12. Denis

1.1K 53 2
                                    

Annyeong chingghuya!🧜

Siapa yang udah ujian disini? semoga nilainya baik yaa🤩 gaperlu pusing mkirn nilai kecil, kalau bisa mu segitu, hargai❤️🐳

And, terimakasi buat yg baca dan vote. aku enggak bakal lupa kebaikan itu, suatu hal yg sederhana itu saaangawat luuuaaaar biasa!!!😍💙💙

Happy reading, semoga bisa menghibur malam kalen💋

_____________________
__________

Selama ini Radea selalu patuh, apapun yang orangtuanya katakan, ia selalu kerjakan dengan baik. Ia tak di biarkan bersuara, kehidupannya di jerat dengan kuat. Hidupnya bagaikan memiliki tali di leher yang membuat ia harus mengikuti kemanapun tali itu mengarah.

Kedatangan Kenzo di kehidupannya benar-benar membuat semuanya berubah. Membuat hidupnya yang awal terjerat perlahan membaik. Rasa sakitnya perlahan memudar, tapi masih tersimpan apik seperti film yang terus berputar.

Hari ini ia memilih pulang, mengambil barangnya di rumah sebelum kembali lagi ke apartemennya. Tak seperti dulu, kini kehadirannya di anggap dan di sambut dengan senyuman– walau Radea tahu, senyum itu palsu. Mereka memiliki topeng yang menutupi kejahatannya.

“Radea, gimana karir kamu? Hubungan mu sama Kenzo juga baik-baik aja kan?” serentetan pertanyaan ia dapatkan dari Ayahnya yang menyambut kedatangannya.

Hanya menampilkan raut datar, Radea menjawab seadanya. “Baik Pi.”

“Bagus, kamu harus pertahankan dia. Jangan sampai di lepas.” Pratama– Ayahnya tersenyum bangga. Senyuman yang terlihat benar-benar dusta– lebih tepatnya senyum yang hanya muncul ketika pria paruh itu merasa puas.

“Radea! Kamu ngapain pulang? Hubungan mu dengan Kenzo gimana? Kalian harus terus di zona aman.” Lagi, pertanyaan yang layangkan hanya untuk hubungannya. Lebih tepatnya hubungan yang menghasilkan harta untuk orangtuanya?

“Kamu harus terus pepet dia! Ngerti?” Sang Ibu yang sama ambisiusnya dengan harta tak berhentinya melontarkan kalimat seperti itu. Semurah itukan dirinya hanya untuk bisa mendapatkan harta?

“Hem.” Hanya ini yang sanggup Radea jawab, ia tak tersenyum atau bahkan bersikap baik pada orangtuanya. Lagipula selama ini ia hanya di tuntut, tak boleh bahagia ataupun bersedih. Karena jika ia menunjukkan dua sisi itu, ia akan di anggap tak bersyukur dan tak tahu diri.

“Dea mau pergi ke kamar dulu,” ucapnya bernada datar. Tanpa menunggu jawaban sang Ayah, ia berlalu. Rasanya benar-benar tak nyaman berada di satu tempat dengan seseorang yang memberinya sumber luka.

Nyatanya ia masih tak terbiasa walau sering mendapatkan luka. Setiap kali gores itu tertoleh tanpa sengaja, maka luka di hatinya pun semakin menganga, padahal dia belum menemukan obat penutup lukanya.

Ah, tapi baginya, Kenzo adalah obat dari luka itu. Perlahan menyembuhkan dengan memberi berbagai macam kebahagiaan. Lengkung bulan sabit di bibirnya muncul, menciptakan sebuah senyuman yang jarang ia perlihatkan.

Kenzo ... Laki-laki itu adalah ramuannya.

«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»

^
^
^

Ketiduran ...

Ya, Rubby tertidur dengan pulasnya di atas sofa milik orang lain. Setelah makan banyak dengan seenak jidat, tubuhnya itu mengajak untuk tidur, padahal sang pemilik apartemennya sibuk membereskan dapur. Bukankah Rubby itu tidak tahu diri?

Obsession The Big One ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang