“K-kakek?”
“Ya, halo Nadifa, bagaimana kondisimu?”
Bram mendudukkan dirinya di atas sofa yang tersedia tak jauh dari brankar. Ia menyilangkan satu kakinya ke paha kiri. Kini sorot matanya mengarah intens ke arah Nadifa.
“Difa baik. Kakek gimana?” balas Nadifa, kembali melempar pertanyaan dengan gugup.
“Saya baik kalau denger kabar kamu bener-bener lepasin Hansel.”
Nadifa termenung, menatap Bram yang hanya memasang ekspresi wajah tak bersahabat. Selalu seperti itu. Hanya wajah itu yang di tunjukkan pada Nadifa.
Ia juga bingung, kenapa Hansel harus ia lepaskan? Kenapa juga mereka harus di pisahkan? Mereka ini kan saling menyukai, kenapa harus selalu kata 'pisah' yang Bram ucapkan untuk hubungan mereka?
Kenapa harus Nadifa yang mendapatkannya?
“Nadifa, ada yang perlu kamu tahu. Hansel masih berhubungan sama kamu karena ngerasa punya tanggung jawab. Tapi kenapa kamu selalu tahan cucu saya? Kamu tahu kan Hansel cuman punya perasaan enggak enak ke kamu?"
“Saya nggak pernah mau, kalau cucu saya satu-satunya harus bareng kamu Nadifa. Kamu tau alasannya? Atau perlu saya jelaskan?”
Nadifa meremas pergelangan tangannya yang berkeringat dingin, suhu tubuhnya tiba-tiba berubah panas dingin. Air mata yang ingin mengalir ia tahan sekuat tenaga.
Padahal Nadifa hanya ingin mempunyai cinta, hanya ingin Hansel selalu bersamanya. Tetapi mengapa Tuhan tak mengabulkan? Bahkan satupun dari doa-doanya.
Katanya Tuhan itu adil, tapi Nadifa tak merasakannya.
“Kenapa ... kenapa kakek harus pisahin aku sama Hansel? Aku cuman punya Hansel ...."
*****
Rubby menghisap kuat vape di tangannya. Karena tidak mau menimbulkan skandal, ia melakukanya dengan berada di atas roof top apartmentnya. Disini sepi, jarang di datangi orang-orang. Jika pun ada, penghuni disini sudah di beri aturan untuk saling menjaga privasi.
Rubby merasa lebih santai saat melakukannya. Dia duduk di atas ketinggian pembatas–dengan kedua kaki terayun ke bawah.
Dia bukan orang yang punya banyak phobia. Malahan mungkin dia tidak punya phobia apapun.
“Hah, santai gini kalau tiap hari enak banget ya?” gumamnya sendiri menghela. Menatap langit-langit malam yang tidak ada satupun bintang.
Yah, manusia itu memang tercipta untuk terus 'berjalan' meski harus melewati berbagai 'jalanan' yang rusak.
Ponselnya berdering, Rubby melihatnya sebentar. Sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.
“Ya, halo? Kenapa kak?”
"Kamu dimana? Saya udah di depan kamar kamu."
Rubby menepuk jidatnya, tadi dia minta Denis untuk membelikan dimsum.
"Gue di rooftop kak, kita makan disini aja deh," ujarnya.
"Kamu ngapain disana? Sama siapa? Tunggu, saya kesana."
Rubby tidak merespon lagi, dia memutuskan sambungan telefon. Dan tidak lama setelah melewati lima menit, Denis datang dengan dua kantong plastik putih yang semuanya memiliki merk nama di depannya.
Cewek itu mengembangkan senyum ke arah Denis–lebih tepatnya pada plastik yang di bawa cowok itu. Rubby meloncat turun, berjalan ke arah Denis dan mengambil plastiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession The Big One ✓
Romance[SELAMAT MEMBACA] ** Dia adalah seorang bintang ternama yang sering di bicarakan di berbagai serial media. Kehidupan yang sering di jalaninya adalah sebagai aktor film. Ada salah satu aktris yang berhasil membuatnya seperti tersihir. Dia adalah Griz...