Chapter 22 - Go Away!

9 2 0
                                    

Florine ingin sekali melangkahkan kakinya kembali ke hadapan Emily dan Arthur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Florine ingin sekali melangkahkan kakinya kembali ke hadapan Emily dan Arthur. Namun, ia memilih untuk mengurungkan niatnya. Masih terkejut dengan kenyataan bahwa kakaknya mengenali Emily. Bahkan, Arthur kini mengusirnya tanpa ragu dan sungkan.

"Maaf?" Emily menaikkan alis seraya meminggirkan rambut yang menutupi telinganya. Memastikan bahwa pendengarannya masih berfungsi dengan baik.

"Pergilah," pinta Arthur. Pria itu sabar. Namun, kesabarannya ada batasnya.

Emily memundurkan langkahnya. Ia menunduk sungkan. Ketika bertemu dengan Arthur, rasa senangnya memuncak. Apa yang telah ia lakukan pada pria itu seketika ia lupakan.

"Maaf," ujar Emily. "Apakah masih sempat bagiku untuk mengatakannya?" tanya wanita itu sedih.

Arthur menggelengkan kepalanya. "Pergilah," pinta Arthur sekali lagi. "Sebelum aku berubah pikiran," lanjutnya.

Emily mengerutkan keningnya. Ia memajukan langkahnya, mendekatkan diri pada Arthur sampai kini pria itu yang perlahan mundur.

"Arthur. Sudah sepuluh tahun yang lalu," tegas Emily. "Kita baru bertemu saat ini. Banyak sekali yang ingin kubicarakan denganmu," lanjutnya.

Florine merasa bahwa ia tak pantas mendengar percakapan kedua orang itu saat ini. Namun, ia akan berjaga jika Arthur melakukan hal yang mengejutkan.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Pergilah. Jangan mempermainkan kesabaranku," usir Arthur tanpa jenuh. Nada bicaranya masih rendah. Sayangnya, pria itu lupa bahwa Emily bukanlah wanita yang mudah menyerah.

Emily menggelengkan kepalanya. "Aku sudah sampai sini jauh-jauh. Banyak yang perlu kubicarakan, entah itu mengenai Florine ataupun dirimu. Aku mengerti, kesalahanku di masa lalu tidak dapat dimaafkan. Namun, setidaknya berikan aku waktu--"

"Pergi!"

Seluruh pelayan yang menonton diam-diam kini diusir dalam sunyi oleh pengawal Arthur. Benar-benar celaka. Untung saja, ia telah menghubungi Eduardo agar dapat datang.

Emily terkesiap ketika Arthur membentaknya. Entah dari kemarin malam atau pagi ini, Arthur berbeda dengan remaja laki-laki yang terakhir kali Emily ingat.

"Kakak ...." Florine menenangkan Arthur yang kini menatap tajam Emily. "Dia adalah tamuku. Aku akan pergi bersamanya jika kau merasa tidak nyaman--"

"Tidak ada yang perlu pergi selain Nona Emily dari rumah ini," potong Arthur tanpa melepas pandangan bencinya dari Emily. "Pergilah," usirnya terus menerus.

Senyum di wajah Emily pudar, sorot matanya jadi gelap. Seperti pedang menusuk hatinya, dan ia merasa bahwa ia seharusnya tidak pantas untuk sakit hati.

"Aku ... aku hanya ...." Emily tertawa kecil seraya menundukkan wajahnya. "Maaf, Arthur. Aku benar-benar minta maaf walau terlambat. Selama sepuluh tahun ini, aku masih tidak menyangka bahwa kata-kata terakhirmu itu adalah kenyataan."

Withered Roses [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang