Sudah hampir seminggu sejak aku tiba di Jakarta. Kebanyakan waktu, aku lebih sering meluangkan waktu untuk bertemu dengan Cindy, Ananda, Bella dan Melanie karena kak Julius dan kak Renata benar-benar sibuk. Vino yang sekarang sudah kelas 6 SD, kukira tidak akan sejahil dulu. Tapi dugaanku salah. Vino tetap saja sejahil dulu. Bahkan sekarang kejahilannya makin meraja lela. Walaupun sudah sering dimarahi oleh mama, dia masih saja tidak kapok.
Pagi ini aku terbangun oleh semprotan air. Aku membuka mataku dengan tergesa-gesa karena benar-benar terganggu. Vino sudah berdiri di depanku dan menodongkan pistolnya ke arahku. Ugh! Kenapa sih anak ini tidak ada capek-capeknya. Aku langsung merebut pistol milik Vino dan menyemprotnya balik. Vino langsung membalikkan badannya dan lari ke arah luar kamar. Dia dengan cepat turun ke arah dapur dan berlindung di belakang mama yang sibuk menyiapkan makanan untuk engagement party nanti dengan mbak Siti. Tante Melda juga sudah datang dan membantu mama untuk menyiapkan makanan. Acara engagement party untuk kak Julius memang diadakan hari ini. Kami semua akan pergi ke rumah kak Renata untuk acara lamaran. Memang acara ini tidak diadakan besar-besaran karena hanya saudara dekat saja yang datang. Karena keluarga kak Renata cukup tradisional, mama dari tadi pagi sudah menyiapkan bingkisan dan hadiah untuk dibawa ke rumah kak Renata nanti.
"Udah-udah. Kalian berdua kok masih kayak anak kecil aja sih." Kata mama merebut pistol air yang kupegang. Vino langsung menjuurkan lidahnya kepadaku. Aku langsung mencoba untuk menangkap anak kecil itu.
"Udah-udah! Sana berdua siap-siap. Event organizernya bakal dateng satu jam lagi. Mandi dulu gih. Mama sebentar lagi juga mau make-up soalnya make-up artistnya udah mau dateng." Kata mama sambil memberikan kami tatapan tajam. Mama memang ajrang sekali marah. Tapi, setiap kali marah, mukanya benar-benar menyeramkan. Karena itu tidak ada yang berani melawan mama saat dia marah. Aku memberikan tatapan mengancam ke Vino untuk yang terakhir kalinya. Bukannya takut, Vino malah balik meledekku. Dasar devil kecil.
Aku kembali masuk ke kamar dan mulai mandi. Gara-gara Vino, aku jadi harus mengeringkan rambutku yang basah kuyup. Setelah selesai, aku memakai dress-ku dan masuk ke dalam kamar mama untuk ikut make-up. Setelah selesai, aku kembali ke ruang tamu untuk membantu tante Melda menaruh semua kado untuk kak Renata ke atas meja agar nanti pak Nyoman membawa semuanya masuk ke dalam mobil. Kak Julius, yang seharusnya sudah siap masih tidak kelihatan batang hidungnya. Event organizer yang sudah datang mulai sibuk pergi mondar mandir untuk memastikan semua barang yang dibutuhkan untuk acara nanti sudah siap. Karena aku menganggur, akhirnya aku membantu mama dan tante Melda di dapur untuk membungkus semua makanan tradisional yang sudah disiapkan.
"Yuk, semuanya. Masuk mobil." Kata Event organizernya mulai memanggil semua keluarga kami untuk masuk ke dalam mobil.
"La, tolong panggilin Julius sekalian ya. Mama sama papa mau masuk duluan." Kata mama menyuruhku. Aku langsung pergi ke dalam kamar kak Julius. Kak Julius yang biasanya terlihat tenang itu, saat ini sedang mondar mandir di dalam kamarnya sambil komat-kamit.
"Woi! Udah ditungguin tuh. Mau berangkat." Kataku mengagetkan kak Julius.
"Gimana gue udah rapi kan?" Tanyanya sambil membenarkan dasinya.
"Udah-udah. Udah ganteng kok." Kataku sambil memberikan jempol ke kak Julius. Dia menarik nafas panjang lalu pergi keluar kamar.
Kami semua akhirnya masuk ke dalam mobil, lalu pergi ke rumah kak renata. Saat sampai, Videographer yang berada di rumah kak Renata sudah siap untuk merekam setiap gerak gerik kak Julius. Kami semua masuk ke dalam rumah kak Renata yang langsun disambut oleh keluarga besar kak Renata. Mama dan papa kak Renata menggiring kak Julius masuk ke dalam kamar kak Renata untuk bertemu dengan kak Renata dan menjemputnya ke ruang tamu diamana seluruh keluarga sudah menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil in Suit
RomanceOlla Agustine Bosse Dia arogan, playboy, egois, tak berhati dan suka seenaknya saja. Dia menganggap semua orang itu adalah sebuah properti. Aku benar-benar tidak menyesal telah memperlakukannya dengan buruk karena dia memang pantas mendapatkannya. D...