9

388 49 4
                                    

.



.




.

"Plak!"

Begitu Sakura masuk Sakura langsung mendapat tamparan keras dari Ayahnya. Makoto menatap Sakura dengan raut murka.

"Saya benar-benar lelah, saya selalu memberikan kamu kesempatan untuk berubah. Tapi apa? Kamu tidak pernah berubah, bahkan tingkah kamu lebih liar lagi," amuk Makoto. Makoto menatap manik Emerald Anaknya tajam.

Sakura memegang pipinya yang mulai terasa perih, kemudian dia memandang Ibunya yang sejak tadi sudah menangis, Kakaknya Sasori yang menatap datar dan Kakak palsunya yang berkaca-kaca.

"Jawab saya Sakura! Apa hal yang kamu peroleh dari sikap seperti ini? Tidak ada keuntungan bukan," cetus Makoto dengan nada tajam.

"Dan dengan kurang-ngajarnya kamu mengatai Kakak kandung kamu sendiri palsu, tahu apa kamu!"

Sakura mengepalkan tangannya, dia tidak tahan lagi. Apa dia harus mengungkapkannya sekarang? Tapi bagaimana dengan perasaan Ibunya?

Sakura menggeleng, yang terpenting sekarang adalah menumpahkan apa yang dia rasakan.

"Ayah tanya aku tahu apa? Aku tahu semua! Bahkan semua hal yang udah Ayah tutup-tutupi selama ini," kekeh Sakura. Dengan berani dia menatap Ayahnya balik.

Seketika gerakan Makoto jadi kaku, iris cokelatnya menatap Sakura tidak percaya. Bagaimana bisa Sakura tahu? Seharusnya ini tetap menjadi rahasia.

"Kenapa diam? Karena Ayah takut kan," sinis Sakura. Sial. Ingin sekali Sakura tertawa, tapi berusaha ia tahan.

Sakura mendekat, dia sedikit berjinjit untuk berbisik ditelinga Ayahnya.

"Aku tahu Yah, alasan inisial Kak Matsuri bukan S bukan supaya sama seperti Ayah. Tapi supaya sama seperti Ibu kandungnya kan."

Makoto syok bukan main. Sontak dia langsung memegang dadanya, jantungnya langsung berdetak kencang. Seperti sedang ketakutan akan sesuatu.

Makoto tak menoleh. Dia tetap menatap punggung Putrinya yang mulai menjauh. Makoto menatap lantai pijakannya, jadi ini alasan Putrinya yang dulu manis berubah seliar ini?

Sazuma berhenti menangis, dia menatap putrinya dan sang Suami heran. Apa yang di bisikan putrinya, sampai Suaminya yang awalnya emosi langsung reda.

Begitupun Sasori dan Matsuri yang tidak tahu apa-apa, keduanya lebih bingung lagi.

Sakura mengerang, saat ini dia sedang menempelkan es batu pada pipinya. Tamparan ayahnya tidak main-main, dan ya sekarang itu terasa perih dan sakit.

Sakura langsung menghubungi Daisuke, saat ini dia butuh tempat untuk bercerita.

10 menit kemudian, Sakura semakin kesal. Daisuke tidak merespons pesan dan panggilannya. Kemana perginya lelaki itu? Padahal ini merupakan momen dimana Sakura butuh sandaran.

Daripada sendiri Sakura memilih untuk mendatangi temannya, Ino Yamanaka.

.

.

Sasuke dan Kakashi saat ini berada di dalam ruangan Dokter Veer yang ditugaskan khusus meneliti mayat Daisuke. Sasuke benar-benar menjaga privasi, sehingga hal ini hanya diketahui oleh-nya, Kakashi dan Dokter Veer itu sendiri.

"Bagaimana?" Tanya Sasuke tanpa basa-basi.

"Saya menemukan zat obat tidur dalam jumlah yang banyak," jelas Veer.

"Kami tahu itu sejak awal, karena saat menemukan jasad Daisuke. Ada banyak pil disamping-nya," tutur Sasuke.

"Itu benar, saya hanya menegaskan kembali. Dan saya juga menemukan ada Phenazepam dalam darah nya. Ini mengartikan Tuan Daisuke juga mengonsumsi obat penenang." Ucap Veer lagi. Sorot matanya benar-benar serius.

Sasuke menatap tak setuju. "Itu tidak benar! Daisuke bukan orang seperti itu. Ia tidak akan mengonsumsi obat sialan itu. Saya sebagai kakak-nya tahu persis."

"Saya mengerti, tapi itu yang saya temukan Tuan. Saya tidak berani menyabotase hasil," tegas Veer.

"Phenazepam untuk pasien yang memiliki ketegangan emosi dan insomnia bukan?" Tanya Sasuke.

Veer mengangguk. "Itu benar, saya rasa Tuan Daisuke memiliki suatu masalah yang membuat nya memiliki kecemasan secara berlebihan dan pada akhirnya memilih mengakhiri hidup dengan mengonsumsi itu semua dalam jumlah banyak sekaligus.

Sasuke hanya menatap sayu, ia hampir tak mampu berkata-kata lagi. Ia merasa gagal sebagai seorang kakak sekaligus saudara kembar.

"Saya mengerti, terimakasih. Dan maaf tadi saya sempat membantah." Sasuke berucap dengan nada menyesal. Veer mengangguk. Ia sangat mengerti perasaan Tuan muda Uchiha ini.

Kakashi turut prihatin, ia menepuk bahu Sasuke pelan. "Ayo, kita masih ada meeting dengan klien Jerman." Sasuke mengangguk. Keduanya langsung pergi meninggalkan ruangan. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan, Kakashi membungkuk hormat. Veer ikutan membungkuk sebagai bentuk kesopanan.

Setelah Sasuke menjauh, Veer menatap punggung itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

To be continue...

To Eunoia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang