"Bahkan jika aku tidak bisa mengatasinya, aku akan bertahan dengan sedikit kekuatan dari keindahanmu."
<<<3
Alarm berbunyi memenuhi ruangan, membuat seseorang yang sedang bergelung dibawah selimut terbangun. Ana mematikan alarm ponselnya sembari mengecek. Moodnya sedang tidak bagus, ditambah lagi perutnya sakit sekali akibat siklus bulanannya. Kemarin Ana menunggu kabar dari Angkasa seharian yang katanya akan mengabarinya. Nihil. Bahkan nomernya saja tidak aktif. Lain kali Ana tidak akan berharap lebih.
Kalau diingat-ingat, mereka hanya sesekali melakukan chat atau vidcall tidak sesering orang yang sedang berpacaran, dan itupun tidak ada romantis-romantisnya hanya sekedar menanyakan meskipun ketikannya rada gemes sih, tapi sesudah itu selesai. Beda banget waktu ketemu langsung, Angkasa lebih care.
Dengan malas ia beranjak ke kamar mandi untuk menuntaskan ritual paginya sebelum berangkat sekolah. Sesudahnya gadis itu segera touch up di depan cermin, sekedar menggunakan skincare routine dan aneka produk lip yang digemarinya itu. Ah, gadis itu suka sekali mengoleksi produk untuk bibir seperti lip balm, lip tint, lip serum, lip cream, lip stick baik yang Matte, Nude atau Velvet. Tapi untuk pergi sekolah dia memilih lip tint berwarna cherry dan men tap tapnya lembut. Bibirnya berwarna pink pucat maka dari itu agar lebih fresh dan cerah dia memilih warna sedikit kemerah-merahan.
Sedang asik-asiknya menuruni tangga, Ana dibuat terkejut dengan kehadiran Angkasa yang duduk anteng dengan Mamanya di ruang tamu.
"Sa?"
Angkasa tersenyum, ah sangat menenangkan. Ana mengarahkan pandangannya ke Mama. Gadis itu takut jika Mamanya melakukan sesuatu yang buruk mengingat sikap orang tua yang agaknya seperti strict parent, apalagi jika soal pertemanannya. Itu alasan Ana tidak pernah membiarkan Angkasa bertamu kerumahnya.
"Ayo, Sa, berangkat," ajak Ana dengan cepat.
"Loh kok langsung pergi, Ana sarapan dulu sudah mama siapin sayang." Mama Ana menahannya.
"Sarapan dulu sana, masih ada setengah jam lagi." Suara yang akan menjadi candu bagi Ana itu pun mengalun. Angkasa yang paham pun segera memasang ekspresi meyakinkan. Ana menghela napas lalu beranjak ke arah meja makan.
"Teman ya? Yakin cuma teman?" Mama Ana sedang mengamati.
Ucapan yang keluar dari bibir calon mertuanya ini membuat Angkasa tersenyum namun sedikit siaga. Takutnya malah disuruh menjauhi anaknya dengan memberikan uang ratusan juta. Wow. Imajinasi Angkasa terlalu berlebihan.
Sebenarnya Angkasa tidak menyangka akan dihadapkan oleh Mamanya Ana. Mengingat Ana yang tidak pernah memperbolehkannya masuk dan juga Angkasa berada dihadapannya sekarang karena tidak sengaja. Ketika ia menjemput gadisnya di gerbang sambil mengobrol dengan satpam di depan seperti hari sebelumnya. Ternyata Mama Ana sedang menyiram bunga di halaman, membuat Angkasa mau tidak mau menyapa lalu lanjut dirinya yang disuruh masuk menunggu di dalam.
"Sebenernya saya sama Ana sudah berpacaran selama dua bulan lebih, Tante. Sebelumnya perkenalkan nama saya Angkasa." Masih dengan senyuman ramahnya.
"Oh Angkasa ya." Mama Ana ikut tersenyum. "Sudah sarapan? Mau ikut sarapan sama Ana di dalam?"
Dengan segera Angkasa menggeleng.
"Sudah sarapan tadi di rumah.""Nak, Tante harap jangan dibawa serius sama Ana. Namanya juga anak muda, kalian belum paham soal cinta cintaan."
Angkasa hanya mendengarkan tidak berniat untuk menyela.
"Lagian masa depan Ana sudah terjamin, dia juga sudah dijodohin sama anak temannya Papa Ana. Jadi biarin Ana fokus belajar."
Mama Ana mengatakannya dengan santai tetapi kata-katanya menusuk hati laki-laki itu.
"Ma? Apaansih, nggak usah bahas itu didepan Angkasa!" Ana mendengar beberapa kalimat yang membuatnya terkejut.
Angkasa membisu, dia merasa tidak berhak berada di sini.
"Loh kan Mama selalu mewanti wanti kamu untuk fokus saja pada studimu, Mama juga bebasin kamu mau jadi pengacara, dokter, atau apapun itu terserah asal tamat kuliah kamu harus terima dijodohin."
Sebelum bertemu Angkasa dia memang sudah pasrah saja jika dijodohkan, jadi dia tidak perlu repot-repot mencari pasangan. Toh, orang tuanya juga pasti nggak asal pilih kan. Tapi, semenjak Angkasa hadir Ana menyesali hal itu.
"Sekarang Ana sudah punya pacar jadi gak perlu jodoh-jodohan."
"Pacar juga nggak selamanya 'kan, nanti juga putus terus nangis," ucap Mama Ana mengejek.
"Ma bisa nggak sih gak usah bahas itu di depan Angkasa! Ayo Sa, berangkat." Kesal Ana.
"Tunggu." Angkasa menggenggam tangan gadis itu erat. "Tante, tolong izinkan saya ngejaga Ana selama yang saya bisa. Saya juga pastiin Ana tetap fokus dalam belajarnya. Terima kasih, saya dan Ana izin pamit." Angkasa mencoba meraih punggung tangan Mama Ana untuk di salam . Rasanya Ana ingin menangis saja melihatnya. Setelah itu Ana menarik Angkasa keluar sesegera mungkin dengan tangan mereka yang masih bertaut.
"Sa, Are you ok?" Ana memastikan, ditatapnya wajah laki-laki itu yang masih memberikan senyumannya. "Soal perjo-" tiba-tiba wajah cowok itu tepat di depannya membuat Ana membeku.
"Ssstt. Ayo nanti kita telat." Angkasa memasangkan helm dengan segera. Ana memilih bungkam dan menaiki motor. Mungkin Angkasa sedang tidak ingin membahas itu sekarang. Saat kekasihnya melajukan motor Ana langsung memeluknya erat, perlahan air matanya mengalir namun langsung diusapnya cepat, membiarkan angin menepuk wajahnya lembut. Apa yang sedang Angkasa pikirkan tentangnya sekarang, Apa cowok itu baik-baik saja? Gimana hubungan mereka kedepannya? Banyak pertanyaan yang muncul di benak gadis itu.
Segini dulu yaa guyss...
KAMU SEDANG MEMBACA
Senjanya Angkasa - Asahi Treasure✔️
Teen Fiction"Sa, gue baru tau Lo suka senja." "Iya tapi gue lebih suka senja yang dihadapan gue," kata cowok itu sambil natap Ana. Ana balik menghadap cowok itu. "Lihat tuh kedepan bukan ke gue." Tangannya secara spontan mengarahkan wajah Asa kedepan. Asa terta...