29. Tiga Hati(?)

384 23 0
                                    

*Flashback on sebelum pertengkaran Hansel dan Keanu:

Nadifa menjerit-jerit, melempar semua barang yang berada di kamar ke sembarang arah. Emosionalnya sulit di kendalikan jika bukan Hansel yang menangani.

“Enggak, Hansel punya aku! Hansel punya aku!”

Masih teringat jelas di benaknya. Saat Bram kemarin meminta hubungannya dengan Hansel usai.

Mengapa hubungan mereka sangat mudah di patahkan oleh pria tua itu? Kenapa Bram selalu ingin memisahkannya?

“Kakek tua sialan! Harusnya kamu mati aja!!”

“Aku benci dia! Benci, benci, benci!”

Nadifa menusuk jarinya dengan jarum, darah segar dengan cepat keluar. Rasa perihnya sampai tidak terasa karena hatinya lebih sakit.

“Nona, nona. Tolong tenang ya, jangan banyak gerak nona–”

“Diem kalian! Aku enggak mau denger! Berisik, berisik, berisik! Mati aja kalian semua, mati! Hansel cuman punya aku!” teriakan kerasnya membuat beberapa suster yang mengawasi kewalahan.

Para suster selalu merasa kerepotan jika menghadapi emosional Nadifa yang tinggi. Cewek itu seakan berubah menjadi singa yang mengamuk.

Empat orang yang menangani pun tidak bisa meladeni Nadifa jika sudah seperti ini. Untuk memberinya jarum suntik pun sulit, karena bisa berbahaya jika tertusuk pada tempat yang salah.

Duh, kamu udah telefon tuan Hansel kan, Mut?” tanya Sofia–kepada rekan kerjanya.

“Udah, tapi gimana dong? Pasti dia sibuk–”

“Nadifa!”

Keempat suster yang menangani bernafas lega. Mereka mundur beberapa langkah terlebih dahulu setelah Hansel datang. Rasanya seperti sihir, karena dengan adanya Hansel, Nadifa bisa bersikap sedikit jinak.

Hansel langsung memeluk tubuh rapuh Nadifa. Mengusap punggungnya untuk menyalurkan ketenangan.

“Hei, Difa. Aku disini, aku disini.” Cowok itu memegang kedua pipi tirus Nadifa lembut– membawanya agar dapat melihat satu sama lain.

Nadifa terisak keras, nafasnya tidak beraturan. Ia memukul-mukul dada Hansel karena merasa kesal.

“Me-mereka jahat Hansel! Me-reka jahat, selalu nyuruh kamu pergi. Jangan pergi, ja-jangan pergi ....”

“Iya mereka jahat. Aku enggak akan pergi.” Hansel mengusap rambut Nadifa penuh kelembutan.

Tangan kirinya menginterupsi para suster untuk memberi Nadifa suntikan agar tertidur.

“Ja-jangan pergi Hansel ....”

Setelah tangannya berhasil di suntik, Nadifa langsung terpejam. Pipinya yang penuh oleh air mata Hansel usap penuh kasih.

Hansel merasa bersedih atas Nadifa, hatinya terasa sakit setiap kali harus mendengar racauan Nadifa yang menyuruhnya untuk menetap.

Ia mengusap keringat cewek itu, merapihkan rambutnya supaya tidak menghalangi wajah cantik Nadifa.

Entah apa yang hatinya rasakan. Namun setiap kali mengingat Nadifa, selalu ada rasa ingin merangkul dan melindunginya. Hansel tidak ingin gagal lagi, tidak ingin membuat kesalahan yang sama lagi.

“Hansel, kenapa kamu cepet banget perginya? Aku enggak mau di tinggal, jangan tinggalin aku sendirian Hansel.”

“Nadifa, gue ada pemotretan. Gue punya kepentingan, selain lo Dif.”

Obsession The Big One ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang