Extra Part; Selesai (Aaron dan Abel)

29.6K 1K 82
                                    

[No Strings Attached's Teaser!]

Insomnia selalu ramai, tak pernah sepi karena kafe itu memang seterkenal itu di kota Parama. Abel menatap ke luar jendela yang menghadap langsung ke sungai. Baru-baru ini, Aaron membuka cabang kafe di tempat ini, dan Abel selalu kemari setiap hari untuk menikmati secangkir Hazelnut Latte dan sepotong kue stoberi yang enak. Matanya menatap sendu keluar, melihat setiap pasangan kekasih yang melewati jalan setapak di pinggir sungai.

Hatinya sesak lagi, seperti diremas tangan tak kasat mata. Harusnya Abel tidak datang ke kafe ini. Kafenya hanya mengingatkan Abel kepada pemiliknya. Ia menghela napas panjang sambil menyuapkan kue stoberi ke mulutnya malas-malasan. Mau meninggalkan rating buruk di internet tentang kafe Insomnia, Abel tidak tega melakukannya. Sialnya, makanan dan minuman di kafe ini berkualitas tinggi dan tidak ada yang tidak enak. Bahkan, menu yang jarang laku juga enak.

Yah, Abel juga tidak paham kenapa ia suka datang ke Insomnia. Padahal, kalau membelanjakan uangnya di sini, sama saja Abel memberi makan kepada Aaron.

"Kamu di sini ternyata."

Suara berat dan lembut itu menyapa Abel. Matanya langsung tertuju pada lelaki yang memutuskan untuk langsung duduk di depannya. Lelaki dengan tinggi lebih dari 185 sentimeter, mata besar dan indah, hidung mancung, kulit putih dan telinga yang sedikit besar dan seakan tidak cocok di wajahnya itu memasang ekspresi mendung. Abel meneguk latte-nya kasar, mengalihkan tatapannya keluar.

"Kenapa?" tanyanya dengan suara rendah, berharap tidak terdengar lemah dan sedih.

"Kamu menghindar. Aku nyusul sampai ke kos-kosanmu, tapi kamu nggak ada di sana."

Abel terdiam, menatap jari-jarinya yang baru di-manicure dengan nail art model cat eye yang berkilau tertimpa cahaya. Sudah lama sekali sejak Abel mengutek kukunya karena ia bekerja sebagai front-liner Bank Index dan tidak bisa melakukannya karena aturan yang berlaku. Kuku-kukunya kelihatan cantik, tetapi ia tidak merasa begitu bahagia.

Perempuan dengan kulit tanned ekstotis dan bibir penuh itu menarik napas panjang, memberanikan diri untuk mengangkat matanya yang besar dan menatap lelaki di hadapannya sekali lagi. Lelaki itu masih belum selesai dengan hubungan masa lalunya, tetapi Abel tidak peduli. Menganggap jika ia bisa membuat lelaki itu jatuh cinta kepadanya, seperti yang dituliskan dalam lirik lagu Dewa 19.

Namun, Dewa 19 salah. Liriknya sama sekali tidak sesuai dengan yang Abel alami. Arabella Luda tidak bisa membuat Aaron Adistya jatuh cinta kepadanya, meski dua tahun berlalu dan mereka sudah berpacaran selama itu. Aaron masih tertinggal di satu titik dan Abel tidak bisa menggerakkan kaki lelaki itu supaya meninggalkan titik yang ia singgahi selama bertahun-tahun.

"Mau apa nyari aku?" tanya Abel pelan, sedikit berharap jika Aaron mungkin akan membujuknya supaya tidak bersedih atau merajuk, seperti yang sudah-sudah.

Sayang, Aaron tidak melakukannya. Ia menatap Abel sendu, dengan mata yang memancarkan rasa bersalah. Perlahan, rasa takut merayap di hati Abel. Sepertinya, memang sudah tidak ada harapan, tetapi Abel bersikeras menunggu, berharap jika hati Aaron bisa berubah.

"Kamu tahu masalah kita, Bel," bisik Aaron lirih, menundukkan tatapannya dari perempuan manis berkulit eksotis itu. "Hatiku ..."

Aaron tidak bisa meneruskan ucapannya.

Lelaki itu baik hati sekali, lemah lembut, tidak tegaan, berbanding terbalik dengan adik bungsunya, Miu Adistya. Jika yang berada di hadapan Abel adalah Miu, ia yakin perempuan itu akan mengatakan seribu satu kenyataan menyakitkan tanpa filter. Abel akan menangis, tetapi dalam keadaan begini, Miu lebih baik daripada Aaron yang hanya mencoba menyenangkan hati orang lain.

Bratty WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang