"lebih baik mati" gumam nya. Rasa lelah sudah sampai pada titik terdalam. Perasaan lelah yang begitu mendalam setelah mata yozaka terbuka. Di tengah keheningan mata yozaka tetap mengarah pada langit-langit ruang inapnya. Entah sudah berapa lama yozaka menatap langit yang jelasnya pikiran-pikiran kotor mulai memenuhi otak yozaka seolah memerintah untuk melakukan hal-hal yang sudah di rancang otaknya itu.
Tangan kurus nan pucat itu perlahan mencabut infus tangannya sendiri dengan kasar. Tenaganya yang sudah sisa-sisa ini dia paksakan untuk tetap bangun meskipun harus memejamkan mata karena pening luar biasa menghantam kepalanya.
Saat tubuh yozaka bangun dia langsung menatap bundanya yang sedang tidur di temani oleh papi di sampingnya. Pandangan yozaka kosong melihat 2 orang itu.
"Yozaka harus apa?"
"Kenyataannya sesering apapun yoza hidup selalu saja kesialan ini melekat pada diriku"
"Bunda apa salah yoza? Kenapa takdir yoza selalu gini apa karna yoza bandel atau karna nama yoza terlalu buruk jadi garis takdirnya kaya gini"
Keadilan, yang saat ini yozaka butuhkan adalah keadilan. Entah bagaimana caranya dia harus mendapatkan keadilan. Bukankah ini sudah kesembilan kalinya dia mengulang waktu harusnya dia menggunakan waktunya sebaik mungkin.
Tapi yozaka ini sudah berbeda.
Dia bukan lagi yozaka yang bangun saat usia 15 tahun yang saat itu penuh dengan semangat yang membara. Jika orang lain akan tetap berusaha maka kali ini yozaka putus asa.
Sedari pertama mengulang waktu dia selalu berjuang mati-matian. Namun akan selalu gagal dan gagal hingga berujung mati dengan sia-sia. Kali ini dengan cara apalagi yozaka haris berjuang?
Bukankah sudah tidak ada jalan lagi. Lagi-lagi tatapan kosong yang yozaka layangkan pada kedua orang tuanya. Sebelum turun dari bangsalnya yozaka melirik tangannya yang mengeluarkan darah. Darah segar yang mengalir di tangannya itu ia usapkan pada bajunya hingga meninggalkan jejak darah di bajunya tidur berwarna hijau.
Sesaat ia memperlihatkan kakinya yang putih pucat itu. Bukan putih kulit cerah kulitnya sangat pucat seperti mayat. Yozaka memejamkan matanya saat merasakan dinginnya lantai masuk dan menerobos kulit kakinya. Sudah berapa lama dia baring hingga ia menjadi sangat kaku seperti sekarang. Langkah demi langkah yozaka raih hingga sampai pada gagang pintu ditariknya hingga pintu itu terbuka lebar.
Kemana perginya anak ini? Jelas yozaka akan mencari jawabannya sendiri.
Mengapa dia? Ada apa dengan dia?
Yozaka ingin mencari jawabannya setidaknya di kehidupan ke sembilannya ini dia akan memecahkan teka-teki nya sendiri.
Lalu langkah demi langkah coba yozaka telusuri hingga dia sampai di tempat tujuannya. Di hadapan pohon besar dan tinggi gagah ini yozaka menatap ke atas, pohon ini di hiasi oleh ratusan bahkan ribuan bunga yang belum pernah yozaka temui sebelumnya.
Bunga cantik dan bercahaya berwarna hijau sama seperti warna favorite nya. Di tambah dengan kunang-kunang yang bertebaran di sekeliling pohon menambah kesan cantik pohon itu. Suasana yang tenang dan sunyi tidak membuat yozaka takut entah kenapa. Dia malah merasakan ketenangan yang sama sekali belum pernah ia rasakan. Ini sangat indah seperti negeri dongeng, bunga-bunga cantik berwarna hijau dan mengeluarkan cahaya serta kunang-kunang di sekelilingnya mengingatkan yozaka pada cerita dongeng yang sering dia baca ketika kecil.
"Kemarilah~" mata yozaka menatap lekat pada pohon yang tiba-tiba mengeluarkan suara. Bunga-bunga tadi seketika merambat dan menuju ke arahnya. Kumpulan bunga-bunga itu seketika menenggelamkan yozaka dalam ribuan bunga mereka. Yozaka memejamkan matanya memusatkan pendengarnya dan tiba-tiba cahaya putih melingkup dan membawa yozaka pada suatu tempat yang berkali-kali lebih indah dari pemandangan pohon tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOZAKA [AND]
Чиклит"tolong kembalikan keadilan dalam hidupku" -Yozaka. *** Menjadi korban pemerkosaan oleh sahabat kakaknya membuat Yozaka mengambil tindakan nekat 'bunuh diri'. Namun apa jadinya jika Yozaka bahkan tidak bisa menghilang dari bayang-bayang keluarga...