Seluruh manusia yang ada di tempat itu terkejut mendengar sumpah yang keluar dari mulut Arthur. Kedua orang tua Emily naik darah. Mereka memerintahkan pengawal untuk mengusirnya.
"Berani-beraninya! Anak siapa kau? Kau harus dihukum karena kata-katamu telah menghina putri kami--"
"Tidak perlu, Ayah, Ibu." Emily memotong perkataan kedua orang tuanya. "Aku justru senang. Setelah ini, ia pasti tak akan menggangguku lagi," lanjut Emily.
Kedua orang tua Emily akhirnya diam tak mengambil tindakan atas permintaan putrinya. Arthur pun mengibaskan sepatunya dari sana. Pergi meninggalkan kediaman Emily lalu kembali ke rumahnya. Ia baru pertama kali semarah ini kepada seseorang.
Emily sendiri terkejut menghadapi kenyataan bahwa laki-laki yang sangat menyukainya itu akan mengujar kebencian padanya. Seharusnya ia tersenyum dan tertawa, namun entah mengapa gadis itu diam saja sedari tadi.
"Emily. Kau baik-baik saja?" tanya Jacob memperhatikan Emily.
Emily menganggukkan kepalanya. "Tentu. Aku baik-baik saja."
Mereka pun berjalan menuju ke mobil masing-masing. Namun sebelum itu, ibu Emily meminta pengawal membuang kertas fotocopy yang dilempar oleh Arthur. Setelah itu, ia masuk ke dalam mobil.
"Tidak. Jangan dibuang. Aku akan mengambilnya," pinta Emily ketika pengawalnya membawa kertas fotocopy itu di tangannya.
"Namun Nyonya meminta hamba untuk membuangnya--"
"Sudah kubilang tidak perlu. Biar aku ambil," tukas Emily. Ia mengambil kertas itu dari pengawalnya tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Dua mobil mewah pergi meninggalkan perumahan. Emily melihat ke belakang terus sedari tadi, Jacob tahu bahwa arah pandangannya ke rumah Arthur yang terletak di seberang.
"Apa yang kau lihat, Emily? Bukankah itu adalah rumah yang dibangun untuk pembantu?" tanya Jacob.
Emily mengangguk. "Benar. Itu adalah rumah si rambut emas," sahutnya.
Jacob mengerutkan kening. "Baru saja mengambil kertas kusut miliknya, kini kau melihat ke arah rumahnya. Sebenarnya ada apa denganmu? Apakah kau senang karena dia membencimu sekarang?" tanya Jacob.
Emily menunduk dan diam sebentar lalu kembali menghadap ke depan kembali. Ia menekuk bibirnya kemudian menganggukkan kepalanya. "Iya. Aku senang sekali karena dia membenciku. Pasti ia tidak akan bertemu denganku lagi."
"Baguslah kalau begitu." Jacob tersenyum seraya mengambil kertas milik Arthur yang masih berada di tangan Emily lalu merobeknya menjadi beberapa bagian.
Emily menghela nafasnya. Apa yang ia hadapi rasanya begitu tiba-tiba. Selama 3 tahun ia selalu mendapat pujian dan ungkapan penuh cinta. Ia hanya tak menyangka bahwa hal tersebut akan berakhir seperti ini.
"Aku bersumpah bahwa aku tidak akan menemuimu lagi. Emily, aku sangat membencimu!"
Hati kecil Emily seperti kosong rasanya, namun ia tidak perlu peduli akan hal itu. Benar kata Jacob, seharusnya ia senang karena sesuatu yang mengganggunya kini akan pergi dari hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Withered Roses [PROSES TERBIT]
Romance[TERBIT DI SAMUDERA PRINTING SEMARANG] "Aku begitu benci jika harus melihatmu lagi." Emily terlambat untuk menyesal setelah melukai hati pria yang berjuang untuk mencintainya. Perpisahan dalam sumpah untuk membenci dan tidak bertemu lagi sukses memb...