14. Sick

985 50 2
                                    

Selamat di nikmati, semoga part ini dapat menghibur 🤜🏾✨

_______

"Karena kamu, aku menjadi terjebak dalam lorong cinta."

_____________________________
__________________
__________

Ω~Ω

Kedua remaja saling berhadapan, yang satu melayangkan sorot sedih, yang satu lagi tak acuh. Kesedihan sosok perempuan di depannya ia abaikan seolah tidak terjadi apa-apa.

Alunan sad melody terdengar keras, menambah kesan sedih yang pekat di antara keduanya. Mereka sama-sama fokus pada peran yang di mainkan.

“Kenapa kamu enggak bilang sama aku?” Pertanyaan yang di layangkan itu berasal dari Rubby, yang tengah memerankan tokoh bernama Araya.

“Kenapa gue mesti bilang?” Hansel mengangkat satu alisnya.

“Kamu ini ... anggap aku apa Haru? Kamu mau tau semua tentang aku, tapi aku di larang tau tentang kamu. Kenapa?!”

“Karena lo ... cuman mainan gue.”

“CUT!”

“Coba di ulang pas dialog terakhir lo Hansel. Rubby, atur mimik wajah!” seruan itu berasal dari Kenzo. Pemuda berumur 24 tahun itu terlihat menawan dalam mengerjakan tugasnya.

“Oke, ulang ya!”

Hansel dan Rubby pun kembali melakukan adegan serupa. Memasang mimik wajah untuk terlihat lebih serius. Setelah mengulangi tiga kali percobaan, hasil yang terakhir pas.

“Break dulu!” Kenzo memberi komando pada yang lain. Sudah waktunya mereka makan siang.

Semua kru berseru heboh, bertepuk tangan riang, senang dengan pertunjukan menarik yang mereka lihat.

“Coy! Keren banget gila!” Janu yang tiba-tiba sudah berada di belakang berseru riang, menepuk bahu Hansel beberapakali.

Mereka memilih duduk di tempat peristirahatan. Setelah istirahat masih ada beberapa adegan lagi yang akan di lanjut.

“Kiw neng Araya~” Janu merengkuh pinggang Rubby tanpa izin. Menariknya untuk lebih dekat dengan wajah mengerling jahil. Ia melihat reaksi Hansel yang 'tenang,' namun sungguh jelas kepanasan.

“Iih, menjauh lo! Jangan dekat-dekat, dasar ubur-ubur!” Rubby mengusir, mendorong tubuh Janu menjauh.

Janu tertawa.

“Neng Araya~ tadi keren pisan looh,” puji Ervan ikut-ikutan.

“Ya, gue tau,” jawabnya acuh tak acuh.

“Rubby!” Sebuah seruan dari kejauhan membuat bukan hanya atensi Rubby yang beralih, tetapi ketiga cowok pun ikutan menoleh.

“Ko kalian kesini lagi?” Rubby bertanya.

“Ya, kenapa? Enggak boleh huh?” Elvaretta yang menjawab. Yang menghampiri Rubby adalah kedua temannya. Elvaretta dan Xavera.

“Lagian kerjaan gue tuh lagi dikit. Males kalau di rumah terus,” lanjutnya lagi.

“Kalau gue sih emang enggak ada tujuan,” kata Xavera tersenyum masam. “Eh, Hansel? Lo masih inget gue enggak?” Ia menyapa so akrab.

Yang di panggil menoleh, bingung sebentar sebelum akhir tetap menggeleng tak peduli.

“Ciaa elah! Padahal kelas kita dulu tetanggaan looh.”

“Lo siapa?”

“Waa gile, dingin banget nadanya bang!” celetuk Ervan bernada jahil. Padahal Hansel sendiri merasa Pertanyaannya cukup wajar dan bernada normal.

Obsession The Big One ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang