"Kyaaaaa" Aku terbangun karena suara itu dan seseorang membuka selimutku membuatku merasa kedinginan. Aku membuka mataku dan melihat ke arah suara itu.
"Siapa lo?!" Tanyanya dengan histeris. Aku melihat sosok perempuan yang tidak kukenal. Aku langsung menutupi badanku dengan bantal karena aku hanya memakai pakaian dalam saat ini.
"Lo yang siapa? Seenaknya aja masuk apartemen orang." Kataku ikut marah.
"Gue adiknya Ryu. Sekarang jelasin kenapa lo ada di apartemen kakak gue." Kata perempuan itu. Apa? Adiknya Ryu? Kenapa dia kesini? Bukankah Ryu sudah pindah ke apartemen barunya? Kenapa dia masih mencarinya disini?
"Ryu udah pindah apartemen. Sekarang gue yang tinggal disini." Kataku.
"Bohong! Cepet panggil kak Ryu buat kesini sekarang juga atau gue ngga akan tinggalin tempat ini." Katanya lalu menancapkan pantatnya di sofa begitu saja. Apa ada yang salah dengan otak anak itu? Mana mungkin aku berbohong, Lagipula jelas-jelas hanya ada aku disini. Kenapa semua yang berhubungan dengan Ryu selalu membuat hidupku kacau? Akhirnya aku memakai bajuku dan menelepon Ryu.
"Kenapa?" Aku mendengar suara parau Ryu. Aku tahu ini memang masih jam 6. Pasti dia juga belum bangun.
"Adek lo lagi disini." Kataku dengan datar.
"Jangan bercanda deh. Gue ngantuk banget nih. Mendingan lo cari cara lain buat ngerayu gue." Kata Ryu. Kenapa orang ini kepedean sekali sih? Sepertinya penyakit narsisnya sudah akut.
"Gue ngga bercanda. Adek lo bener-bener disini!" Teriakku dengan kesal.
"Lo serius? Coba kasih telponnya ke adek gue." Katanya. Aku memberikan telepon itu ke perempuan yang sedang duduk di sofaku itu.
"Hallo?" Perempuan itu menjawab. "Ryu-niii" Katanya dengan semangat. Baru saja dia berbicara sedikit, ekspresinya sudah berubah dan dia memberikan handphoneku kembali. Matanya menatapku tajam dengan penuh rasa cemburu. Ada apa dengan anak ini? Apa dia punya brother complex? Aku berjalan menjauh dan menaruh handphoneku di kupingku.
"Lo jangan kemana-mana, gue bakal kesana sekarang juga." Kata Ryu. Aku mendengar suara berisik dari backgroundnya. Sebelum aku sempat membalasnya, bahkan dia sudah menutup teleponku. Aku menatap layar teleponku dengan tidak percaya. Aku kembali ke ruang tamu dan menemui perempuan itu. Walaupun aku tidak ingin berbicara dengannya, aku akan berusaha untuk tidak menunjukkan muka kesalku.
"Ryu bakal kesini sebentar lagi." Kataku.
"Apa hubungan lo sama Ryu-nii?" Tanyanya.
"Dia boss gue." Kataku menjelaskan.
"Kenapa lo manggil dia dengan namanya doang kayak gitu?" Tanya perempuan itu dengan curiga.
"Ceritanya panjang, tapi lo ngga usah khawatir karena gue sama dia ngga ada hubungan lebih dari sekedar pegawai dan boss." Kataku.
"Gue ngga percaya. Mana ada pegawai teriak ke bossnya kayak lo tadi. Dan lagi kenapa dia biarin lo tinggal di apartemennya." Tanyanya.
"Gue juga ngga tau kalo ini tuh bekas apartemennya. Hubungan kita berdua emang complicated, tapi gue bisa pastiin hubungan kita ini ngga lebih dari hubungan profesional." Kataku memastikan. Perempuan itu masih memandangku dengan curiga.
"Gue ambilin minum dulu." Kataku kabur dari dekatnya.
"Gue cuman mau minum sparkling water dari perancis." Katanya dengan nada angkuh. What? Sparkling water? Sudah bagus aku tidak memberinya air comberan.
"Gue cuman punya air mineral biasa. Terserah lo mau minum atau ngga." Kataku sambil menaruh segelas air putih di depannya. Aku melihat bibirnya memang kering, jadi dia pasti sudah berjam-jam tidak minum. Perlahan, dia meminum air dari gelasku dan menghabiskannya tanpa complain. Aku menuangkan segelas air dari pitcher air ke gelasnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil in Suit
RomanceOlla Agustine Bosse Dia arogan, playboy, egois, tak berhati dan suka seenaknya saja. Dia menganggap semua orang itu adalah sebuah properti. Aku benar-benar tidak menyesal telah memperlakukannya dengan buruk karena dia memang pantas mendapatkannya. D...