"Tuhan, terima kasih untuk hidangan malam ini. Semoga menjadi kesehatan dan kekuatan bagi kami. Amin."
Setelah selesai berdoa, ketiganya mulai makan bersama. Diiringi oleh canda tawa dan berbagai cerita malam itu begitu indah.
"Malah sepertinya saya yang berutang budi kepada Anda, Nona," kekeh Eduardo. Dijawab gelengan kepala oleh Emily.
"Sudah seharusnya aku membayar kebaikanmu yang tiada habisnya."
Emily duduk di seberang Florine dan Eduardo yang bersebelahan. Seperti menjadi nyamuk bagi dua orang tersebut, ia hanya dapat tersenyum kecil. Ingin rasanya, ia makan di meja tersebut berempat bersama dengan Arthur juga.
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan kepada kalian." Florine membuka topik pembicaraan baru.
Eduardo dan Emily sudah menyiapkan sepasang telinga mereka untuk mendengar. Florine pun memajukan tubuhnya seraya melipat tangannya di atas meja.
"Kakakku menghadiri beberapa kencan buta," bisik Florine.
Eduardo terbatuk keras setelah mendengar hal tersebut, sedangkan Emily tertegun dalam diam.
"Dia bahkan tidak menceritakannya padaku," sahut Eduardo heran. "Dari mana kau mendengarnya, Flo?"
"Ia berbicara dengan seseorang, tadi sebelum aku pergi dengan Kakak. Sepertinya dengan pengawalnya, Joel."
Emily terpaku dalam diam. Hal tentang Arthur bukan urusannya. Namun, entah mengapa hatinya merasa kesepian setelah mendengar hal itu.
"Apakah ia pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita sebelumnya?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Emily.
Florine menggelengkan kepalanya. "Tidak pernah. Kakakku menghabiskan hidupnya dengan sibuk bekerja. Tak heran mengapa ia menjadi sesukses ini."
"Nona Emily adalah wanita pertama yang menginjakkan kaki ke dalam rumahnya," timpal Eduardo tersenyum. "Jika kalian berdua tidak memiliki sejarah kelam, pasti kalian telah berjodoh."
Emily tersenyum simpul. "Tidak mungkin ada yang seperti itu. Aku mendoakan yang terbaik untuknya. Mungkin jika ia menikah nanti, aku akan menghadirinya walau tidak diundang."
Florine terkekeh. "Tenang saja, Kak. Aku akan mengundangmu."
Suasana menjadi hening setelah membahas hal yang seharusnya tak perlu disinggung. Emily tersenyum kembali lalu melanjutkan makan malamnya.
"Oh, iya. Aku belum pernah bertemu dengan orangtuamu untuk memberi salam. Di mana mereka?" tanya Emily.
Florine menatap Eduardo sejenak. Pria itu menganggukkan kepalanya. Entah apa yang mereka berdua lakukan. Seperti berbicara dengan bahasa isyarat.
"Ada di mansion belakang kediamanku. Apakah Kakak mau datang ke sana diam-diam untuk memberi salam? Aku pastikan, kakakku tidak akan menyadari kedatangan Kakak," usul Florine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Withered Roses [PROSES TERBIT]
Romance[TERBIT DI SAMUDERA PRINTING SEMARANG] "Aku begitu benci jika harus melihatmu lagi." Emily terlambat untuk menyesal setelah melukai hati pria yang berjuang untuk mencintainya. Perpisahan dalam sumpah untuk membenci dan tidak bertemu lagi sukses memb...