33. Melepaskan(?)

404 20 0
                                    

“Papi nggak berangkat kerja?” Rubby bertanya, sambil tiduran di paha sang ibu.

“Enggaklah, kalau papi kerja, nanti makin banyak uang. Ini aja bingung mau habisin uang pake cara apa lagi.” Aarav tampak seperti orang yang mengeluh kesusahan. Padahal itu ucapan semata untuk bergurau.

Edan! Kata-katanya seperti orang kaya nomor satu sedunia saja. Sangat meroket hingga ke planet paling jauh.

Rubby memasang wajah lempeng. Ayahnya memang paling aneh sejagat raya.

“Papimu males. Bilangnya nggak ada kerjaan, padahal pengin rebahan di rumah,” beber Celina.

“Ih, iyakah? Dasar papi! Kalau nanti jatuh miskin gimana?”

“Ya kan ada kamu. Papi bisa jual ke tukang rongsok.”

Astaga ... Aarav adalah definisi ayah kejam.  Memutar mata malas, Rubby beranjak duduk. Rambutnya yang tadi tergerai, sudah di kepang satu oleh Celina dengan cantiknya.

Latar suasana yang begitu menenangkan. Baik Rubby dan kedua orangtuanya, sama-sama menikmati momen langka tersebut. Karena biasanya, Rubby tidak pernah pulang karena kesibukannya. Anak itu, sejak SMA pun, banyak di luarnya.

“Hari ini nggak mau nginep, Buby?” tanya Celina dengan intonasi suara lembut.

Rubby menggeleng pelan dengan raut wajah sedih. “Sebenarnya hari ini ada beberapa naskah baru yang harus aku hapal. Tapi aku malah pergi keluar. Habis, bosen.”

“Denis? Dia kemana? Nggak jagain kamu?” Aarav menyela. Siap menghajar lelaki itu jika lalai pada tugasnya.

“Kak Denis ada, cuman aku nggak mau bareng dia terus. Banyak ngelarang! Aku mau makan ini-itu enggak boleh, katanya makanan itu nggak punya vitamin lah, protein lah. Padahal kan aku pengin banget. Kayanya kalau aku sekarat pun, kak Denis itu enggak akan nurutin!” Rubby menjelaskan dengan menggebu-gebu. Meluapkan isi hati yang setiap hari jengkel, jika bersama Denis.

“Dia kan begitu, karena sayang Buby. Demi jaga kesehatan Buby, biar enggak sakit. Karena jadwal kamu padat kan?” Celina berkata, memberi pengertian pada sang anak.

“Ya, tapi–”

Ucapannya langsung terhenti, ketika dering ponsel menginterupsi pembicaraan mereka. Rubby meraih ponselnya– menatap nama yang tertera disana dengan wajah sedikit kesal.

Tetapi Rubby langsung mematikannya. Malah melirik sekilas pada layar ponsel yang menunjukkan pesan.

Hansel

Ke dpn, gue diluar.

Pesan yang membuat Rubby rasanya hampir jantungan. Perempuan itu menoleh pada orangtuanya.

“Pi, mom, di depan ada fans Buby. Suruh masuk, boleh?”

“Eh, fans? Serius fans?” Celina tampak tak percaya. Karena, mana mungkin seorang penggemar di bawa masuk kesini oleh Rubby?

Gih, sekalian ajak masuk,” lanjut Celina.

Rubby menyengir lucu. “Bentar ya, mom,” katanya, kemudian beranjak keluar.

Ia menuju gerbang utama rumah kediamannya. Diluar, memang sungguhan sudah ada mobil Hansel, yang terparkir santai.

Mengetuk kaca jendela, Rubby mengangkat kedua alis– ketika langsung melihat visual Hansel– yang tengah bersandar sambil bersedekap tangan di depan dada.

Lelaki tersebut langsung memasang senyuman yang terukir miring. Tak tanggung-tanggung dengan wajah tampan. Sepertinya, lelaki itu juga sengaja membuat tiga kancing meja teratasnya terbuka dengan seksi.

Obsession The Big One ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang