Eduardo telah mengerahkan pengawalnya untuk mengawasi. Sangat niat sampai menyamar sebagai waiter di restoran tersebut. Pria itu mengawasi dari lantai dua. Matanya tertuju pada Jacob yang sudah sampai dan diarahkan ke ruangan VIP.
"Ada beberapa pengawalnya di sekitar. Awasi mereka dan minta mereka keluar jika tidak menjadi pelanggan di restoran," titah Eduardo.
Fakta menarik tentang Eduardo. Pria itu adalah pemilik restoran yang ia datangi sendiri. Alasan mengapa Arthur memilih restoran ini adalah karena sahabatnya, Eduardo. Eduardo menghela napas lega karena Arthur tidak memarahinya walau ia harus membuang waktunya mengawasi Jacob.
Mobil hitam Arthur sampai di depan parkiran VIP. Florine turun dengan dituntun oleh kakak laki-lakinya, sedangkan Emily berjalan sendiri mengekori mereka dari belakang.
Diarahkan ke ruangan VIP, mereka akhirnya masuk. Eduardo melihat Arthur tak membawa pengawal sama sekali selain pengawal pribadinya.
Meja persegi panjang menjadi pemandangan pertama mereka. Ruangan serba kayu jati coklat, pengharum ruangan kayu cendana, dan banyak tanaman asli adalah pemandangan selanjutnya.
Jacob sudah duduk menghadap ke arah pintu masuk. Pria itu melirik Emily untuk yang pertama kalinya. Senyum tipis terpancar di wajahnya. Pria itu menepuk kursi sebelahnya yang belum berpenghuni.
Emily tanpa ragu memutari meja lalu duduk di sebelah tunangannya. Pria itu menarik tubuh Emily di sisinya, menunjukkan kepada Arthur bahwa Emily adalah miliknya yang ia banggakan.
Arthur sendiri tak peduli. Ia duduk berhadapan dengannya. Sebelahnya adalah Florine, yang menunduk tak berani menatap wajah Jacob.
Ruangan diserbu suasana hening. Lidah mereka semua seperti tercekat setelah asyik berdebat di kediaman Benedict tadi. Seorang waiter akhirnya masuk untuk memberikan pilihan menu mereka.
Setelah memilih menu, ruangan pun jadi milik mereka berempat. Emily yang kesal karena Jacob merangkulnya terlalu erat, melepaskan tangan kekar pria itu dengan lembut lalu mengembalikannya ke tempat.
"Bagaimana keputusan Anda, Nona Florentina? Siapkah Anda menerima lamaranku?" Jacob membuka percakapan dengan berani.
Arthur tak menatap dan menunjukkan wajah marah seperti apa yang diharapkan oleh Jacob. Malahan, mata biru tua itu menatap ke arah Emily yang menunduk karena malu.
Emily mendengar ucapan secara langsung yang menyebabkan renggangnya hubungannya dengan Jacob. Sepasang telinganya seperti akan tuli. Sesakit itu rasanya walau ia sudah siap melepaskan Jacob.
Florine menatap kakaknya, gadis itu takut dan memilih untuk tidak menjawab. Jacob menaikkan alisnya, menatap Emily karena Arthur belum melepaskan pandangannya dari tunangannya.
"Apakah ada yang hendak Anda katakan, Tuan Arthur?" tanya Jacob mengompori. Pria itu juga kesal karena Arthur terus menatap cinta masa kecilnya itu.
"Kau katakan padaku, apa ancamanmu pada Florine sampai ia mau menerima lamaranmu dengan paksa," cibir Arthur. Ia menaikkan wajahnya, mengeraskan rahangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Withered Roses [PROSES TERBIT]
Romans[TERBIT DI SAMUDERA PRINTING SEMARANG] "Aku begitu benci jika harus melihatmu lagi." Emily terlambat untuk menyesal setelah melukai hati pria yang berjuang untuk mencintainya. Perpisahan dalam sumpah untuk membenci dan tidak bertemu lagi sukses memb...