Karena masih sakit, Miu malas keluar ke mana-mana, membuatnya mau tak mau memilih cincin lewat katalog saja dari rumah. Miu sibuk membolak-balik layar personal tablet-nya, melihat katalog elektronik yang dikirimkan ke emailnya. Ada beberapa anting-anting mutiara baru yang mendistraksinya, tetapi Miu mencoba tetap fokus dengan tujuannya mencari cincin kawinnya dan Rasen.
"Udah ketemu yang kamu suka?" tanya Rasen, membawakan kompres untuk mengompres lengan Miu.
Miu melirik Rasen, sedikit kagum pada ketampanannya yang tidak luntur. Padahal, Rasen hanya mengenakan piyama model kimono, dengan rambut sedikit berantakan. Tetapi, entah kenapa Rasen kelihatan sangat tampan. Padahal, Rasen kelihatan sedikit kelelahan. Lelaki itu baru pulang dari kantor, olahraga sebentar di gym, baru menemui Miu.
"Lo nggak capek apa, dari kemarin ngurusin gue? Gue bisa sendiri, tahu," kata Miu mengalihkan tatapannya kembali ke layar personal tablet-nya.
Rasen mendengkus geli, meraih lengan Miu dan mengompresnya lembut. "Nggak ada kata capek kalau buat kamu, Princess."
Miu mengamati Rasen yang mengompres lengannya yang lebam. Rasen sudah mulai bekerja hari ini, setelah Miu memaksanya pergi bekerja. Miu sudah menerima pesan dari Lisnia yang memohon padanya supaya membujuk Rasen kembali ke kantor setelah absen tiga hari. Lelaki itu hampir membuat Lisnia masuk ke rumah sakit karena tidak kuat menangani pekerjaannya.
Yah, ternyata, tidak semua orang sanggup menjadi presdir.
Secara refleks, Miu meletakkan personal tablet-nya di pangkuan, mengulurkan tangannya untuk mengelus wajah Rasen. Saat di rumah sakit kemarin, Miu sama sekali tak sempat memperhatikan. Namun, ia baru menyadarinya malam ini.
Rasen awet muda juga, kelihatan seperti baru berada di akhir dua puluhan meski ia akan berusia 40 dalam empat tahun. Wajah Rasen juga mulus, mungkin karena sering dirawat dan juga menerapkan pola hidup sehat. Rambut Rasen nuga masih tebal dan halus.
Tangan Miu menyentuh area rahangnya yang sedikit kasar karena dicukur. Sepertinya, Rasen langsung mencukur kumis dan janggutnya jika sudah tumbuh. Dari seluruh fitur wajah Rasen, yang paling Miu sukai adalah mata dan alisnya. Sorot mata Rasen yang dibingkai alis mata tebalnya membuat lelaki itu tampak karismatik.
Miu pernah berpikir, meski Rasen memang lelaki yang benar-benar tipenya, ia tidak menginginkan Rasen. Namun, Miu ingin menarik hal itu hari ini. Miu sedikit bersyukur pada keputusannya. Untunglah ia tidak keras kepala dan meneruskan persiapan pernikahan mereka.
Miu mengerjap sedikit terkejut saat Rasen meraih tangannya dan mengecup telapaknya. Mata Rasen memancar hangat kepadanya, dengan senyum tipis yang kelihatan manis.
"Lo mau cincin yang polos atau ada berliannya?" tanya Miu, menatap Rasen.
"Saya serahkan pilihannya padamu, Princess. Yang kamu suka, saya juga suka," jawab Rasen, mengompres lengan Miu lagi.
Miu berdecak, merapatkan jaraknya pada Rasen dan menunjukkan sebuah gambar cincin kepadanya. Modelnya polos untuk laki-laki, dan memiliki ukiran bunga dengan mutiara kecil untuk perempuan.
"Gue mau ini," kata Miu.
"Ya udah, check out aja. Isiin nomor kartu kredit saya di pembayarannya," sahut Rasen sambil tersenyum. "Biar saya yang urus pengiriman sama ukiran namanya."
"Memang mau diukir namanya?" tanya Miu heran.
Rasen hanya tersenyum tanpa menjawab. Miu tidak mengatakan apa-apa, memesan cincinnya dan membiarkan Rasen mengisi nomor kartu kreditnya setelah memeriksa ponselnya. Rasen bilang, ia akan menghubungi toko perhiasannya langsung untuk menambahkan ukiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratty Wife
RomanceWarn! Mature Content 21+ Kepalang geram dengan tingkah Miu Adistya yang manja, kedua orang tua Miu memutuskan menjodohkan sang anak bungsu dengan lelaki dari keluarga Kanagara. Tentu saja, hal itu membuat Miu memberontak. Pasalnya, Rasendriya Kanaga...