Chapter 14 - Emily's Effort

5 2 0
                                    

"Kami memohon maaf kepada Anda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kami memohon maaf kepada Anda. Putri kami memang kurang diajar dengan baik. Semua yang ia lakukan berada di luar pengetahuan kami," tutur ayah dan ibu Emily. Keduanya menyembah sampai tanah di hadapan Jacob ketika mengetahui hal tersebut.

"Ini bukan salah Anda. Aku berjanji akan membawanya pulang kembali dalam keadaan sehat," sahut Jacob seraya menundukkan kepalanya.

Keadaan di kediaman Jacob saat ini sedang hiruk pikuk. Mereka harus berusaha mengusir semua wartawan yang datang untuk mengabadikan momen bahagia mereka di hari setelah pesta pertunangan. Belum lagi, orangtua Emily jadi merasa bersalah karena kaburnya putri mereka.

"Emily. Kau benar-benar membuatku kelam-kabut karena kepergianmu," geram Jacob ketika sampai di dalam kamarnya.

Sudah seharian ini ia tidak mendapat informasi apa pun mengenai Emily, sedangkan orangtuanya dan orangtua Emily sibuk merahasiakan hal ini dan menutup mulut semua pelayan yang ada di kediaman.

"Sebenarnya ke mana kau pergi? Apa yang kau pikirkan?"

Akhir-akhir ini memang jarang berbicara dengan Emily semenjak masalah itu. Jacob jadi tidak tahu apa yang akan Emily lakukan ketika ia kabur. Gadis itu penuh dengan kejutan, itulah yang membuatnya bersikeras untuk menikahinya meski Emily tahu tujuan utamanya bukan karena cinta.

"Tuan, istirahatlah. Anda bahkan belum makan dari pagi," pinta pengawal Jacob ketika melihat langit telah berganti menjadi senja.

✿❀✿

Meja penuh dengan lembaran kertas, membuat pandangan Arthur menjadi buram. Pria itu berdiri dari tempatnya, menatap ke luar jendela ruang kerjanya.

Tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu kamar. Pandangan Arthur sontak beralih ke pintu, menunggu siapa yang hendak masuk ke dalam kamarnya.

"Kak, ini aku." Florine berdiri gemetar di luar pintu, antara takut akan diizinkan masuk atau malah diusir.

Arthur mengembuskan napas panjang. "Masuk," pinta pria itu berseru dari dalam.

Florine pun membuka pintu kerja yang selama ini menjadi tempat yang paling jarang ia datangi di rumahnya sendiri. Gadis itu berjalan seraya menunduk, menatap kakak laki-lakinya yang telah membalikkan badannya seraya melihatnya dengan ujung matanya.

Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir merah muda Arthur, begitu pula Florine. Interaksi antara mereka bisa diitung dengan jari. Keduanya saling berbicara jika ada keperluan saja.

"Kak. Aku ingin minta izin kepadamu."

Arthur mengerutkan keningnya. Ia sudah tahu apa keinginan adik perempuannya datang kemari. Ia adalah seseorang yang bertanggung jawab atas adik perempuannya semenjak ayahnya sakit keras.

Withered Roses [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang