Chapter 2: The Club

40.3K 1.9K 23
                                    

Setelah ditarik dengan paksa keluar dari cafe dengan meninggalkan surat "gelap" untuk si pemilik cafe tersebut, aku akhirnya pergi ke Mall bersama dengan Melanie dan Ananda. Cindy dan Bella juga datang menyusul kami. Sambil mencari baju, aku menceritakan kembali semua kejadian yang terjadi di restoran tadi. Reaksi mereka bertiga tidak jauh berbeda dengan reaksi Ananda tadi. Mereka langsung menghina-hina Bernard. Bukan hanya itu saja, semua rahasia yang mereka simpan tentang Bernard juga keluar semua. Aku tahu ini kedengarannya agak sedikit jahat, tapi mendengar laki-laki menyebalkan itu dihina-hina, aku merasa sedikit lebih baik. Aku juga merasa semakin yakin bahwa putus dari laki-laki itu adalah hal yang tepat.

Setelah menggangti baju kami dengan dress yang cocok untuk pergi ke club, kami semua akhirnya pergi ke tempat tujuan juga. Yang dikatakan Bella ternyata benar, club ini bisa aku bilang terlalu high class. Bahkan pengawalnya saja memakai blazer berharga jutaan.Tiba-tiba saja aku menjadi menciut saat masuk ke dalamnya. Bukannya merasa free, saat masuk aku malah semakin tegang karena melihat terlalu banyak pria berpakaian rapi. Walaupun musiknya berbunyi kencang, aku tetap saja merasa bahwa tempat ini bukan seperti club lainnya. Saat kami masuk, Bella langsung disambut oleh seorang laki-laki yang sedikit... melambai.

"Hai beb. Meja you udah I siapin. Yuk mariii." Kata laki-laki itu menggiring kami menuju ke sebuah meja yang ada di salah satu pelosok ruangan.

"Thanks ya Den. You emang temen I yang paling baik sedunia. Oh iya, kenalin ini temen-temen I." Kata Bella akhirnya memperkenalkan kami. Laki-laki melambai itu memperkenalkan dirinya pada kami berempat. Kami berempat juga memperkenalkan diri kami. Namanya Denny. Nama yang cukup maskulin walaupun kelakuannya tidak seperti namanya.

"Jadi siapa yang baru patah hati?" Tanya Denny sambil menggerakkan tangannya bergantian diantara kami berempat. Ya ampun! Masa Bella menceritakan kisahku ke laki-laki ini? Ember banget deh anak itu.

"That's me." Kataku dengan lesu. Tujuanku kesini hari ini kan untuk melupakan masalahku dan Bernard kenapa dia malah mengingatkanku kembali sih?

"Ngga usah kawatir ya beb. You pasti bakal dapet cowok penggangti yang I yakin jauh lebih oke. Liat aja kiri kanan. Banyak cowok berprospek. See, selain ganteng, kantong mereka juga tebel. Coba you pake badan you buat tarik salah satu dari mereka pulang." Kata Denny tiba-tiba sambil menepuk pantatku. Aku yang kaget secara otomatis bergerak menjauh dari laki-laki itu. Aku tahu tujuannya melakukan itu bukan karena dia ingin melakukan pelecehan seksual, tapi tetap saja aku masih belum terbiasa dengan caranya yang terlalu frontal itu.

"Sorry ya Den, I kasih taunya mendadak banget. You ngga kena trouble kan karena bukain meja buat I?" Tanya Bella dengan nada yang super manja. Aku belum pernah melihatnya seperti ini sebelumnya. I guess people can do anything to get what they want.

"Beb, ngga usah khawatir deh. I kan banyak you bantu juga. Pengacara-pengacara lain yang you suka bawa ke sini kebanyakan jadi pelanggan tetap I." Kata Denny.

"Club you udah jadi terkenal banget sih. Jadi I ngerasa susah buat reservasi sendiri." Kata Bella.

"Aduh Beb, kalo you butuh apa-apa, telepon I aja." Kata Denny dengan gaya feminimnya.

"Thanks banget ya." Kata Bella memeluk Denny.

"Kalian pesen minuman apa aja deh. I pergi dulu ngurusin tamu yang lain. Have fun toniiight." Kata Denny dengan semangat sambil berteriak dengan suara cemprengnya.

"Bel, lo yakin kan ini bukan club buat homosexual?" Tanya Cindy curiga. Memang sebagian banyak pengunjung club ini adalah laki-laki.

"Hush! Ngaco lo. Ngga lah. Lo liat dong betapa ramenya tempat ini sama cowok-cowok ganteng. Mana mungkin mereka gay." Kata Bella menampis kecurigaan Cindy.

The Devil in SuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang