Setelah melakukan perencanaan, aku memutuskan untuk mengambil saran Olla dan merubah beberapa hal disini. Bagaimanapun juga, acara ini cukup penting karena para investor dan sponsor akan datang dan melihat kemajuan water park ini. Aku juga ingin memberikan kesan yang baik agar mereka merasa puas. Aku sudah menyerahkan semua berkas kepada para organizer saat meeting kemarin dan seharusnya hari ini, pelaksanaan mengenai acara besok sudah dimulai. Aku melanjutkan pekerjaanku seperti biasanya sampai tiba-tiba saja Bu Helen mengetuk pintu kantorku dan masuk ke dalam. Tidak seperti biasanya, dia terlihat panik dan terburu-buru.
"Permisi pak, saya baru dengar kabar bahwa pak Bagus sedang sakit. Dia hari ini masuk rumah sakit karena terkena demam berdarah. Saat ini kita benar-benar kekurangan orang untuk mengurus masalah event besok." Kata Bu Helen. Aduh! Kenapa dia harus sakit di saat-saat seperti ini. Padahal event besok sangat penting untuk perusahaan ini.
"Memangnya ngga bisa digantiin sama siapa dulu sementara?" Tanyaku.
"Sementara ini anak buahnya dan beberapa anak intern sedang menutupi tugas pak Bagus, tapi bapak tahu kan perincian rencana ini yang memegang kan awalnya memang pak Bagus, dan dia yang bisanya membagikan tugas, jadi orang-orang yang menggantinkannya juga sekarang sedikit kewalahan karena harus membaca seluruh berkas proyek yang sudah dibuat pak Bagus. Saya khawatir saja kalau persiapannya tidak dapat diselesaikan tepat waktu." Kata Bu Helen.
"Memangnya pak Bagus ngga bisa dihubungi? Kamu coba tanya sama dia tentang perencanaannya. Siapa tahu dia bisa memberi sedikit saran." Kataku.
"Itu dia, tadi saya sudah telepon dia pak, tapi kelihatannya dia memang masih sangat lemah." Kata Bu Helen.
Otakku mulai berputar dan mulai memikirkan siapa saja yang terlibat dengan event ini. Aku benar-benar membutuhkan bantuan sebanyak mungkin. Jika perlu, aku akan turun tangan untuk sementara. Kapasitas ottakku benar-benar sudah maksimal, tapi aku tidak dapat berpikir tentang siapa yang busa aku mintai tolong. Tiba-tiba saja nama itu muncul di otakku. Olla. Beberapa hari yang lalu aku memang membahas masalah acara ini dengannya dan dia memang sudah membaca semua berkasnya sampai perencanaannya juga.
"Bu, tolong panggilkan Olla ke ruangan saya." Kataku.
"Baik pak." Jawab Bu Helen lalu keluar dari ruanganku.
Belum ada lima menit Bu Helen pergi, tiba-tiba saja Nana masuk ke dalam ruanganku. Kenapa anak yang satu ini sulit sekali diatur. Padahal aku sudah menyuruhnya untuk berhenti mengunjungiku di kantor karena kehadirannya membuat setengah isi kantor tidak konsentrasi bekerja.
"Kenapa sih kamu kesini? Kan udah aku bilang di rumah aja. Kalo kamu bosen ke mall kek sana." Kataku.
"Kenapa sih nii-chan ngusir aku terus? Kan tujuan aku kesini buat ketemu nii-chan. Kalo mau nge-mall mah ngga usah sampe ke jakarta segala." Kata Nana.
"Aku lagi sibuk. Kamu mendingan pulang deh." Kataku.
"Kok ngusir terus sih? Aku ngga akan nggangguin kok. Aku bakal duduk di sini dengan tenang." Kata Nana.
"Mending kamu pulang aja deh. Aku ada meeting sebentar lagi." Kataku.
"Sama siapa?" tanya Nana penasaran.
"Kamu ngga perlu tau lah." Kataku. Aku memang tidak ingin Nana tahu karena dia memang orangnya pencemburu. Dia selalu membuat semua perempuan yang dekat denganku untuk pergi. Karena itu juga kadang-kadang media salah paham dan mengecapku sebagai playboy. Apalagi kemarin dia sempat melihat kedekatanku dengan Olla, kalau dia tahu, pasti dia akan lebih cemburu.
"Jangan bilang nii-chan mau ketemu sama Olla." Kata Nana dengan tajam. Aku sudah bisa merasakan firasat buruk. Tiba-tiba saja interkom ruanganku berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil in Suit
RomanceOlla Agustine Bosse Dia arogan, playboy, egois, tak berhati dan suka seenaknya saja. Dia menganggap semua orang itu adalah sebuah properti. Aku benar-benar tidak menyesal telah memperlakukannya dengan buruk karena dia memang pantas mendapatkannya. D...