Chapter 20 - Harus Bicara

4 2 2
                                    

Prang!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prang!

Jacob melempar vas bunga kamarnya sampai pecahannya memenuhi lantai. Amarahnya berkobar setelah mendapat kabar bahwa salah satu pengawalnya yang mengawasi gerak-gerik Florine tak kembali.

"Maafkan kami, Tuan. Kami pantas dihukum!" seru pengawal-pengawalnya kompak.

Jacob menghela napas kasar seraya duduk di kursinya. Ia menatap semua punggung yang menyembah di depannya, berpikir dengan otak cerdasnya itu.

"Aku akan pergi ke sana sendiri. Kali ini, aku tidak akan menundanya," geram Jacob.

Ini memang sudah malam, namun pria itu akan melancarkan aksinya besok pagi. Muak dengan segala hal yang berantakan ini, waktunya tidak akan ia sia-siakan.

✿❀✿

Emily masih mematung, sedangkan Eduardo melambaikan tangannya di hadapan gadis itu seraya memanggil namanya berkali-kali.

"Nona!"

"Ah, iya!"

Emily baru sadar setelah Eduardo menaikkan nada bicaranya. Pria itu menepuk dahinya, merasa bahwa dunia hampir berakhir.

"Nona, ini sudah malam. Saya mewakili Nona Florine berterima kasih karena Anda sudah hendak mengantarnya. Anda dapat tinggal di hotel perusahaan saya jika Anda mau," usul Eduardo untuk yang kedua kalinya.

Emily menatap kopernya yang berada di sampingnya. "Tapi aku tidak hanya mengantarnya saja, Florine berniat memintaku untuk tinggal di sini sementara."

Seperti petir menyambar ketika Eduardo mendengar hal itu. Sepertinya, adalah ide buruk jika Emily dan Arthur berada di bawah satu atap. Senyum kecutnya pun mengembang, ia langsung menyambar koper Emily tanpa basa-basi.

"Anda tinggal saja di hotel perusahaan saya, Nona. Sebenarnya, kediaman ini tidak menerima tamu, jadi saya berani mengatakan hal itu," ungkap Eduardo tanpa membengkokkan kebenaran.

"Tapi aku dan koperku sudah berada di sini--"

"Tidak masalah, Nona. Saya akan membawa Anda ke hotel," potong Eduardo. Pria itu tanpa ragu membawakan koper Emily menuju ke mobilnya.

Tak diikuti, Emily masih diam menatap kediaman besar yang telah gelap itu. Meski lampu menyinari dengan terang, tapi rasanya seperti gelap sekali.

Setelah sepuluh tahun, Emily nyaris melupakan wajah Arthur. Kini, rasa senang meluap di hatinya. Seperti bertemu dengan seseorang yang dirindukan.

Emily tak dapat menolak fakta bahwa ketampanan Arthur melebihi ketampanan tunangannya. Setiap hinaan akan fisik yang dulunya gadis itu lontarkan pada Arthur seperti hilang dimakan angin. Benar-benar berubah drastis.

Menatap kediaman ini telah membuatnya puas. Setidaknya, ia tahu di mana pria yang selama ini ia pikirkan tinggal dan menetap. Pergilah Emily dari sana, mengikuti Eduardo sampai ke dalam mobil.

Withered Roses [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang