Miu kesulitan bangun dan bergerak karena kecelakaan kemarin. Kedua lengannya lebam, tetapi lebih parah lebam di lengan kiri karena Miu terlalu menahan tubuhnya dengan lengan kiri. Wajahnya untungnya tidak lebam. Hanya lengannya saja. Akibatnya, Miu jadi tidak bisa bebas bergerak.
Tebak siapa yang paling khawatir? Tentu saja Rasen. Keluarga Miu tidak terlalu berpikiran negatif selama Miu baik-baik saja. Begitu pula keluarga Rasen yang yakin jika calon menantu mereka akan baik-baik saja melihatnya yang masih santai melahap makan malamnya semalam. Hanya Rasen yang kebakaran jenggot.
Lelaki itu sampai memutuskan untuk tidak berangkat ke kantor demi merawat Miu. Jadwalnya yang sudah diatur dengan cermat oleh Jeremy harus dibatalkan. Rasen tidak mau memikirkan pekerjaannya selama Miu kesulitan. Sebagai gantinya, lelaki itu menelepon Lisnia untuk menggantikannya sementara.
"Gue masih bisa jalan, Rasen! Nggak harus sampai digendong juga!" omel Miu saat Rasen membawanya ke kamar mandi untuk dimandikan.
"Ya, nggak apa-apa. 'Kan saya khawatir," balas Rasen, menurunkan Miu ke lantai kamar mandi dan membantu melepaskan gaun tidurnya.
Matanya menjelajah tubuh Miu, memastikan jika tidak ada luka tersembunyi karena kecelakaan kemarin. Alisnya bertaut saat melihat lebam di lengan Miu. Melihat Rasen yang kelihatan super khawatir, Miu menarik tangannya, melenggang ke depan wastafel sambil mengambil sikat gigi untuk menggosok giginya. Ia setengah telanjang, hanya mengenakan celana dalamnya di hadapan Rasen.
Sebenarnya terasa aneh, tetapi Miu tidak mengatakan apa-apa. Lelaki itu sudah melihat tubuh telanjangnya, bahkan menyentuh yang seharusnya belum boleh ia sentuh. Mau melarang Rasen juga rasanya percuma. Miu segera menyelesaikan kegiatannya menyikat gigi yang memakan waktu hampir lima menit dan selama itu, Rasen tak melepaskan pengawasannya dari Miu.
"Badan gue cuma nyeri, Rasen! Bukan gue mau mati!" omel Miu setengah kesal, setengah malu juga karena dipandangi terus.
"Memang, saya nggak boleh khawatir? Saya takut kamu kenapa-kenapa, Princess," sahut Rasen lagi.
Miu menyipitkan matanya, menatap Rasen dengan wajah malas. Lelaki itu sudah hampir rapi, mengenakan kemeja dan celana bahannya. Ia sudah siap berangkat kerja sebenarnya, saat Miu terpaksa meneleponnya supaya Rasen datang ke kamarnya dan membantunya bangun. Dan tentu saja Rasen ketakutan setengah mati begitu Miu memberi tahu jika tubuhnya nyeri.
"Iya, nggak sampai bolos kerja juga Rasendriya!" decak Miu seraya melepaskan celana dalam yang tersisa di tubuhnya.
Rasen tidak menyahut, dengan hati-hati membantu Miu duduk di bathtub yang sudah penuh dengan air hangat. Tangannya dengan lembut membantu mengusap punggung Miu.
"Kamu mau saya pijat aja sehabis mandi?" tawar Rasen membuat Miu berdecak lagi.
"Lo mendingan kerja deh, biar gue telepon Juli aja! Tahu gini, nggak usah gue minta tolong lo bantuin bangun!" Miu menatap Rasen sewot.
"Kok kamu gitu, sih, Princess?" protes Rasen, cemberut.
Miu yakin Rasen 12 tahun lebih tua darinya, tetapi kenapa lelaki itu kelihatan imut, ya? Walau kesal, Miu jadi tidak bisa mengomelinya lagi. Ia menghela napas, mengecup pipi Rasen sekilas tetapi masih dengan wajah kesal.
"Udah, lo keluar sana. Gue bisa sendiri," ujar Miu.
Wajah Rasen berubah, tidak cemberut lagi, tetapi menahan senyum. Namun, ia menggeleng cepat saat Miu memintanya meninggalkan kamar mandi.
"Nggak mau, ah. Saya mau bantu mandiin kamu!" tolak Rasen keras kepala.
"Nggak! Sana keluar lo! Masak, atau ngapain gitu! Gue juga mau langsung sarapan abis ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratty Wife
RomanceWarn! Mature Content 21+ Kepalang geram dengan tingkah Miu Adistya yang manja, kedua orang tua Miu memutuskan menjodohkan sang anak bungsu dengan lelaki dari keluarga Kanagara. Tentu saja, hal itu membuat Miu memberontak. Pasalnya, Rasendriya Kanaga...