Hari pernikahan mereka tiba juga. Rasen tersenyum menatap Miu yang dilepaskan pita dan kain kuning setelah selesai menerima pesan Dhamma. Keduanya kemudian menandatangani ikrar perkawinan, bersama dengan orang tua dan saksi yang hadir. Lalu, surat itu diserahkan kepada keduanya. Pemberkatan pernikahan ditutup oleh pandita, mereka berjalan meninggalkan altar Buddha sambil saling menggenggam tangan satu sama lain menuju ke lokasi resepsi.
Rasen tidak tahu jika ia bisa merasakan kebahagiaan lagi, tidak menyangka jika dunianya yang kelam bisa kembali berwarna berkat kehadiran Miu dalam hidupnya. Sepanjang acara pemberkatan dan resepsi, Rasen tidak pernah melepaskan tangannya dari Miu. Senyumnya terus terkembang, merasa begitu bahagia karena akhirnya bisa menikahi perempuan yang membuatnya jatuh cinta lagi.
Selain bahagia karena akhirnya resmi menjadi suami Miu, Rasen juga bahagia melihat Miu dalam balutan gaun pengantinnya. Istrinya (Rasen akan mulai memanggil Miu sebagai istrinya karena mereka memang sudah resmi menikah) kelihatan begitu cantik, indah dan menawan. Semua yang Miu kenakan hari ini, kelihatan begitu indah dan spesial.
"Lo kayak orang gila senyum-senyum terus," celetuk Miu, saat tak ada tamu undangan mendekati mereka untuk memberi selamat.
Rasen hanya terkekeh pelan, merangkul pinggangnya dan mengecup pipinya sayang. "Saya bahagia, Princess."
Miu hanya tersenyum samar, tanpa sengaja matanya menangkap Abel yang kelihatan sedang menikmati hidangan bersama Sara dan Nessa. Namun, mata perempuan itu tertuju pada satu orang. Aaron.
Ia mengernyit, sedikit masam. Apa Abel sungguhan bercita-cita menjadi istri kakaknya?
"Lihat apa?" tanya Rasen, membuat Miu menoleh padanya.
"Abel. Gue kepikiran soal cita-citanya dia. Jangan-jangan, dia serius mau nikahin kakak gue?" celetuk Miu membuat Rasen mengangkat alis.
"Memang nggak boleh?" tanya Rasen lagi.
"Bukan nggak boleh, tapi gue kasian kalau Abel sakit hati nanti. Kak Aaron punya cinta pertama yang nggak pernah kelar," kata Miu.
Rasen melirik Abel sekilas. Perempuan itu masih memandangi iparnya dengan wajah serius. Rasen tersenyum tipis.
"Kita nggak tahu di masa depan, mereka jodoh atau nggak. Doain yang terbaik aja, Princess."
Miu tak menyahut, buru-buru memasang wajah tersenyum saat kedatangan tamu lagi. Mereka adalah orang tua dari pihak mantan istri Rasen. Mereka datang untuk memberi selamat.
Biasanya, Miu tidak suka membahas soal Denna. Namun, di hari pernikahannya ini, saat ia melihat kedua orang tua Denna, Miu merasa sedih untuk keduanya. Bagaimana mereka bisa datang ke resepsi mantan menantu mereka dengan senyum sehangat itu? Mereka pasti sudah melalui banyak hal, seperti Rasen.
"Kamu baik?" tanya lelaki pertengahan 60-an, tersenyum hangat pada Rasen dengan tulus.
Rasen memberi senyum tipis kepada mantan mertuanya. Mengangguk kecil sambil menjabat tangan mereka.
"Baik, Pa," jawab Rasen hangat.
Papa Denna, mantan mertua Rasen tersenyum penuh pengertian. Ia beralih menatap Miu, menyalaminya dengan sopan. Miu memberi senyum sopannya, sedikit tidak enak karena sempat tidak menyukai Denna yang sudah tiada. Jika orang tuanya sebaik ini, Miu jadi bertanya-tanya sebaik apa Denna Winanti semasa hidupnya.
"Saya senang, kamu bisa menemukan kebahagiaanmu, Rasen," ujar Mamam Denna, menepuk punggung tangannya. "Hidup harus belanjut."
"Makasih, Ma," kata Rasen pelan dengan mata sedikit berkaca-kaca.
Perempuan itu menggeleng. "Kamu harus ubah panggilanmu buat kamu juga. Nanti istrimu marah." Ia beralih kepada Miu yang memberinya senyum tipis. "Bahagia selalu sama Rasen. Tante selalu doakan yang terbaik untuk kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratty Wife
RomanceWarn! Mature Content 21+ Kepalang geram dengan tingkah Miu Adistya yang manja, kedua orang tua Miu memutuskan menjodohkan sang anak bungsu dengan lelaki dari keluarga Kanagara. Tentu saja, hal itu membuat Miu memberontak. Pasalnya, Rasendriya Kanaga...