Siapapun yang menciptakan slogan duda semakin di depan, Miu ingin mencekiknya. Ia benci pada duda, khususnya Rasen.
Malam itu, Miu tidak tahu berapa kali ia klimaks dibuat Rasen. Lelaki itu seakan ingin menyiksanya, mempermainkannya dengan jari dan lidah, dalam tempo yang lama dan selalu berhenti tepat sebelum ia keluar. Kalau sudah begitu, ia akan membuat Miu memohon dan melanjutkan sampai Miu gemetar tak tahan karena klimaks gila-gilaan sampai squirting dua kali. Itu memalukan karena menunjukkan betapa Miu menyukai sentuhan Rasen. Mereka tidak tidur sampai lewat tengah malam. Miu hampir kehilangan akalnya dibuat Rasen.
Meski ia sudah menangis minta ampun supaya dihentikan, Rasen tetap tidak mau berhenti. Seakan sengaja ingin membuat Miu jera. Tubuh Miu sudah gemetar, lemas, terkulai tak berdaya di ranjang karena berkali-kali mencapai puncaknya. Bahkan sekitar pusat tubuhnya menjadi begitu sensitif karena terlalu berlebihan dirangsang. Miu tahunya Rasen itu lelaki kaku, ia tak tahu jika Rasen bisa jadi monster sinting yang rela mengurangi jam tidurnya hanya untuk membuat Miu mendesah tak karuan dengan sentuhannya. Semua itu hanya karena ia tak mau Miu membatalkan pernikahan mereka.
Apa yang Rasen inginkan darinya sampai bersikeras ingin menikahinya? Seks? Rasen bahkan tidak sekalipun memuaskan dirinya sendiri walau sudah melihat Miu terkulai tak berdaya. Lelaki itu hanya fokus membuatnya hilang akal, meski Miu beberapa kali merasakan ereksinya yang sudah membesar di pahanya.
Miu mengusap wajahnya kasar, mengacak rambutnya dengan hati kesal. Ia tidak berani menelepon orang tuanya untuk membatalkan pernikahan, karena Rasen benar-benar mengancam akan memberi tahu orang tuanya tentang yang sudah dilakukannya. Dan Miu tahu, jika ia mencoba membatalkannya, sama saja ia mencoba bunuh diri. Setelah Rasen melihat, menyentuh dan memuaskan kebutuhan tubuhnya, memangnya orang tuanya akan membiarkan Miu membatalkan pernikahan mereka yang tinggal satu bulan lebih itu?
"Gue benci Rasen!" pekik Miu kesal, melirik Abel yang sedang memakai masker di kamar kosnya. "Gimana sih, cara gue lepas dari dia?"
Miu memilih kabur ke kos yang disewa Abel karena perempuan itu satu-satunya yang punya ranjang cukup lebar untuk dua orang. Sebagai sogokan supaya Abel mau menampungnya, Miu membelikan skincare set lengkap untuk Abel. Dan tentu saja Abel menerima sogokan yang diberi Miu dengan senang hati. Lagi pula, kalau Miu menginap di kosnya, Abel jadi punya teman mengobrol.
"Lo udah ngomong hal itu lima belas kali dalam dua hari," sahut Abel santai.
"Dan gue masih belum dapet jawabannya!" omel Miu kesal.
"Ya, nggak akan ada jawaban. Lo tahu sendiri satu bulan lagi lo nikah," balas Abel seraya beranjak menuju ranjang dan berbaring dengan wajah berwarna hijau karena masker. "Menurut lo aja, dia mau ngelepasin lo? Setelah dia cium-cium, pegang-pegang, jilat-"
"Bel!" Miu mendelik pada Abel.
Abel menahan seringaiannya karena takut maskernya lepas. Hari pertama Miu datang ke kosnya, Miu kelihatan lumayan kacau. Ada bekas hisapan dan sedotan di leher dan sekujur tubuhnya yang tidak wajar, seperti di buah dada atau di paha. Siapa yang bisa menyentuh Miu di sana selain Rasen?
Pikir Abel, Miu merajuk karena kurang dipuaskan oleh Rasen. Mungkin saja Rasen sudah mengalami ejakulasi dini dengan usianya yang hampir kepala empat itu. Ternyata, sang sahabat justru melarikan diri karena dikirim ke langit, mungkin hampir tembus ke surga saking berpengalamannya duda itu.
Yah, sekali lagi, duda memang semakin di depan.
"Pokoknya, lo tahu jawaban gue! Om ganteng lo itu nggak akan ngelepasin lo." Abel memejamkan matanya dengan cuek.
"Cowok emang bisa se-anjing itu, ya? Masih cinta perempuan lain, tapi nggak mau ngelepasin yang ada sekarang?" tanya Miu ketus.
Abel melirik Miu malas. "Menurut gue, dia bukan masih cinta sama bininya. Maksudnya, gimana pun juga, bini dia dulu 'kan, perempuan nomor satu di hatinya. Terus tiba-tiba diambil Tuhan, pasti sakitlah coy. Dia juga kalau bisa nggak mau ditinggal se-tragis itu. Makanya, sekarang dia coba ikhlas dan buka hati buat lo."
Miu menatap Abel yang kemudian melanjutkan ucapannya lagi. "Lagian, gue pernah bilang, 'kan, laki lo itu udah bucin sama lo kemarin. Kalau sekarang, bukan bucin lagi, udah bulol. He licked your pussy anyway, just let him being madly in love with you."
"Bel! Sumpah gue nggak mau diingetin soal itu!" pekik Miu sambil memukul paha Abel.
"Aduh, sakit!" pekik Abel sambil mengusap pahanya. "Kenyataannya, kalau dia sampai sejauh dan segila itu demi nikah sama lo yang kelakuannya menurut gue udah kurang ajar banget, artinya apalagi kalau bukan bucin tolol? Lagi, lo ngaku aja deh kalau lo juga demen. Keenakan juga, 'kan lo?"
Miu tidak menyahut, tidak bisa menyanggah karena Abel akan membuatnya mengaku juga ujung-ujungnya. Walau gengsi dan sempat menolak lelaki itu karena gengsinya, Miu tahu jika ia juga menginginkannya. Mau bagaimana lagi, Miu belum pernah merasakan hal semacam itu. Begitu bisa merasakannya, ia malah tidak bisa mengontrol hasratnya sendiri. Rasen tahu yang ia lakukan dan ia tahu yang Miu butuhkan.
Namun, rasa kesal masih menggeluti hatinya gara-gara batu safir meski Rasen bisa membuatnya hilang akal dan lupa diri. Miu menggigit bibirnya, teringat bagaimana Rasen menyentuhnya. Meski marah, lelaki itu tetap mengutamakan dirinya. Bagaimana Miu bisa tidak luluh kalau begini?
Miu berdecak kesal, menendang udara dengan perasaan tak karuan dan menghempaskannya di ranjang. Abel diam-diam mengamati Miu tampak masam. Tentu saja perempuan itu sedang sibuk bergelut dengan perasaannya yang berkecamuk. Si gengsian itu kebingungan sekarang.
Hatinya menginginkan Rasen, otaknya menolak menikahinya, tetapi tubuhnya sudah takluk pada Rasen. Kabur dari apartemennya selama tiga hari dan menginap di kos Abel sudah membuat tubuh Miu merindukan Rasen. Bukan, bukan menginginkan kenikmatan lagi. Miu hanya ingin berada di sekitarnya saja. Mungkin merasakan tangannya membelai pipinya atau mengelus rambutnya sudah cukup.
Miu tahu ia dalam masalah sekarang.
"Kenapa lo nggak kalem aja dan biarin hati lo mau milih apa? Sekali-kali, jangan terlalu gengsian. Nangis lo kalau ditinggal Rasen," ujar Abel membuat Miu meliriknya sinis.
"Enak aja gue nangis!"
"Kita 'kan, masih belum tahu ke depannya gimana, Miu," ujar Abel santai. "Gue lihat-lihat, lo juga sebenarnya ada rasa juga sama laki lo."
Miu terdiam seribu bahasa ketika Abel mengatakan itu. Siapa yang mau bohongi? Jika tidak suka Rasen, perempuan itu pasti sudah buat masalah besar, seperti menghancurkan apartemennya atau yang paling ekstrem, kabur ke luar negeri. Nyatanya, Miu masih bertahan dan tidak pergi ke mana-mana. Padahal, ia sendiri tahu, kalau ia kabur, orang tuanya tidak akan memblokir black card-nya karena khawatir Miu jadi gelandangan.
Miu mendengkus, meraih ponselnya yang bergetar karena menerima pesan dari Rasen.
Kita makan malam sama-sama besok. Pulang ke apartemen, jangan nginep di kos temanmu lagi.
Miu hanya menghela napas berat setelah membaca pesan Rasen. Ia tidak berniat menemui Rasen dalam waktu dekat, tetapi tidak bisa membangkang juga karena tahu Rasen akan menjemputnya di kos Abel. Laki-laki itu saja sudah tahu jika ia menginap di kos Abel. Padahal, Miu sudah memastikan supaya Abel tidak memberitahu Rasen soal keberadaannya.
Tak punya pilihan lain, Miu mau tak mau harus menemui Rasen besok malam.
Note:
22 [fanservice] partny ad di bawah 23. Udh berulang kali gue naikin ke atas 23, dia gamau.
Wattpad apaan sih jancok, makin lama makin ngawur aja lo. Ngeselin dah
Btw ini kita udh sampai di dinner yg ad di prolog ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratty Wife
RomanceWarn! Mature Content 21+ Kepalang geram dengan tingkah Miu Adistya yang manja, kedua orang tua Miu memutuskan menjodohkan sang anak bungsu dengan lelaki dari keluarga Kanagara. Tentu saja, hal itu membuat Miu memberontak. Pasalnya, Rasendriya Kanaga...