Chapter 11 - Menerima Keputusan?

8 1 0
                                    

Florine sampai di pintu gerbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Florine sampai di pintu gerbang. Ia merogoh ponselnya untuk menghubungi taksi. Napasnya sesak, letih sehabis berlari keluar dari kediaman Jacob.

"Ya Tuhan ... jantungku hampir lepas," gumam gadis itu.

Baru saja hendak memesan taksi, tangan mungil Florine digenggam erat oleh tangan besar yang kekar. Gadis itu terkesiap, kakak laki-lakinya berdiri tinggi di hadapannya.

"Kakak!"

"Berani-beraninya kau kembali ke kota ini. Pulanglah bersamaku!"

Florine merasakan sakit dari cengkeraman erat tangan kakaknya. Ia hanyalah gadis bertubuh lemah yang sakit-sakitan, tak mampu menerima tekanan itu.

Sampai Eduardo datang lalu melepas tangan Arthur. "Kau sangat kasar. Tidakkah kau lihat bahwa adikmu kesakitan?"

Arthur berdecak kesal lalu masuk ke mobilnya. Pintu mobil ditutup dengan keras, menandakan kemarahan pria itu yang meluap.

Florine benar-benar takut dengan kakaknya itu, melebihi rasa takut pada ayahnya. Air mata keluar menunjukkan reaksinya, membuat Eduardo terpaku diam menatap gadis itu.

"Hai. Kita bertemu lagi. Aku Eduardo, tentu kau mengenalku," sapa Eduardo seraya mengeluarkan sapu tangan dari sakunya.

Florine menundukkan kepalanya lalu menatap sapu tangan yang diulurkan kepadanya. Merasa tak pantas, namun jika tak mengambilnya maka mengurangi rasa hormat.

"Terima kasih, Tuan." Florine menerima sapu tangan putih yang lembut itu lalu mengusap air matanya. "Saya akan mencucinya terlebih dahulu sebelum mengembalikannya," lanjutnya.

Eduardo menggelengkan kepala. "Tidak perlu. Kau simpan saja. Kau terlalu sungkan padaku, padahal aku seharusnya--"

"Kalian masuklah. Kau terlalu banyak bicara, Ed," potong Arthur seraya mencibir kawannya. Jendela mobil dibuka, dan mereka tidak menyadarinya sedari tadi.

Eduardo tertawa menatap Arthur. Melihat pesona dan cahaya yang dipancarkan dari wajah pria itu membuat senyum di wajah Florine mengembang.

Ia sangat tampan dan ceria, pikir gadis itu.

Florine pun masuk ke dalam mobil. Kakak laki-lakinya duduk di depan bersama sopir di sebelahnya, sedangkan ia bersebelahan dengan Eduardo.

Begitu canggung dan hening. Eduardo sendiri diam karena mengetahui suasana hati Arthur yang sedang tidak baik. Tadinya Arthur mau meminta pengawal menjemput adik perempuannya, namun karena Eduardo bersikeras untuk ikut, pria itu akhirnya ikut juga.

Aku tidak akan membiarkan si cerewet itu mendekati adikku, tegas Arthur dalam hati.

Eduardo tertawa kecil menatap sorot sinis dari mata kawannya. Pandangannya beralih ke Florine, gadis yang dulunya masih balita, kini telah beranjak remaja. Sosoknya yang cantik dan anggun saat pertemuan pertama mereka di umur dewasa nyaris membuatnya menganggap bahwa Florine adalah orang asing.

Withered Roses [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang