⊱──────ஓ๑☬๑ஓ──────⊰
Selama berada di tempat itu, Nathan dan anak-anak itu diperlakukan seperti binatang.
Tidak ada jendela dan jam di ruangan itu, hanya ada beberapa lampu temaram yang terpasang di langit-langit ruangan. Anak-anak tidak tahu kapan malam berakhir dan kapan pagi dimulai.
Pria penjaga tempat itu memberikan makanan pada Nathan berupa makanan yang sehat, tapi diletakkan di atas mangkuk tanpa sendok atau garpu sekali pun. Mangkuk berisi makanan itu dilemparkan ke dalam kandang. Sebagian berceceran ke lantai.
Nathan duduk di sudut ruangan sembari memeluk lututnya yang ditekuk.
Penjaga berlalu keluar dari ruangan setelah tugasnya selesai.
Seseorang mengetuk jeruji besi yang mengurung Nathan.
Nathan menoleh, ternyata seorang anak kecil perempuan yang tampaknya seumuran dengannya. Kandang besi mereka bersebelahan.
"Kau orang baru rupanya," kata anak perempuan berbadan gemuk itu.
Nathan mengangguk kemudian ia bertanya, "Tempat apa ini? Kenapa kalian semua dikurung di sini?" Nathan mengedarkan pandangannya ke sekeliling melihat anak-anak lainnya yang terkurung di sana.
"Aku tidak tahu. Setiap hari Kamis, penjaga membawa keluar satu orang anak dari sini. Anak baik yang terpilih dan menjadi kriteria mereka untuk dibawa keluar. Jika kau ingin dibawa keluar dari tempat ini, maka kau harus bersikap baik," jawab anak perempuan itu.
Nathan mencerna ucapan anak perempuan itu.
"Namaku Chloe." Anak perempuan itu mengulurkan tangannya melewati jeruji besi yang mengurungnya.
Nathan menerima uluran tangan gadis itu. "Namaku Nathan, Nathan."
Semakin hari, Nathan dan Chloe semakin dekat. Mereka menceritakan banyak hal tentang kehidupan masing-masing.
Nathan tiduran di lantai dengan kedua tangan yang dilipat sebagai bantalnya. "Aku tidak tahu siapa orang tuaku. Aku tidak pernah melihat wajah mereka," ujarnya.
Di jerujinya, Chloe yang tiduran menyamping menatap Nathan. "Kau tidak mengenal orang tuamu sama sekali?"
Nathan menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Chloe menatap kosong sambil memulai cerita, "Aku mengenal orang tuaku. Mereka yang membawaku ke sini. Orang tuaku sering bertengkar. Ibu bilang mereka berdua bertengkar gara-gara aku. Ayah bilang aku tidak seharusnya datang ke kehidupan mereka."
Nathan mendengarkan.
Chloe melanjutkan, "Jika mereka tidak menginginkan kehadiranku, kenapa mereka membuatku terlahir?"
Nathan mengubah posisi rebahannya menjadi menyamping. Ia menatap Chloe yang mulai menangis.
"Aku tidak mau merepotkan mereka, tapi kenapa mereka membawaku ke dunia ini? Aku juga tidak mau dilahirkan," tangis Chloe. Ia mengusap air mata yang membasahi pipinya menggunakan kedua tangannya yang mungil.
Nathan mengusap lembut rambut bocah perempuan itu. "Aku tidak pernah bertemu orang tuaku, tapi aku mengerti perasaan sakitmu."
"Setidaknya kau sedikit lebih beruntung dariku karena tidak pernah bertemu dengan kedua orang tuamu. Lebih baik seperti itu. Aku iri padamu," ujar Chloe.
Minggu berganti minggu. Satu per satu anak dibawa keluar dari jeruji besi yang mengurung mereka. Dan mereka tak pernah kembali. Tidak ada yang tahu bagaimana kabar mereka yang dibawa pergi dari tempat itu.
Banyak anak di dalam jeruji besi yang memohon untuk dibawa keluar, termasuk Chloe. Sementara Nathan tampak tidak terlalu peduli apakah dirinya akan dibawa keluar atau tidak. Nathan merasa lebih baik berada di dalam jeruji besi dan mendapatkan makanan daripada tinggal di panti asuhan yang terasa seperti tinggal di neraka.
Terlebih lagi Nathan memiliki teman baru yang baik, yaitu Chloe.
Hampir setiap hari penjaga membawa anak-anak baru dan dijadikan tahanan di jeruji yang kosong.
Nathan dan Chloe tetap bertahan di jejuji besi mereka. Keduanya selalu bersikap baik dan tidak memberontak, tapi penjaga tidak pernah membawa mereka keluar.
Hingga suatu hari, penjaga membuka pintu jeruji Chloe. Ia membawa bocah perempuan itu keluar. Sebelum pergi, Chloe tersenyum pada Nathan.
"Aku akan kembali dan memberikan kabar," kata Chloe.
Entah kenapa Nathan merasa khawatir melihat senyuman Chloe yang agak berbeda dari biasanya. Ia merasakan firasat buruk yang mungkin akan segera mendatangi Chloe.
Beberapa jam berlalu.
Nathan masih merasa khawatir. Ia memikirkan apa yang mereka lakukan pada Chloe. Apakah mereka benar-benar membebaskan Chloe?
Penjaga memasuki ruangan. Nathan mengernyit melihat kalung yang sedikit menonjol keluar dari dalam saku apron si penjaga. Ada sedikit bercak darah di kalung itu.
Nathan tahu jika kalung tersebut tak lain adalah milik Chloe.
Saat melewati jeruji besi Nathan, tiba-tiba langkah penjaga terhenti. Ternyata Nathan mengaktifkan kekuatannya. Kedua manik matanya berubah warna menjadi kuning terang.
Nathan melihat kunci yang mengait di ikat pinggang si penjaga. Nathan mengambilnya lalu membuka gembok yang mengunci jerujinya. Setelah Nathan berhasil keluar, ia membuka seluruh gembok yang mengurung anak-anak lainnya.
Nathan merasa energinya mulai habis. Ia segera mendorong tubuh si penjaga ke dalam salah satu jeruji besi kemudian menggemboknya. Setelah itu, ia membuang semua kunci ke saluran pembuangan.
Sebelum matanya kembali berubah normal, Nathan segera berlari keluar dari ruangan itu. Ia mencari jalan keluar dan mencoba mengingat jalan masuk yang waktu itu membawanya ke gedung terbengkalai ini.
Namun, tampaknya Nathan tidak ingat sama sekali.
Nathan masuk ke ruangan lain yang ternyata di dalam ruangan itu juga banyak anak yang dikurung di jeruji besi. Nathan baru menyadari jika setiap ruangan di gedung terbengkalai itu berisi anak-anak yang dikurung di jeruji besi.
Di pintu-pintu tersebut terdapat papan bertuliskan nama hari. Ruangan yang mengurung Nathan dan Chloe bertuliskan Kamis. Itu artinya mereka membawa keluar anak-anak yang dikurung setiap hari.
Nathan merasa sedih karena ia tidak bisa membebaskan mereka semua. Ia tidak tahu harus apa yang harus ia lakukan.
Warna matanya berubah menjadi normal. Ia melihat ke sekeliling lalu bersembunyi di balik tumpukan kayu.
Beberapa anak keluar dari ruangan Kamis. Mereka tampak senang karena sudah bebas. Terdengar pula suara si penjaga yang berteriak sembari memaki.
Salah satu pintu terbuka. Seorang pria berkepala botak di bagian tengahnya keluar dari sana. Nathan mengernyit melihat bercak darah di jas putih yang dikenakan pria itu. Dilihat dari penampilannya, tampaknya pria itu adalah dokter, mungkin dokter bedah.
Mendengar suara si penjaga, dokter bedah pun pergi ke sumber suara.
Nathan menyelinap masuk ke dalam ruangan dokter bedah. Aroma darah segar tercium jelas dari ruangan itu sama seperti pertama datang ke tempat itu. Ternyata sumber bau darah segar itu berasal dari ruangan tersebut.
Saat sudah berada di dalam ruangan, Nathan terkejut melihat beberapa mayat anak kecil yang tergeletak di lantai dengan keadaan perut dan dada terbelah serta menganga lebar. Mata mereka tampaknya juga sudah diambil.
Nathan menutup mulutnya dengan tangan gemetar. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Tanpa sadar, Nathan kencing di celana.
Terdengar suara langkah kaki menuju ke ruangan tersebut.
Nathan yang panik segera bersembunyi di dalam lemari. Ia melihat dokter bedah dan si penjaga masuk memasuki ruangan.
⊱──────ஓ๑☬๑ஓ──────⊰
12.00 | 4 Oktober 2016
Penulis Asli : Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
DRUSILLA
Fantasy⊱──────ஓ๑☬๑ஓ──────⊰ SERIES DRUCLESS ORIGINAL KARYA UCU IRNA MARHAMAH ⊱──────ஓ๑☬๑ஓ──────⊰ Nathan adalah pria yang memiliki kekuatan menghentikan waktu. Ia tidak tahu dari mana kekuatannya berasal. Sejak kecil, Nathan hidup sendirian di jalanan. Ia...