Arthur akhirnya menutup mulut. Pria itu mengakui, bahwa ia tidak mampu mengusir Emily dengan cara apa pun. Duduklah ia di sofa ruang tamu. Tak membiarkan Emily duduk sama sekali hingga wanita itu terus berdiri di hadapannya.
"Jacob berencana akan meminang adikmu menjadi selirnya. Tak menggelar acara pernikahan apa pun, hanya perjanjian di atas surat saja. Florine dapat menceritakannya secara lengkap jika ia mau. Namun, kau harus mendengarkannya sungguh-sungguh. Saya bisa membantunya untuk menjelaskannya kepadamu," jelas Emily.
"Percuma saja. Anak itu tidak mau bicara apa pun padaku," sahut Arthur ketus.
Emily mengerutkan keningnya samar. "Dia adalah adikmu. Meski ia melakukan kesalahan, nasihatilah ia dengan baik-baik. Ia adalah seorang perempuan yang lemah lembut, tak dapat kau samakan dengan seorang adik laki-laki."
Arthur mengubah pandangannya menjadi gelap hingga Emily menutup mulutnya. "Maaf, aku kelewat batas," tutur Emily karena menasihati Arthur.
Seperti di alam mimpi ketika melihat Arthur yang sangat membenci Emily berada di bawah atap bahkan di ruangan yang sama. Keduanya berbincang selama 10 menit saja, telah membuat para pelayan dan pengawal takjub.
Pengawal pribadi Arthur sangat mengenal tuannya melebihi adiknya sendiri. Pria itu takut dan ragu jika Arthur bertemu dengan orang yang paling dibencinya.
Arthur menoleh menatap pengawalnya ketika Emily telah menjelaskan apa yang ia pahami. "Panggil Florine kemari," titah pria itu.
Pergilah Joel ke lantai dua. Sementara, Emily duduk di lantai karena yakin bahwa Arthur tidak ingin dirinya mengotori sofa.
Putri konglomerat kaya raya kedua di kota tetangga kini rela duduk di lantai demi menyelesaikan masalah yang telah diperbuat oleh tunangannya. Emily mengeluarkan ponselnya ketika suasana telah canggung. Wanita itu tak sadar, bahwa Arthur tak melepaskan pandangannya darinya.
Wanita ini tetap tinggal di sini walau aku mengusirnya berkali-kali. Sebenarnya dia ini siapa? Bukankah dia begitu membenciku? Sepertinya otaknya telah kehilangan fungsinya, pikir Arthur.
Florine menuruni anak tangga. Wajahnya kusam, matanya bengkak karena menangis. Emily langsung berdiri seraya menghampirinya.
Keduanya berbicara berbisik-bisik, dilihat oleh ujung mata Arthur. Florine memeluk Emily sambil menangis, sedangkan Emily mengusap punggungnya lembut.
"Sekarang ceritakanlah kepada kakakmu," pinta Emily ketika Florine telah duduk di sofa. Wanita itu tetap berdiri menyaksikan kakak-adik di hadapannya.
"Silakan duduk, Nona." Florine menepuk sofa sebelahnya yang kosong. Namun, mendapat gelengan kepala dari Emily.
"Aku berdiri saja," sahut Emily seraya tersenyum.
"Duduklah." Arthur membuat Emily mengalihkan pandangan menatapnya. Pria itu menunjuk sebelah Florine yang kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Withered Roses [PROSES TERBIT]
Romance[TERBIT DI SAMUDERA PRINTING SEMARANG] "Aku begitu benci jika harus melihatmu lagi." Emily terlambat untuk menyesal setelah melukai hati pria yang berjuang untuk mencintainya. Perpisahan dalam sumpah untuk membenci dan tidak bertemu lagi sukses memb...