkal, menurutnya sifat itu memang murni dimiliki setiap pria normal. Tentu saja Adam akan selalu bereaksi jika Rani terang-terangan menggodanya seperti sekarang ini.

"Hmm, pakek baju sana. Aku laper," titah Adam sembari melepas kedua tangan yang melingkari lehernya. Jika terus begini, dia bisa saja menyerang Rani pagi ini.

"Sarapan di luar yuk, mas? Aku lagi males masak."

"Hmm, iya."

Rani dengan semangat mencari pakaian santainya. Sekarang Adam sudah tidak lagi menolak apapun yang dia mau. Pria itu selalu menuruti kehendak Rani.

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang