Di kediaman Odilio, terdengar suara langkah kaki yang mendekat.
"Tuh anak kesayangan yang dicari sudah datang," kata Max sambil memutar bola mata.
"Kami menunggu kamu dari tadi sampai kita sudah selesai makan, kamu ke mana aja?" tanya Agatha.
"Maaf, Ma. Aku tadi ada urusan penting," balas Edgar mendudukkan diri di samping Max yang sedang meminum jus.
"Urusan sepenting apa hingga kamu meminta Max memimpin meeting hari ini dan mengurus semuanya?" tanya Oscar dengan tatapan intimidasi.
"Tenang, Pa. Ini sangat penting, percaya padaku. Ini akan menjadikan kita untung besar," jawab Edgar.
"Apakah kamu sedang dekat dengan seorang perempuan? Jangan ikut campurkan pekerjaan sama urusan pribadi kamu, ingat itu. Kamu bisa jadi bodoh," tutur Oscar.
"Papa, biarkan saja Edgar makan dulu," tegur Agatha.
"Ya Papa hanya mau Edgar tidak memikirkan perempuan terus-menerus. Dia nanti juga harus tegas kalau punya kekasih. Buat perempuan itu bergantung sama dia," jelas Oscar.
"Iya, Pa," kata Edgar sambil mengambil piring berisikan lauk pauk yang diberikan mamanya.
"Aku saja tidak bergantung sama Papa," ejek Agatha.
"Kata siapa kamu tidak bergantung padaku? Kamu lihat semua keperluan kamu aku loh yang urus dan berikan semuanya," balas Oscar.
"Ya sekarang betul. Kalau dulu, aku bekerja," tutur Agatha.
"Ya kamu memang dulu bekerja, tapi sekarang tidak," balas Oscar.
"Papa tenang saja, Edgar tidak akan sebodoh itu," kata Edgar.
"Baguslah kalau begitu. Jangan sampai kamu mempermalukan orang tua kamu. Kata Max untuk keuntungan semuanya bagus dan lancar, baik dari usaha kita punya dan aplikasi yang kalian bikin," tutur Oscar.
"Iya, Pa. Kami juga akan selalu berusaha keras agar terus berkreativitas," kata Edgar.
"Iya kamu harus mengontrol semuanya," titah Oscar sambil angkit dari duduknya.
"Papa mau ke mana?" tanya Agatha.
"Ke kamar, Papa mau istirahat," jawab Oscar.
"Oke, Pa," balas Agatha sambil bangkit dari duduknya. Dia sebagai istri harus mengikuti suaminya.
Edgar menatap papa dan mamanya bisa saling melengkapi merasa iri.
"Hanna saja aku tidak bisa mendapatkannya. Perempuan lain banyak yang mengantri untukku, tapi kenapa dia tidak? Aku harus berbuat sesuatu," gumam Edgar.
"Kak, apa lagi yang Kakak pikirkan? Menurut aku tolong jauhi gadis itu, ini bisa membahayakan semuanya. Apa Kak Edgar mau wajah Kakak terlihat oleh semua orang? Memang semua wartawan sudah ditutup mulut dan mata mereka, tapi teman-teman dari gadis itu dan beberapa orang yang melihat Kakak apa bisa jamin jati diri Kakak tidak akan terbongkar?" tanya Max kesal.
"Max, lebih baik kamu diam saja. Ini bukan urusan kamu," tegur Edgar menunjuk adiknya.
"Terserah Kakak. Intinya aku sudah menasihati Kakak kalau semuanya bisa terbongkar," balas Max.
Max bangun lalu pergi meninggalkan Edgar sendirian.
***
Di kediaman Silvan, Hanna yang sedang di kamar termenung sambil menonton televisi.
"Aku harus bisa segera menjauhi Edgar, tapi bagaimana caranya? Dia pria aneh. Aku takut aku bisa jadi kayak Victor, tapi aku harus tanya sama dia apakah benar dia yang melenyapkan Victor," gumam Hanna.

KAMU SEDANG MEMBACA
Edgar Prisoner
RomanceWarning : Adult and explicit sensual content! Semua kejadian pasti ada sebabnya. Itulah yang dialami oleh Hanna Silvan. Tapi sayang, dia sudah terlanjur terjebak di sebuah tempat di mana banyak suara tangisan dari para gadis karena kebodohannya. Bet...