20

24.3K 1.8K 72
                                    

Persiapan pernikahan Miu dan Rasen terus dilaksanakan. Masalah besarnya, karena Rasen memutuskan untuk menundukkan Miu dengan caranya, perempuan itu malah merajuk dan tidak mau bicara padanya. Miu memang sudah membuka blokir nomor teleponnya, tetapi setiap Rasen menelepon selalu tidak dijawab. Dikirimi pesan juga kadang tidak dibaca.

Rasen sungguhan resah dibuatnya. Setiap hari, ia berkunjung ke apartemen Miu setiap pulang kerja. Kadang, ia memasakkan makan malam untuk perempuan itu. Kadang juga, menemani Miu sampai Miu tertidur. Berbagai cara sudah Rasen lakukan, tetapi Miu masih merajuk.

Bahkan cincin kawin kedua yang ia belikan sebagai cincin kawin mereka ditolak Miu juga. Rasen ketar-ketir. Bagaimana kalau Miu melarikan diri pada resepsi pernikahan mereka?

"Kenapa?" tanya Aaron saat Rasen mengunjungi kafenya dengan wajah kusut.

Rasen hanya tersenyum sambil menggeleng.

"Kalau Miu ngambek, biasanya kamu kasih apa ke dia?" tanya Rasen, mengamati menu yang tersedia di kafe Aaron.

Mendengar pertanyaan Rasen, Aaron mengangkat alisnya tinggi. Miu merajuk?

"Kenapa? Kak Rasen ngapain sampai Miu ngambek?" tanya Aaron dengan kening berkerut.

Rasen melirik Aaron sekilas, tidak bisa menjawab juga karena yang ia lakukan pada Miu tak perlu diketahui oleh lelaki itu. Melihat Rasen yang enggan menjawab, Aaron memasang wajah penuh tanya dan ingin tahu. Kalau kesalahan yang Rasen buat fatal, Miu pasti sudah mengadu dan tantrum pada kedua orang tua mereka dan juga dirinya beserta kakak-kakaknya supaya membatalkan pernikahan. Akan tetapi, Miu tidak mengatakan apa-apa.

"Udah datang ke apartemennya?" tanya Aaron.

"Saya pindah ke depan kamarnya malah," jawab Rasen membuat Aaron membulatkan matanya.

Jika sedang membulatkan mata begini, Rasen bisa melihat sedikit kemiripan antara Miu dan Aaron, walau struktur wajah mereka sangat berbeda.

"Kalau gitu, Kakak tiap hari ke apartemennya dia dong?" tanya Aaron yang diangguki Rasen.

"Saya kadang masak makan malam, nungguin dia sampai ketiduran baru kembali ke kamar. Juga, udah saya ajak ngomong baik-baik, tapi masih ngambek. Nggak mau ngomong," jawab Rasen pelan, kelihatan putus asa. "Saya takut dia kabur di hari resepsi."

"Ah, nggak akan!" sahut Aaron menenangkan. "Itu sajennya Kak Rasen aja yang kurang. Inget, Kak. Miu anak bungsu, jadi kalau udah ngambek, sajennya harus lengkap!"

"Memangnya adikmu itu setan apa, sampai harus pakai sajen segala?" komentar Rasen membuat Aaron tertawa.

"Ya mirip-mirip, cuma kalau Miu dikasih jajanan kayak telur gulung atau kue pasar, pasti nggak ngambek lagi!" saran Aaron sambil tersenyum.

Rasen membulatkan bibirnya, mangut-mangut dengan wajah antara lega, tapi masih cemas. Aaron tersenyum-senyum melihat calon adik iparnya yang lebih tua delapan tahun darinya. Rasen sungguhan sudah takluk pada Miu, sampai melakukan apa pun ia rela.

"Aku heran loh, Kak. Kok bisa Kakak sampai suka sama Miu?" Aaron menatap Rasen setengah heran. "Bukan maksudnya si bungsu ini jelek, cuma ya, kalau bukan kakak kandungnya, aku rasa cowok-cowok pasti capek sama dia."

"Saya juga nggak tahu, Ron," balas Rasen pelan sambil tersenyum tipis. "Yang saya tahu, saya mau jaga dia seumur hidup."

Ya, Rasen juga tak yakin kapan perasaan itu muncul. Apa saat pertama kali bertemu? Atau pertemuan kedua mereka? Atau saat ia mengalami serangan kecemasan dan Miu membiarkannya menenangkan diri tanpa bertanya?

Rasen tidak begitu yakin. Namun, hatinya sudah begitu terpikat pada Miu. Dalam lubuk hatinya, hanya ada Miu. Dan Rasen bersedia menukar apa pun yang ia miliki asal Miu bisa berada di sisinya.

Bratty WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang