9

22.4K 1.7K 38
                                    

Miu menerima permintaan maaf dari kedua anak lelaki keluarga Wiguna itu selang beberapa hari setelahnya. Tiba-tiba saja, keduanya datang ke rumah Miu bersama dengan orang tuanya, meminta maaf secara formal karena sudah mengganggu Miu. Awalnya, orang tua dan kakak-kakak Miu kebingungan, tetapi langsung berang ketika tahu jika si bungsu favorit semuanya diganggu. Namun, mereka tersenyum bangga setelah tahu jika Miu menghajar keduanya dengan raket tenis. Ya, memang begitu seharusnya menangani OKB yang suka melecehkan perempuan.

Dan tentu saja, Miu menceritakan hal itu pada tiga temannya saat mereka berkumpul Rabu malamnya, Abel, Sara dan Nessa. Bahkan, ia juga menceritakan pertemuannya dengan Rasen, bagaimana Rasen menangani kedua lelaki itu dan kemudian mengajaknya ke Lapangan Jajan.

"Kalau sejauh ini sih, gue nggak yakin dia suka sama lo atau nggak. Kalau mau bilang suka, kayaknya itu cuma demi sopan santun nggak sih?" Sara menatap Miu yang sedang menggoreng ayam ungkep yang ia buat. Sementara, Sara sendiri sibuk mencuci selada.

"Kalau menurut gue, dia udah ada ketertarikan sama lo, Miu!" kata Nessa sambil memasukkan sirup ke dalam baskom berisi sup buah yang akan mereka santap malam ini.

"Udah, Sa! Diabetes nanti kita," cegah Abel saat melihat Nessa memasukkan terlalu banyak sirup.

"Belum manis, Bel!" sanggah Nessa.

"Lo minumnya sambil lihat gue, pasti manis!" balas Abel membuat Nessa menendang kakinya.

"Geli banget gue sama lo," omel Miu, berkacak pinggang sambil menggoreng ayamnya.

Abel hanya terkekeh, lalu kembali membantu Nessa mengaduk sup buah. "Tapi ya, masa dia tertarik sama Miu yang waktu pertama kali datang udah heboh banget penampilannya. Kayak pedangdut mau disawer."

"Ya mana tahu gara-gara lihat Miu seleranya langsung berubah?" balas Nessa. "Lagian, temen kita biar begitu-begitu kagak jelek-jelek amat sih."

"Baru sadar lo, kalau gue cantik?" sambar Miu dengan nada angkuh.

"Mending lo angkat aja itu ayamnya sebelum gosong!" omel Sara membuat Miu berdecak dan membalik ayamnya yang ada di penggorengan.

Perempuan itu kemudian meniriskan ayamnya dan menyajikannya di piring setelah yakin sisa minyak yang menempel di ayam sudah kering. Miu membawa ayam gorengnya ke meja makan. Karena mereka semua berada di apartemennya, meja makan Miu agak sedikit kecil. Barang-barangnya jadi berhimpitan di sana-sini.

Saat Miu meletakkan ayam gorengnya di meja, Abel tanpa sengaja melihat sedikit bekas seperti lebam di punggung tangannya. Tidak terlalu jelas karena sudah pudar, tetapi Abel tetap dapat melihatnya karena kulit Miu yang putih mulus.

"Itu tangan lo kenapa?" tanya Abel membuat Miu melirik tangannya dan mengangkat bahunya ringan.

"Kayaknya gara-gara gue main tenis kemarin deh, atau karena gue mukul orang itu ya?" dusta Miu sambil duduk di kursi.

"Buset, main tenis sampai segitunya," komentar Abel lagi.

Miu tak menyahut, menatap punggung tangan kirinya yang lebamnya mulai berkurang. Miu menceritakan semua tentang kejadian hari Sabtu itu, kecuali tentang Rasen yang menggenggam tangannya erat tanpa sebab, kelihatan seperti orang ketakutan. Miu tidak yakin mengapa Rasen begitu, tetapi dari keadaan sekeliling, Miu menebak Rasen seperti itu karena mendengar sirine ambulans. Mungkin laki-laki itu phobia suara sirine? Miu tak mau bertanya karena tak mau melibatkan dirinya lebih jauh dengan Rasen dengan mengetahui hal yang membuatnya tegang begitu.

Makanya, Miu berpura-pura tak terjadi apa-apa saat Rasen akhirnya melepaskan genggamannya. Sekalian, ia melakukannya supaya kelihatan seperti perempuan egois yang hanya peduli pada diri sendiri. Harusnya, jika ia bersikap begitu, Rasen tidak akan tertarik sama sekali padanya.

Sara bergabung di meja sambil membawa selada yang sudah dicuci bersih. Miu segera mengalihkan pikirannya dari kejadian di area parkir Lapangan Jajan kemarin ke selada yang dibawa Sara. Ia langsung membuka mulutnya untuk memprotes.

"Buset, Sar! Lo nyuci selada apa nyuci baju, sampai daunnya gak karuan begini?" Miu meraih satu daun selada, mengibaskannya ke atas piring untuk mengeringkan airnya. "Ini lo kucek apa lo sikat, anjir?"

"Heh, kalau nggak gitu ntar lo protes daunnya pahit, terus gue nyucinya nggak bersih lagi!" balas Sara tak terima.

"Ya nggak gini juga kali!" sahut Miu menggigit daun selada di tangannya dan langsung bergidik saat merasakan pahitnya daun selada itu. "Ini lo cuci pakai sabun ya? Kok pahit sih?"

Abel menyambar sehelai daun selada yang sudah tak karuan lagi bentuknya, membungkusnya ke sepotong ayam dan memakannya langsung secara bersamaan. "Daun selada emang begini kali, rasanya!"

"Mana ada! Pahit ini!" kata Miu sambil mengerutkan dahi. "Sa, coba lo cicip deh!"

Nessa yang baru selesai dengan pekerjaannya mendekat ke meja, mengambil daun selada dan mengangkat bahunya. "Normal aja kok. Cuma emang agak ancur ini, harusnya nggak usah lama-lama nyucinya."

"Gue bilang juga apa! Bantah sih, lo!" tuding Sara pada Miu.

"Udah, makan aja lo berdua! Bawel amat!" tegur Nessa membuat Miu memutar bola matanya dan mengambil sepotong ayam goreng yang ia buat.

"Widih, enak juga masakan gue!" puji Miu pada dirinya sendiri setelah mencicipi ayam goreng buatannya.

"Kalau nggak enak, sia-sia lo ikut kelas masak," sahut Abel.

"Anjr, lo nggak bisa nyenengin gue apa? Puji kek, bangke lo!" cerca Miu kesal membuat Abel tertawa.

"Kalau mau dipuji, mah, lo masak aja tuh buat om-om ganteng lo! Dijamin pasti dia muji, terus lo langsung dikawinin!" ledek Abel membuat Miu mendengkus.

"Kalau lo dikawinin, minimal tunangan, deh! Berarti jadi dong ya, kita ketemu male stripper ganteng!" sambar Sara yang langsung diiyakan oleh Abel.

Miu tak menyahut, mengabaikan ucapan keduanya dan fokus pada makanannya. Setelah selesai makan dan berberes, mereka berkumpul di ruang televisi Miu untuk melanjutkan tontonan mereka yang tertunda karena mereka berempat ketiduran saat menonton. Miu mencoba fokus ke televisi, tetapi pikirannya kembali teringat pada wajah Rasen.

Lelaki itu pucat pasi, kelihatan jelas sedang menelan ketakutannya saat ia menggenggam tangannya erat. Miu ingat jika ia ingin menanyai Rasen mengapa tiba-tiba menggenggam tangannya. Namun, saat itu tatapan Rasen kelihatan ketakutan dan kosong. Ia tampak seperti sedang teringat sesuatu yang buruk.

Apa ia teringat kecelakaan istrinya? Katanya, lelaki itu ada di tempat kejadian waktu kecelakaan maut itu terjadi.

Miu melirik tangan kirinya yang sudah mulai sembuh lebamnya. Ia mengelus tangannya pelan sambil menatap televisi, teringat genggaman tangan Rasen yang erat. Tangan laki-laki itu sangat besar. Miu penasaran kalau ia meninju dua lelaki yang kemarin mengganggunya, apa mereka akan langsung pingsan ya?

Panjang umurnya, lelaki yang dipikirkan mengirim pesan ke ponsel Miu saat semua orang sedang fokus menatap televisi. Miu memeriksa pesan yang ia terima dari Rasen.

Tempat kencan kita hari Jumat nanti, Marina's Cuisine. Saya jemput kamu. Sampai ketemu.

Miu mengedipkan matanya saat melihat sederetan pesan itu. Lelaki itu masih mau menemuinya? Miu mengernyit. Alisnya bertaut, hampir menyatu. Ada apa dengan Rasendriya Kanagara ini? Miu yakin laki-laki itu tidak tertarik padanya, tetapi kenapa masih mengajak bertemu? Sudah begitu, ini sudah kencan ketiga pula! Padahal, Miu sudah menargetkan dalam dua kali kencan, laki-laki itu sudah menolak perjodohan ini dan ia bebas.

Menyebalkan. Miu sepertinya harus ekstra banyak tingkah hari Jumat nanti!

Bratty WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang