14

21.8K 1.7K 51
                                    

Miu menghela napas sambil menatap Abel, Nessa dan Sara berdandan di apartemennya. Ia mengajak ketiga temannya pergi ke kelab malam tanpa memberi tahu apa tujuannya. Pikirannya masih dipenuhi oleh Rasen dan ... sialan, kenapa laki-laki itu menciumnya selembut itu? Setiap mengingatnya, Miu merasa perutnya jadi geli seperti digelitiki.

Lelaki itu bahkan sempat-sempatnya mengecup pipinya sebelum ia pulang secara diam-diam tanpa diketahui oleh orang tuanya atau kakak-kakaknya. Ia menghela napas lagi.

"Lo kenapa sih? Dari tadi bawaannya ngehela napas aja! Ada utang apa gimana?" celoteh Sara yang menyadari wajah Miu yang kusam dan kelihatan sedang memikirkan sesuatu.

"Tahu nih! Kayak mati laki aja lo, ditinggal kerja sampai senin doang juga!" ledek Abel.

"Berisik lo!" ketus Miu kesal, melirik ponselnya yang menyala karena panggilan dari Rasen.

Kebetulan malam ini malam Minggu dan sepertinya, Rasen sedang istirahat, makanya menghubunginya. Sebenarnya, sejak kemarin juga, Rasen sempat menghubungi Miu. Namun, Miu sengaja tidak mau menjawabnya. Sial, kalau dijawab, bisa goyah hatinya! Sekarang saja, Miu mulai merasa goyah.

Layar teleponnya mati, tetapi dua menit kemudian, Miu menerima pesan masuk dari Rasen.

Kenapa nggak diangkat? Kamu nggak kangen saya?

Rasendriya Kanagara itu menyebalkan juga. Bukan menyebalkan karena ia membuat Miu kesal dengan tingkahnya. Menyebalkan karena ia membuat Miu repot dengan menggoyahkan niat hatinya. Miu masih sama, tidak mau mendekat pada Rasen karena lelaki itu masih mencintai istrinya. Walau Miu juga merasa mendapat sinyal yang bercampur-campur, tetapi katanya kalau lelaki yang memberi sinyal campur aduk begitu, berarti ia tidak serius?

Miu tidak begitu yakin. Ia tidak pengalaman walau pernah beberapa kali hang out dengan laki-laki. Namun, pemahaman Miu akan hal itu masih terbatas dan Miu jarang mau menuruti pinta hatinya. Meski ia suka pada lelaki yang hang out dengannya, Miu tak pernah mau berhubungan lebih dari teman. Miu tidak mau repot.

Sama dengan kasus Rasen. Mereka memang akan dinikahkan. Dan Miu tahu Rasen sudah menyukainya. Namun, tetap saja Miu tidak mau mereka sampai pada tahap pernikahan. Miu tidak mempercayai siapapun untuk menerima hatinya.

Bukan karena trauma, Miu hanya sering melihat ketidakberuntungan Abel, Nessa atau Sara dalam urusan percintaan. Ia pernah melihat ketiganya menangis karena laki-laki yang bahkan tidak pantas untuk ditangisi. Belajar dari pengalaman mereka, Miu sangat berhati-hati dengan kehidupan cintanya. Bukan hati-hati lagi, malah sudah sampai pada tahap paranoid.

Ia merasa puas dengan yang ia miliki saat ini dan tidak mau menambahkan kata runyam ke dalam hidupnya yang sudah menyenangkan saat ini.

"Kayaknya, Rasen suka gue deh," kata Miu dengan nada rendah, membuat Abel, Nessa dan Sara yang sedang berdandan menghentikan kegiatan mereka dan menatap ke arah Miu dengan alis terangkat.

"Baru sadar lo?" celetuk Abel, kembali melanjutkan kegiatannya.

"Baru sadar apa! Orang dia selama ini nggak jelas, kok!" sanggah Miu tak terima membuat Sara mendengkus.

"Nggak jelas mata lo! Dari semua cerita lo, yang sampai dia datang ke rumah lo juga, itu tuh udah jelas, sejelas-jelasnya gajah di pelupuk mata!" oceh Sara. "Tapi, dasar mata lo belekan, jadi nggak nampak!"

Miu berdecak kesal. Teman-temannya ini kenapa tidak ada yang bisa diajak serius bicara? Perempuan itu merengut kesal.

Melihat Miu yang merengut kesal, Nessa menghela napas dan geleng-geleng.

"Ya udah, kalau lo-nya nggak peka kemarin-kemarin. Jadi jelasin kenapa sekarang lo jadi sadar?" tanya Nessa sambil melanjutkan kegiatannya.

Miu menatap ketiga temannya yang sibuk berdandan lagi. Ia menelan ludah, menggigit bibir dengan gelisah. Setiap mengingat ciuman Rasen, selain perutnya tergelitik, lututnya juga lemas.

Bratty WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang