Sudah lebih dari sebulan sejak kejadian itu berlalu. Melanie sudah lebih baik dan dia sudah kembali bekerja seperti biasa. Setelah mengerjai si bule terkutuk itu habis-habisan, perasaan kesal Melanie akhirnya berkurang juga. Aku juga sudah kembali bekerja lembur lagi karena proyek yang akan datang ini. Permainan telah seperempat dibangun. Pembangunan memang membutuhkan banyak waktu karena Ryu menyuruh pembangunan dilakukan diluar jam operasi agar tamu yang datang tidak terganggu. Karena itulah beberapa hari kebelakang ini aku jadi sering begadang. Mungkin sudah penyakit bagiku, jika aku sudah memulai sesuatu, aku tidak akan bisa berhenti melakukannya sampai benar-benar tuntas. Saat ini aku sedang membenarkan posisi hologram dan memprogramnya berkali-kali agar efek 3 dimensinya terlihat seperti nyata. Saat sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, aku menyelesaikan pekerjaanku dan pergi kembali ke kantor. Seperti hari-hari sebelumnya, aku memutuskan untuk mandi di kantor dan bersikap seperti biasa.
"La, kok kayaknya lo kurusan ya?" Tanya Arka saat dia tiba di kantor.
"Masa sih?" Tanyaku penasaran. Mungkin aku tidak sadar karena aku melihat mukaku terus setiap hari.
"Dan itu tuh, kantong mata lo. Udah kayak zombie aja." Kata Arka meledekku lagi.
"Enak aja. Ngatain gue zombie. Lo tuh gorilla." Kataku dengan kesal.
Arka memang sering sekali mengejekku entah kenapa. Aku berhenti mendengarkan ejekan Arka dan kembali bekerja. Hari inipun tidak kalah sibuknya dnegan kemarin. Setelah jam kantor selesai, aku pergi ke tempat dimana aku bisa mengetes design yang sudah kubuat. Hari semakin gelap dan aku juga sudah merasa lelah karena aku tidak tidur kemarin malam. Hari ini aku memutuskan untuk pulang. Saat aku berjalan ke dalam kantor, tiba-tiba saja aku bertabrakan dengan Ryu di depan pintu dapur. Tidak seperti biasanya, mukanya benar-benar kusut. Jika dipikir-pikir, aku memang sudah tidak bertemu dengannya selama sebulan kebelakang. Sepertinya kami berdua memang benar-benar sibuk.
"Kok lo masih disini?" Tanyanya bingung.
"Ini gue mau pulang. Tadi ada kerjaan di park." Kataku menjelaskan.
"Ck, habis ini ke ruangan gue." Katanya. Kenapa mukanya kelihatan kesal? Perasaan aku tidak membuat kesalahan apa-apa terakhir-terakhir ini.
"Gue cuci gelasnya sebentar. Habis itu gue ke ruangan lo deh." Jawabku. Ryu akhirnya pergi duluan sementara aku mencuci gelas yang baru kupakai itu.
Setelah selesai, aku pergi ke ruanganku dulu untuk menaruh barang-barang yang kubawa ke park tadi. Rasanya tidak enak membawa barang-barang berat ini ke ruangan Ryu. Setelah memastikan bahwa penampilanku masih rapi, aku pergi ke ruangan kerja Ryu. Semua pegawai sepertinya sudah pulang. Sepertinya yang ada disini hanya aku dan Ryu saja. Perlahan aku mengetuk dan membuka pintu ruangan kerja Ryu. Bukannya menungguku, ternyata dia sudah tidur terlelap di atas sofa. Mukanya memang terlihat lelah sekali. Aku melihat bercangkir-cangkir kopi di atas mejanya. Aku sebenarnya ingin membangunkannya dan menanyakan tentang hal yang mau dia bicarakan, tapi karena kasihan, akhirnya aku membiarkannya saja. Perlahan aku membuka selimut yang berada di sofa lain. Sepertinya ini bukan hari pertama dia begadang. Setelah menyelimutinya, aku melihat ke arah kertas-kertas yang berserakan di atas mejanya. Semuanya berisi kontrak sponsor. Entah kenapa mataku tertuju kepada sebuah kontrak sponsor yang ada di sebelahku. Aku melihat ke arah sebuah perusahaan yang dicoret dengan pulpen merah. Saat aku membaca berkasnya, aku melihat bahwa pemilik lama perusahaan itu telah meninggal sehingga di ambil alih oleh orang lain, dan pemilik baru perusahaan itu menolak untuk memberikan sponsor ke perusahaan kami lagi. Apa karena itu Ryu begadang semalaman? Apa dia sedang mencari sponsor baru? Aku menaruh kembali kertas-kertas itu dan meninggalkan kantor Ryu. Aku tidak mau dia tahu bahwa aku membaca berkas-berkas di mejanya itu. Dalam hati aku agak sedikit khawatir, tapi perusahaan Ryu kan banyak, mana mungkin dia pusing hanya karena kehilangan satu sponsor saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil in Suit
RomanceOlla Agustine Bosse Dia arogan, playboy, egois, tak berhati dan suka seenaknya saja. Dia menganggap semua orang itu adalah sebuah properti. Aku benar-benar tidak menyesal telah memperlakukannya dengan buruk karena dia memang pantas mendapatkannya. D...