ஓ๑ BAB 40 ๑ஓ

33 3 0
                                    

⊱──────ஓ๑☬๑ஓ──────⊰

Taksi berhenti di seberang rumah besar bertingkat 3. Nathan keluar dari taksi kemudian ia membayar sopir. Taksi pun melaju pergi meninggalkan tempat tersebut.

Nathan menatap bangunan di depannya yang tampak seperti istana. Perhatian Nathan tertuju pada pelayan yang bekerja di rumah itu. Wanita tua itu bekerja dengan begitu tekun merawat tanaman di halaman depan rumah.

Nathan miris melihatnya. Di usianya yang sudah tua, wanita itu masih bekerja keras untuk mencari sesuap nasi.

Seseorang keluar dari rumah tersebut. Wanita paruh baya bergaun rumahan dan berpenampilan modis. Di usianya yang sudah setengah abad itu, dia tidak terlihat tua.

Nathan membeku melihatnya. Butiran bening mulai menggenang di pelupuk matanya.

Ya, wanita paruh baya itu adalah Marie, ibunya Nathan. Tentu Nathan masih ingat dengan garis wajah wanita itu.

Tampaknya Marie meminta pelayan tua yang sedang bekerja itu agar beristirahat.

Pelayan tua itu tersenyum sembari mengangguk kemudian berlalu.

Selang beberapa menit, sebuah mobil memasuki pelataran. Seorang pria berjas dan gadis berseragam sekolah keluar dari mobil tersebut. Mereka memeluk Marie.

Marie membalas pelukan kedua orang itu yang jika dilihat dari cara mereka berinteraksi satu sama lain, tampaknya kedua orang itu adalah anaknya Marie.

"Kau terlihat begitu bahagia dengan kehidupanmu ini, Bu. Kau bahkan menerima kehadiran kedua anakmu. Sepertinya kau sangat menyayangi mereka," ucap Nathan dengan suara bergetar.

Marie dan kedua anaknya masuk ke dalam rumah.

Nathan menunduk. Air matanya menetes jatuh ke tanah. Sebuah tangan menyentuh bahunya dan mengusapnya dengan lembut.

Nathan menoleh, ternyata Caesonia.

Lagi-lagi tangisan Nathan pecah seperti waktu itu. Ia memeluk Caesonia dan menangis sesegukan dalam pelukan wanita itu.

Caesonia membalas pelukan Nathan. "Menangislah sepuasnya jika itu membuatmu lebih tenang."

"Chloe benar, lebih baik tidak memiliki orang tua, lebih baik tidak mengenal orang tua dari pada hati ini sakit," tangis Nathan.

"Chloe yang malang, Nathan kecil yang malang juga." Caesonia mengusap lembut rambut Nathan.

"Wanita itu (Marie) begitu mencintai anak-anaknya yang baru. Dia tidak pernah seperti itu padaku. Dia memukuliku yang masih berada dalam perutnya. Dia berusaha membunuhku karena tidak senang dengan kehadiranku," tangis Nathan.

"Aku harap, kau tidak trauma pada perempuan setelah kejadian ini. Untuk apa juga kau mencari tahu tentang ibumu? Bukankah sebelumnya kau memang tidak ingin mengetahui tentangnya?" kata Caesonia.

Nathan tidak menjawab, ia masih terus menangis.

Setelah itu, Caesonia dan Nathan kembali ke Jepang.

Di dalam pesawat, Nathan dan Caesonia duduk bersebelahan.

"Ngomong-ngomong, bagaimana bisa kau mengetahui kalau aku kembali ke kampung halaman?" tanya Nathan sembari menatap Caesonia penasaran.

"Aku tahu karena aku Gyda Caesonia," sahut Caesonia.

Nathan menghela napas berat. "Maafkan aku, Caesonia. Aku pergi tanpa izin darimu."

Caesonia mengalihkan pandangannya sembari melipat kedua tangan di depan dada. "Aku bukan pemimpin kalian. Terserah kalian mau melakukan apa pun. Aku juga tidak masalah jika kau ingin keluar dari Tim Drusilla."

DRUSILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang