Bagian 23

5.7K 403 40
                                    

Author POV

Rumah mertuanya Adam memang terbilang luas untuk ditinggali berdua saja. Saudara-saudara Rani sudah berkeluarga dan mereka tinggal di rumah masing-masing menyisakan kedua orang tua mereka saja di rumah. Adam memang sesekali mengunjungi mertuanya untuk tetap menjaga hubungan kekeluargaan.

Satu malam sudah cukup baginya untuk menginap. Bukan karena Adam tidak betah di sini, tapi karena kamar Rani membuat Adam semakin merindukan wanita itu. Adam tidak bercanda, harum tubuh Rani tercium di hidungnya tiap kali dia mengendus bantal atau selimut. Adam tidak sanggup menahan keinginan untuk berjumpa apalagi sekarang Rani tidak mau dihubungi.

Kebetulan hari ini Adam tidak punya jadwal berat di kantor sehingga dia bisa menginap dan pergi agak siang. Kedua mertuanya ini merupakan pribadi yang bersahaja seperti mama Adam. Mereka selalu menawari Adam makan bahkan bertanya tentang banyak hal.

Pagi ini Adam tengah menemani papa mertuanya di halaman belakang rumah. Papa mertuanya punya seekor kucing jenis British Short Hair yang gemuk sekali. Dia bilang dulunya kucing ini dirawat oleh Rani, tapi sengaja tidak dibawa setelah Rani menikah karena kucing inilah satu-satunya yang menemani orang tua Rani.

"Nama kucingnya Snow, papa emang jarang biarin Snow keliaran di luar rumah soalnya takut dia kabur."

Adam tersenyum kecil, dia dengan gemas mengusap-usap perut Snow yang gemuk sekali. Seperti sudah akrab dengannya, kucing gemuk itu semakin menggeliat dan menempelkan tubuhnya pada Adam.

"Kayaknya si Snow suka sama kamu, Dam. Nanti bawa aja Snow ke apartemen kamu, biar rame."

"Kalo papa nggak keberatan," sahut Adam. Dulu dia pernah punya kucing peliharaan, tapi sudah lama mati saat Adam masih SMA. Sejak itu dia dan keluarganya tidak lagi memelihara hewan berbulu seperti ini. Sulit menggantikan posisi kucing mereka yang sudah mati.

"Adam, kamu baik-baik aja sama Rani kan?" Adam menoleh menatap papa mertuanya. Wajah pucat papanya Rani ini membuat rasa bersalah di hati Adam semakin menjadi. Dari awal menikah di tidak memperlakukan Rani dengan baik dan ketika Adam hendak memperbaiki kesalahannya, dia bingung mau memulai dari mana.

"Kami baik, pa."

Bibir pucat itu tersenyum mendengar jawaban sang menantu. Faisal tahu dia tidak salah memilih suami untuk putrinya. Adam lelaki baik yang tentunya bertanggung jawab. Anak bungsunya itu akan baik-baik saja bersama Adam. Kalau begitu jadinya, Faisal bisa beristirahat dengan tenang. Dia tidak lagi memikirkan soal masa depan Rani karena dia yakin putrinya akan selalu bahagia.

"Papa berterima kasih sama kamu, dengan kehadiran kamu, papa jadi makin tenang buat istirahat selamanya." Ucapan papa mertuanya membuat Adam duduk tegang di sebelahnya. Pria itu memegang telapak tangan sang mertua lalu digenggamnya erat.

"Papa harus sehat, Adam janji buat bahagiakan Rani seperti keinginan papa," balas Adam penuh keyakinan. Dia sudah mantap untuk memulai semuanya dari awal dan dia mau belajar mencintai. Adam harap ini akan menjadi awalan yang baru untuk masa depan keluarganya.

...

Tanpa terasa kini masa KKN Rani pun berakhir dengan penuh kelegaan dan juga kesedihan karena harus berpisah setelah 40 hari tinggal di satu rumah yang sama. Ada banyak memori yang tercipta selama KKN, Rani terharu jika mengingat perjuangannya untuk mengabdi kepada desa ini apalagi warga-warganya baik hati dan ramah sekali sehingga membuat mereka betah.

Sampai hari ini Rani belum memberitahu keluarganya tentang kehamilannya. Sebenarnya Rani ingin mengabari, tapi entah kenapa dia masih belum begitu yakin.

Pelampiasan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang