Epilog: Ryu's POV final

28.3K 1.1K 74
                                    

Japan, 7pm Restaurant Lounge

Aku mengalihkan pandanganku berkali-kali karena aku benar-benar tidak tahan dengan suasana awkward ini. Setelah bertemu dengan papa di dalam restaurant dan memesan makanan, suasana benar-benar hening. Tujuan utama aku bertemu dia adalah karena Olla memaksaku untuk memperbaiki hubungan kami yang memang sudah hancur bertahun-tahun lalu. Aku tahu dari awal bahwa ini adalah ide yang buruk, tapi Olla tetap saja memaksaku untuk melakukan ini. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana bisa aku bisa suka dengan perempuan sekeras-kepala Olla. Tidak ada satu orangpun yang berhasil membujukku untuk bertemu dengan papa seperti ini, termasuk Nana. Alasan kenapa dia ingin aku melakukan ini adalah agar dia bisa mengundang papa di acara pernikahan kami nanti. Aku benar-benar ingin melakukan balas dendam pada Olla setelah acara makan malam ini selesai. Setiap kali aku melihat papa, bayangan 20 tahun yang lalu selalu muncul di kepalaku dan membuatku muak.

"Ehm. Jadi gimana perusahaan kamu?" Tanya papa mencoba untuk memecahkan suasana awkward ini. Aura kami berdua sepertinya terlalu kuat sehingga orang di sekitar kami terlihat seperti takut untuk berbicara.

"Baik-baik aja. Bisnis papa sendiri gimana?" Tanyaku. Aku berusaha untuk melanjutkan pembicaraan walaupun sebenarnya aku ingin cepat-cepat keluar dari tempat ini.

"Tidak terlalu bagus. Ada banyak rumor yang beredar tentang Jepang saat ini, jadi agak sedikit sulit untuk mencari client internasional." Kata papa. Perusahaan papa bergerak dalam bidang export. Awalnya papa dan mama mengelola perusaan itu bersama-sama tapi, setelah mereka cerai, papa meneruskan perusahaan itu sendirian.

Aku benar-benar ingin waktu untuk cepat berlalu. Jujur saja aku merasa kejadian itu cukup jelas dan tidak perlu penjelasan sama sekali karena aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Lagipula aku tidak akan pernah bisa lupa dengan semua kesulitan yang aku alami karena kejadian itu. Lagipula aku sudah terlalu nyaman untuk menjalani hidupku tanpanya. Bermenit-menit berlalu dengan sunyi. Sepertinya papa juga merasa tidak nyaman sepertiku. Aku sendiri bingung kenapa dia setuju untuk bertemu denganku seperti ini. Makanan akhirnya datang. Setidaknya sekarang tanganku tidak akan merasa awkward karena aku bisa berkonsentrasi untuk makan.

"Kata Nana kamu dan Olla akan menikah." Kata Papa membuka pembicaraan lagi.

"Iya." Jawabku singkat.

"Kapan acaranya? Mungkin papa akan meluangkan waktu." Kata papa. Hah! Aku kira dia tidak akan perduli dengan kehidupanku. Lagipula selama ini dia juga tidak pernah menanyakan keadaanku sama sekali. Mungkin terakhir kali kami berbicara adalah 20 tahun yang lalu.

"Papa ngga usah khawatir. Kalau papa ngga mau dateng, aku ngga akan tersinggung kok." Kataku dengan sinis. Lagipula dia juga tidak pernah datang setiap ada acara penting.

"Mana mungkin papa ngga dateng. Itu kan acara pernikahan kamu." Kata papa.

"Oh ya, papa bahkan ngga perduli waktu aku ada dalam bahaya. Gimana bisa papa tiba-tiba jadi sok perduli kayak gini?" Tanyaku menyindirnya.

"Oke, sepertinya ini waktu yang tepat untuk mulai penjelasan tentang kejadian itu." Kata papa. Aku memutar bola mataku. Walaupun aku tidak mau mendengarnya, aku akan mencoba untuk mendengar penjelasannya.

20 tahun lalu

Aku berjalan pulang setelah dari sekolah. Seperti biasa papa dan mama lagi-lagi lupa untuk menjemputku. Setiap hari aku selalu menunggu mereka sampai larut sampai-sampai aku kenal baik dengan satpam di sekolah yang selalu menemaniku menunggu papa dan mama. Suatu hari, aku pernah langsung pulang ke rumah sendirian tanpa sepengetahuan papa dan mama karena aku mengira bahwa mereka lupa tapi aku langsung dimarahi habis-habisan saat mereka tahu bahwa aku sudah ada di rumah. Karena itu, aku tidak berani pulang tanpa menunggu mereka terlebih dahulu. Aku sendiri tidak mengerti kenapa papa dan mama tidak memberikan handphone kepadaku jadi setidaknya aku bisa menelepon mereka dan mengingatkan mereka untuk menjemputku. Ini sudah kesekian kalinya aku kecewa oleh mama dan papa yang selalu saja sibuk, tapi apa boleh buat. Tiba-tiba saja, aku merasa ada yang menempelkan sapu tangan di depan mulutku dan aku kehilangan kesadaran.

The Devil in SuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang