24

23.2K 1.8K 123
                                    

Miu kembali ke apartemennya setelah makan malam dengan Rasen. Hari ini, ia menstruasi lagi, membuatnya semakin sensitif dan melihat wajah Rasen membuat emosinya jadi campur aduk. Ditambah, Rasen lagi-lagi membahas soal cincin kawin mereka, membuat Miu jadi ingat persoalan batu safir terkutuk itu.

Ia membuka pintu kamarnya, mengganti pakaian dan menghapus riasannya. Setelah mengenakan gaun tidurnya yang nyaman, Miu melemparkan diri ke ranjang sambil memeluk bantal. Perutnya sakit sekali. Tubuhnya juga panas dingin.

Miu sudah minum obat pereda nyeri dan demam, khusus untuk menstruasi. Sayangnya, kali ini sakit bulanannya lebih parah. Ia tak punya pilihan selain diam dan menahan nyerinya sambil meringkuk di ranjang. Miu memejamkan matanya, merasakan nyerinya semakin jadi. Apa ia kualat karena mengumpati Rasen?

Perempuan itu mendengkus, mengeratkan pelukannya pada bantal guling dan memilih untuk tertidur. Belum terlalu malam sebenarnya, mungkin baru sekitar pukul delapan. Tetapi, karena ia merasa tidak baik-baik saja, ia tidur lebih awal. Miu terlelap, tidak tahu berapa lama, tetapi ia terbangun saat merasakan kehangatan menyelimuti tubuhnya.

Rasanya, ada sepasang tangan yang memeluk tubuhnya, sesekali mengusap pinggangnya lembut. Miu juga merasakan kecupan di kening dan pucuk kepalanya beberapa kali. Matanya terbuka, mendapati jika Rasen berada di hadapannya, sudah mengenakan piyama dan sedang memeluknya hangat.

"Udah minum obat?" tanyanya lembut saat melihat Miu membuka matanya. "Kamu agak demam."

"Heum," gumam Miu, menjawab pertanyaan Rasen lemas.

Perutnya sakit sekali, kepalanya pusing dan tubuhnya panas dingin. Ia tidak punya tenaga untuk bicara. Walau begitu, Miu pikir ia harus mengganti pembalutnya. Miu mendorong Rasen menjauh, beralih menuju nakasnya untuk mengambil pembalut.

Rasen hanya diam, mengamati Miu yang kelihatan lemas. Perempuan itu berjalan menuju kamar mandi, dengan langkah setengah diseret dan masuk ke dalam sana selama beberapa saat. Rasen menunggu hingga Miu keluar, dan melompat ke kasur sambil bersiap untuk kembali tidur.

Sebenarnya, Miu ingin mengusir Rasen, tetapi ia juga tidak merasa baik kalau sendirian. Jadinya, perempuan itu membiarkan Rasen meraih tubuhnya lagi dan memeluknya hangat. Rasen mengelus rambut Miu, membiarkannya kembali tidur.

"Saya dengan dari Mama, kalian ketemu di toko perhiasan," kata Rasen lembut, menatap Miu yang setengah tertidur. Miu tidak menyahut, tetapi Rasen tahu Miu mendengarkannya. "Maaf. Saya nggak bermaksud menjadikan kamu pengganti Denna. Pasti kamu marah karena batu safir itu."

Suara Rasen terdengar lemah, sungguh-sungguh menunjukkan jika ia tidak berniat membuat Miu merasa dijadikan pengganti. Miu memejamkan matanya, tidak mau melihat ekspresi Rasen. Sementara, Rasen memasang wajah tak enak, merasa cemas dan takut jika Miu tidak menyadari hatinya.

"Denna adalah perempuan yang tidak akan pernah tergantikan," kata Rasen pelan, mencurahkan kejujuran yang tak pernah ia ucapkan selama ini. "Saya sulit melupakan dia, karena saya sangat mencintainya. Tapi, saya juga nggak bisa terus mencintainya seperti ini sementara dunia terus berputar. Butuh waktu buat saya lupa tentang perasaan itu."

Suara Rasen sedikit bergetar saat menyampaikan itu kepada Miu. Lelaki itu kemudian berkata lagi.

"Hari saya melihat Denna untuk terakhir kalinya, masih menjadi trauma sampai hari ini. Saya nggak mau mengemudikan mobil, karena setiap mengemudi, saya akan akan teringat hari itu. Saya juga takut ambulans. Kamu sudah lihat hari itu, saat saya nggak bisa mengendalikan diri sendiri karena suara sirine ambulans."

Tubuh Rasen terasa hangat. Tangannya yang besar mengelus punggung Miu, tetapi Miu merasakan pergerakan lain saat Rasen menceritakan tentang traumanya. Seakan, lelaki itu masih berusaha menghadapinya. Hati Miu jadi aneh. Rasanya serba salah.

"Tapi, saya memutuskan untuk kembali jatuh cinta. Dan yang bisa membuat saya mengambil keputusan itu, cuma kamu," lirih Rasen. "Saya sangat menyayangimu, mencintaimu. Jika bukan kamu, saya nggak akan bisa merasa seperti ini lagi."

Miu merasa bersalah juga karena sudah membuat Rasen seperti ini, seakan ia lemah tak berdaya di hadapannya. Padahal, niatnya Miu cuma ingin melindungi dirinya dari kekecewaan. Ternyata, ada yang mengalami lebih dari sekedar kecewa. Tentu saja, Rasen pasti kecewa, sedih, patah hati karena perempuan yang ia cintai sebelumnya harus pergi seperti itu.

"Maaf, Princess," bisik Rasen lagi, mengeratkan pelukannya kepada Miu. "Kamu bukan pengganti Denna saya. Kamu adalah Miu Adistya, perempuan yang ingin saya lindungi sampai mati. Saya nggak mau buat kamu berpikir kalau saya hanya menjadikan kamu pelarian."

Miu bisa mendengarkan detak jantung Rasen, menderu cepat dengan napas yang rasanya berat di telinga. Seakan ada beban besar tersimpan di sana. Namun, Miu juga menemukan jika Rasen memang sungguhan mencintainya hanya dengan mendengarkan detak jantungnya yang menggebu. Perasaan tak enak menyerbu, mengingat betapa menjengkelkannya kelakuan dirinya sendiri selama ini, dan Rasen tetap bertahan untuk tetap bersama dengannya.

"Maaf saya bikin kamu marah, maaf saya kasar sama kamu malam itu, dan maaf karena saya duda," bisiknya serak.

Uh, perasaan tak enak itu semakin kuat. Miu merasa bersalah. Sampai Rasen meminta maaf karena statusnya, Miu tahu ia memang sudah bersikap keterlaluan. Abel benar. Ia memang keterlaluan dan punya gengsi setinggi langit. Namun, ia juga tidak bisa mengalah untuk gengsinya. Miu hidup selama 24 tahun dengan ego yang selalu diberi makan, ia tidak paham bagaimana caranya mengalah.

"Saya sangat ingin menjadi suamimu, Princess. Jadi, tolong nikahi saya," pinta Rasen memohon.

Miu mengepalkan tangannya, memukul dada Rasen pelan dengan mata terpejam. Rasen membuatnya tidak bisa tidur dan jadi banyak pikiran. Rasen diam saja, menerima pukulan Miu di dadanya. Setelahnya, Miu mengulurkan tangannya dan memeluk tubuh Rasen kaku.

Miu sama sekali tidak bicara sepanjang Rasen memeluknya. Sempat membuat Rasen takut dan berpikir yang tidak-tidak. Namun, satu gestur kecil yang menunjukkan penerimaan itu membuat Rasen lega, hampir menangis karena benar-benar lega. Tuan puterinya yang sangat ia cintai, memutuskan untuk menerimanya.

Tak bisa menampung perasaannya, Rasen menunduk, mencium bibir Miu lembut dengan penuh kasih sayang. Membuat Miu, membuka matanya, mendorong Rasen menjauh dengan wajah galak.

"Tidur!" pekik Miu setengah ketus.

Rasen tertawa pelan. Miu memasang wajah galak dan bicara ketus, tetapi rona merah jambu di pipinya tak bisa berbohong. Sungguh, Rasen lega sekali melihat reaksi Miu. Tanpa kata, Rasen bisa menangkap jika mereka bisa bertahan, mereka bisa bersama untuk waktu yang lama.

"Saya mencintaimu, Princess," ucap Rasen lembut, tepat di telinga Miu.

Mungkin, ucapannya mampu membuat siapa pun terbang, tersenyum-senyum malu dengan hati berbunga. Namun, Miu tidak bereaksi banyak. Perempuan itu memejamkan matanya, tidak membalas, tetapi lengannya kembali melingkar di tubuh Rasen. Tidak ada kata yang terucap, tetapi hati Miu menyambutnya. Rasen hanya belum mendengarnya.

Mungkin, saat Miu sudah bisa mengalahkan gengsinya, ia bisa mengatakan hal yang sama kepada Rasen. Mungkin juga, Miu tak akan pernah mengatakannya. Namun, Rasen akan tahu secara perlahan. Karena cinta itu universal dan tidak melulu tersampaikan lewat kata, bukan?

Note:

Note:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bratty WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang