26. Benang Merah

653 28 0
                                    

“Kak, kenapa kemarin pulang duluan? Hansel nyuruh lo?”

“Kemauan saya juga kok.”

“Harusnya kakak tetep sama gue waktu itu!”

Jika Denis tak pulang, mungkin kejadian kemarin tak akan terjadi bukan? Kejadian yang terus otaknya putar-putar.

Memalukan!

“Hubungan itu harus sama-sama mengerti. Egois dalam hubungan itu nggak baik.” Denis bertutur.

“Kak, itu bukan hal yang harus gue ngerti. Harusnya dia yang lebih tegas sama pilihannya sendiri. Bukan malah gantung orang lain di saat hubungannya belum selesai.” Rubby menukas. Merasa kesal karena mengingat hubungannya dengan Hansel.

“Dia pasti punya alasan. Kamu belum coba tanya kan?” tutur Denis.

“Kenapa dia nggak ngasih tau sendiri? Masa gue yang harus nanya, males banget.”

Denis terkekeh. Rubby ini masih terlalu kekanak-kanakan pada urusan cinta. Dia masih belum dapat berfikir ke depan.

“Kalau kaya gitu kapan selesainya?”

Benar, jika tidak ada yang memulai kapan selesainya? Hubungan mereka ini layaknya sebuah jembatan yang sebentar lagi akan runtuh.

Namun, Rubby masih tidak yakin untuk memulai pembicaraan dengan damai setelah kejadian kemarin?

*****

Di tempatkan pada posisi seperti ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, benar-benar membuat hati Rubby seakan ingin meledak-ledak.

Dia tidak sanggup dengan jarak yang begitu sedikit di antaranya dan Hansel. Benar-benar menyesakkan.

“Rubby, lebih condong ke depan!” seru Kenzo.

Dia sebagai sutradara senyum-senyum sendiri melihat kedekatan yang amat terpaksa itu.

Baik Rubby dan Hansel sama-sama canggung.

'Kentut sialan! Gue penggal juga kepalanya! Mending jadi pohon deh gue daripada harus begini,'  batin Rubby tengah berperang sendirian.

Ia kira dirinya akan saling bersikap dingin dan membuang muka satu sama lain, namun nyatanya tidak. Rubby lupa bahwa mereka terikat kontrak–yang mengharuskan berbincang dengan intim.

Pinggangnya di dekap Hansel. Tidak sesuai yang ada pada skrip, cowok itu malah mengeratkan dekapannya di pinggang Rubby.

Benar-benar cowok bajingan berwajah tampan!

Action!”

“Bukan ini yang aku mau Haru!”

Why Araya? I want ....”

“Aku nolak. Kamu bohong! Semua hal yang kamu bilang ke aku itu bohong! Nggak ada cinta, nggak ada rasa sayang. Bahkan, rasa suka pun enggak ada kan??”

Hansel terkekeh, menarik pinggang Rubby mendekat dan menahan tangan cewek itu kuat–sesuai pada isi yang telah ia ingat di skrip.

How do you know, hm? Gue benar-benar cinta sama lo kok~"

Bibirnya mengukir senyum miring–yang benar-benar sampai pada jantung Rubby.

“Aku enggak mau lanjutin ini, aku mau kita putus Haru!”

Di sana, cowok itu menampilkan raut wajah marah, dia menarik rambut Rubby–tenaganya di kurangi, takut-takut jika menyakiti Rubby sungguhan.

“Silahkan kalau mau vidionya tersebar?”

“Haru!”

Cut!

Hansel buru-buru mengusap rambut Rubby, memegang kedua pundaknya untuk bisa lebih leluasa menatap cewek itu.

“Maaf, sakit nggak?”

Rubby menggeleng santai.

“Maaf, maaf kalau sakit.”

Wajah Hansel panik betulan, membuat Rubby tertawa kecil karenanya.

“Enggak kok. Santai aja.”

“Gue enggak suka kalau harus ada adegan kaya tadi,” gerutu Hansel, meracau sendiri.

“Sama, gue lebih pengin kalau ada scene buat nampar lo, hehehe."

Hansel langsung menatap kembali wajah Rubby. Setelah itu ujung bibirnya menyinggung sinis.

“Gue nunggu scene kiss your lips~”

“Bajingan!”

“Lanjut nanti, istirahat dua puluh menit guys!” seruan Kenzo menghentikan perdebatan antara Hansel dam Rubby.

Kedua remaja yang sudah dewasa itu masih berperang dingin–lebih tepatnya Rubby yang masih memerangi.

Seusai mendengar ucapan Kenzo, Rubby berniat pergi meninggalkan Hansel. Namun belum dua langkah pergi, dia sudah di tahan oleh Hansel. Membuat keduanya saling bersitatap.

What? Kita selesai kan?" seloroh Rubby, sembari melepas tangan Hansel.

“Enggak. Lo telat jawab iya kemarin, sekarang semua itu enggak berarti.”

Kalimat yang Hansel tuturkan membuat Rubby langsung terkekeh geli. Apa yang sudah cowok itu perbuat sampai-sampai ia terjerat cinta si bendera merah ini?

Rubby menepuk dada kiri Hansel, berlagak seperti merapihkan pakaiannya, namun hal itu hanya untuk peringatan kecil saja.

“Kakek bilang apalagi sampai lo harus terpaksa balik ke gue?” raut wajah cewek itu terlihat meremehkan lawan bicaranya. Selain itu, gesturnya membuat kesan kuat untuk menjatuhkan lawan.

Mereka dua lawan seimbang yang bisa saling menjatuhkan. Padahal mereka terikat karena kata 'cinta.'

“Tadinya gue enggak mau bilang, kalau lo bener-bener keliatan menyedihkan. Jadi bonekanya kakek ... terus, baru tahu ternyata cewek yang lo sayang itu pelacur. Pelacur yang main sama–”

Rubby sengaja menghentikan ucapannya. Dia tertawa kecil, memainkan lidah di dalam mulut dengan perasaan penuh gairah semangat. Cewek itu bertepuk tangan kecil, merasa lucu pada ketidakmampuan cowok di depannya.

“Hansel, benang kita itu udah terikat kuat. Lo enggak akan bisa lepas dari gue.”

“Selebihnya, kalo lo maksa, gue bisa patahin satu kaki lo,” ucapan yang terkandung benar-benar penuh hasrat obsesi. Tidak terlihat adanya kata 'cinta.'

Cinta itu menyayangi kan? Cinta itu bisa saling mengasihi. Bukan cinta namanya jika harus saling menyakiti, warna cinta biasanya penuh bahagia. Entah mendapati warna apa mereka sampai harus terjalin dengan penuh keterpaksaan.

Tanpa adanya kata perpisahan, Rubby berlalu pergi. Meninggalkan Hansel sendiri di tengah-tengah ramainya mereka yang menonton. Tidak perduli, semua hanya berfikir mereka sedang mengobrol biasa, karena Rubby tertawa.

Hansel menggigit'bibir bagian dalamnya. Tersenyum kecil melihat punggung kecil itu menjauh secara perlahan.

Ucapan Rubby itu seperti, 'lo enggak boleh mati kecuali di tangan gue' kan?

Seimbang, Hansel merasakan hal serupa.

****

couple kali ini edan semua 😌👀

Obsession The Big One ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang